Jumat, 30 November 2012

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

1. BERAGAM PENDAPAT DI KALANGAN MADZHAB HANAFI


BERAGAM PENDAPAT DI KALANGAN MADZHAB HANAFI
Dalam madzhab Hanafi terdapat banyak pendapat yang berlainan. Disana terdapat riwayat-riwayat yang berlainan dari Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya, terkadang ia meriwayatkan mengenai suatu masalah dengan suatu riwayat dan terkadang pula ia meriwayatkannya dengan riwayat lain yang menyelisihi riwayat pertama, hal ini seperti berbedanya pendapat diantara imam-imam madzhab ini, bahkan imam Abu Hanifah pun terkadang memiliki dua pendapat yang berbeda pada satu masalah, terkadang pula beliau memilih salah satu pendapatnya (menguatkan salah satu pedapatnya) dan terkadang pula beliau tidak menguatkan atau memilih pendapat-pendapatnya.
Jika ditelusuri, ada beberapa sebab terjadinya ragam pendapat dalam madzhab Hanafi :
  1. RIWAYAT YANG BERBEDA
Imam Abu Hanifah tidak pernah menulis pendapat-pendapatnya dalam sebuah kitab, murid-muridnya lah yang membukukan pendapat-pendapat beliau, terkadang mereka menulis pendapat beliau melaui muroja’ah (pengulangan) kepada Abu Yusuf atau yang lainnya.
Al Imam Muhammad bin Al Hasan telah menulisnya dalam kitab-kitab beliau akan tetapi buku-buku beliau tidak beraturan. Walaupun itu, penukilan Al Imam Muhammad termasuk yang sah, dan orang-orang yang meriwayatkan dari beliau berarti telah berlaku jujur.
Maka jelaslah terjadi perbedaan pendapat antara Abu Hanifah dan pengikutnya, dan terkadang saling kontradiksi. Sebagian perbedaan riwayat ini telah ada tarjihnya oleh para ulama pada masing-masing ijtihad mereka.
Diriwayatkan dari Al Imam Abi Bakr Al Balighi bahwa perbedaan riwayat pada Abu Hanifah ini ada beberapa sebab :
a.       Kekeliruan dalam mendengar. Misalnya ada seorang yang menjawab pertanyaan mengenai suatu masalah dengan kata nafyu (peniadaan) “tidak boleh”, kemudian terjadilah kesamaran atas perowi maka kemudian perowi tersebut meriwayatkan apa yang ia dengar itu (padahal hal itu masih samar).
b.      Adanya pendapat yang telah ditarik kembali (artinya sudah tidak digunakan lagi). Sebagian yang telah mengetahui ditariknya kembai pendapat ini maka ia akan mengambil pendapat kedua sementara yang belum mengetahhui ditarik kembalinya pendapat ini akan mengambil pendapat yang pertama.
c.       Salah satunya ada yang berpendapat dengan metode qiyas dan yang lain dengan metode istihsan, kemudian masing-masing perowi meriwayatkan apa yang ia dengar.
d.      Jawaban yang diberikan mengenai suatu masalah ada dua bentuk : ada yang dari segi hukum dan ada yang dari segi kehati-hatian, kemudian perowi meriwayatkan apa yang ia dengar.
  1. PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH YANG BERBEDA
Terkadang Imam Abu Hanifah sendiri memiliki dua pendapat yang berbeda mengenai satu masalah, ada yang mengetahui mana pendapat yang lebih dulu diantara keduanya dari yang lebih lama, maka ia kembali dan mengambil pendapat kedua, dan mungkin ada yang tidak mengetahui mana pendapat terakhir beliau maka ia mengambil dua pendapat sekaligus dalam satu masalah, dan hal ini menjadi pekerjaan para pentarjih untuk menjelaskan yang lebih kuat diantara dua pendapat.
Perbedaan dua pendapat pada zaman yang berlainan tidak menunjukkan akan kekurangan pada kekayaan fiqh pada Imam Abu Hanifah, akan tetapi hal itu merupakan indikasi akan ikhlasnya beliau dalam mencari kebenaran. Karena, terkadang beliau berpendapat suatu pendapat dengan metode qiyas yang menurut beliau benar, kemudian beliau menarik diri dari qiyas tersebut kepada suatu hukum yang shohih kemudian nampak jelas bahwa disana ada sesuatu yang lebih kuat dari qiyas pertama.
  1. PENDAPAT PARA PENGIKUT ABU HANIFAH YANG BERBEDA
Orang yang membaca khazanah fiqh Hanafi akan mendapatkan bahwa para sahabat-sahabat Abu Hanifah berbeda pendapat dengan beliau pada banyak masalah-masalah hukum, bahkan orang-orang yang ahli mengenai ushul yang dibangun diatas fiqh mengistinbatkan (menyimpulkan) bahwa mereka para sahabat Abu Hanifah menyelisihi beliau dibeberapa qoidah-qoidah pokok. Pendapat-pendapat sahabat Abu Hanifah ini dikenal sebagai pendapat-pendapat guru mereka dari Madzhab Hanafi dan hal itu dikarenakan Madzhab Hanafi ini merupakan kumpulan pendapat-pendapat dari madrasah fiqh yang diprakarsai oleh Imam Abu Hanifah.
  1. BERBEDANYA PARA MUKHORRIJ
Sudah maklum bahwa Imam Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya tidak mengijtihadi seluruh masalah, mereka hanya mengijtihadi suatu hukum yang terjadi di zaman mereka, dan apa-apa yang mereka wajibkan dengan menerapkan metode qiyas mereka itu menggambarkan keadaan jenis qiyas yang mereka gunakan ketika itu (di zaman itu).
Maka sudah seharusnya ada generasi mukhorrij pada suatu madzhab yang membangun qoidah-qoidah hukum suatu perkara yang mana qoidah-qoidah tersebut tidak ada di masa imam-imam madzhab. Generasi mukhorrij ini adalah para fuqoha yang hidup setelah masa sahabat-sahabat Abu Hanifah yaitu mereka para murid sahabat-sahabat Abu Hanifah dan yang hidup setelah mereka. Para ulama menyebut apa yang dilakukan oleh para mukhorrij dengan ; Al waqi’at dan Al Fatawa
Para mukhorrij tidak hanya melakukan istikhroj (mengeluarkan/menyimpulkan) hukum-hukum suatu masalah yang tidak ada hukumnya di masa sebelumnya (masa sahabat Abu Hanifah) bahkan mereka menyelisihi para pendahulu mereka dalam beberapa masalah untuk menghindari madhorot. Masalah-masalah yang diperselisihkan biasanya masalah-masalah yang hukum-hukumnya dibangun pada masa sahabat Abu Hanifah diatas ‘urf (adat/kebiasaan), qiyas atau istihsan yang dibangun pula dengan urf, kemudian didapati ‘urf lain yang jika seandainya para fuqoha terdahulu ketika itu hidup maka mereka akan membangun hukum atas dasar ‘urf tersebut pula. Maka dengan keadaan seperti ini, para mukhorrij memfatwakan apa yang tidak dikatakan oleh para pendahulu mereka. Inilah pekerjaan para mukhorrij, secara tabiat mereka mungkin saja berbeda dalam takhrij dan qiyas mereka sebagaimana berbeda pendapatnya para imam madzhab dalam menyimpulkan suatu hukum.

0 komentar:

Posting Komentar