BERAGAM PENDAPAT DI KALANGAN MADZHAB
HANAFI
Dalam
madzhab Hanafi terdapat banyak pendapat yang berlainan. Disana terdapat
riwayat-riwayat yang berlainan dari Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya,
terkadang ia meriwayatkan mengenai suatu masalah dengan suatu riwayat dan
terkadang pula ia meriwayatkannya dengan riwayat lain yang menyelisihi riwayat
pertama, hal ini seperti berbedanya pendapat diantara imam-imam madzhab ini,
bahkan imam Abu Hanifah pun terkadang memiliki dua pendapat yang berbeda pada
satu masalah, terkadang pula beliau memilih salah satu pendapatnya (menguatkan
salah satu pedapatnya) dan terkadang pula beliau tidak menguatkan atau memilih
pendapat-pendapatnya.
Jika
ditelusuri, ada beberapa sebab terjadinya ragam pendapat dalam madzhab Hanafi :
- RIWAYAT YANG BERBEDA
Imam Abu Hanifah tidak pernah menulis
pendapat-pendapatnya dalam sebuah kitab, murid-muridnya lah yang membukukan
pendapat-pendapat beliau, terkadang mereka menulis pendapat beliau melaui muroja’ah
(pengulangan) kepada Abu Yusuf atau yang lainnya.
Al Imam Muhammad bin Al Hasan telah menulisnya
dalam kitab-kitab beliau akan tetapi buku-buku beliau tidak beraturan. Walaupun
itu, penukilan Al Imam Muhammad termasuk yang sah, dan orang-orang yang
meriwayatkan dari beliau berarti telah berlaku jujur.
Maka jelaslah terjadi perbedaan pendapat antara
Abu Hanifah dan pengikutnya, dan terkadang saling kontradiksi. Sebagian
perbedaan riwayat ini telah ada tarjihnya oleh para ulama pada masing-masing
ijtihad mereka.
Diriwayatkan dari Al Imam Abi Bakr Al Balighi
bahwa perbedaan riwayat pada Abu Hanifah ini ada beberapa sebab :
a.
Kekeliruan dalam mendengar. Misalnya ada
seorang yang menjawab pertanyaan mengenai suatu masalah dengan kata nafyu
(peniadaan) “tidak boleh”, kemudian terjadilah kesamaran atas perowi maka
kemudian perowi tersebut meriwayatkan apa yang ia dengar itu (padahal hal itu
masih samar).
b.
Adanya pendapat yang telah ditarik kembali
(artinya sudah tidak digunakan lagi). Sebagian yang telah mengetahui ditariknya
kembai pendapat ini maka ia akan mengambil pendapat kedua sementara yang belum
mengetahhui ditarik kembalinya pendapat ini akan mengambil pendapat yang
pertama.
c.
Salah satunya ada yang berpendapat dengan
metode qiyas dan yang lain dengan metode istihsan, kemudian
masing-masing perowi meriwayatkan apa yang ia dengar.
d.
Jawaban yang diberikan mengenai suatu masalah
ada dua bentuk : ada yang dari segi hukum dan ada yang dari segi kehati-hatian,
kemudian perowi meriwayatkan apa yang ia dengar.
- PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH YANG BERBEDA
Terkadang Imam Abu Hanifah sendiri memiliki dua
pendapat yang berbeda mengenai satu masalah, ada yang mengetahui mana pendapat
yang lebih dulu diantara keduanya dari yang lebih lama, maka ia kembali dan
mengambil pendapat kedua, dan mungkin ada yang tidak mengetahui mana pendapat
terakhir beliau maka ia mengambil dua pendapat sekaligus dalam satu masalah,
dan hal ini menjadi pekerjaan para pentarjih untuk menjelaskan yang lebih kuat
diantara dua pendapat.
Perbedaan dua pendapat pada zaman yang
berlainan tidak menunjukkan akan kekurangan pada kekayaan fiqh pada Imam Abu
Hanifah, akan tetapi hal itu merupakan indikasi akan ikhlasnya beliau dalam
mencari kebenaran. Karena, terkadang beliau berpendapat suatu pendapat dengan
metode qiyas yang menurut beliau benar, kemudian beliau menarik diri
dari qiyas tersebut kepada suatu hukum yang shohih kemudian nampak jelas
bahwa disana ada sesuatu yang lebih kuat dari qiyas pertama.
- PENDAPAT PARA PENGIKUT ABU HANIFAH YANG BERBEDA
Orang yang membaca khazanah fiqh Hanafi akan
mendapatkan bahwa para sahabat-sahabat Abu Hanifah berbeda pendapat dengan
beliau pada banyak masalah-masalah hukum, bahkan orang-orang yang ahli mengenai
ushul yang dibangun diatas fiqh mengistinbatkan (menyimpulkan) bahwa
mereka para sahabat Abu Hanifah menyelisihi beliau dibeberapa qoidah-qoidah
pokok. Pendapat-pendapat sahabat Abu Hanifah ini dikenal sebagai
pendapat-pendapat guru mereka dari Madzhab Hanafi dan hal itu dikarenakan
Madzhab Hanafi ini merupakan kumpulan pendapat-pendapat dari madrasah fiqh yang
diprakarsai oleh Imam Abu Hanifah.
- BERBEDANYA PARA MUKHORRIJ
Sudah maklum bahwa Imam Abu Hanifah dan
sahabat-sahabatnya tidak mengijtihadi seluruh masalah, mereka hanya mengijtihadi
suatu hukum yang terjadi di zaman mereka, dan apa-apa yang mereka wajibkan dengan
menerapkan metode qiyas mereka itu menggambarkan keadaan jenis qiyas
yang mereka gunakan ketika itu (di zaman itu).
Maka sudah seharusnya ada generasi mukhorrij
pada suatu madzhab yang membangun qoidah-qoidah hukum suatu perkara yang mana
qoidah-qoidah tersebut tidak ada di masa imam-imam madzhab. Generasi mukhorrij
ini adalah para fuqoha yang hidup setelah masa sahabat-sahabat Abu Hanifah
yaitu mereka para murid sahabat-sahabat Abu Hanifah dan yang hidup setelah
mereka. Para ulama menyebut apa yang dilakukan oleh para mukhorrij dengan ; Al
waqi’at dan Al Fatawa
Para mukhorrij tidak hanya melakukan istikhroj
(mengeluarkan/menyimpulkan) hukum-hukum suatu masalah yang tidak ada hukumnya
di masa sebelumnya (masa sahabat Abu Hanifah) bahkan mereka menyelisihi para
pendahulu mereka dalam beberapa masalah untuk menghindari madhorot.
Masalah-masalah yang diperselisihkan biasanya masalah-masalah yang
hukum-hukumnya dibangun pada masa sahabat Abu Hanifah diatas ‘urf
(adat/kebiasaan), qiyas atau istihsan yang dibangun pula dengan urf,
kemudian didapati ‘urf lain yang jika seandainya para fuqoha terdahulu
ketika itu hidup maka mereka akan membangun hukum atas dasar ‘urf
tersebut pula. Maka dengan keadaan seperti ini, para mukhorrij
memfatwakan apa yang tidak dikatakan oleh para pendahulu mereka. Inilah
pekerjaan para mukhorrij, secara tabiat mereka mungkin saja berbeda
dalam takhrij dan qiyas mereka sebagaimana berbeda pendapatnya
para imam madzhab dalam menyimpulkan suatu hukum.
0 komentar:
Posting Komentar