Oleh : nanang imam syafi’i
Ma’had aly al-islam
AISYAH RADHIYALLAHU ‘ANHA
NASAB AISYAH
RADHIYALLAHU ‘ANHA
Aisyah bin
Abdullah -Abu Bakar As-Siddik- bin Quhafah bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad
bin Tamim bin Marrah bin Ka’ab bin Luay.
MASHADIRUT TASYRIE’
1.
Al-qur’an
Al-Karim
2.
As-Sunnah
Al-Muthahharah
3.
Al-Qiyas
4.
Al-Istihsan
5.
Al-Istishab
6.
Al-‘Urf
TENTANG AISYAH
RADHIYALLAHU ‘ANHA
Aisyah
memiliki wawasan ilmu yang luas serta menguasai masalah-masalah keagamaan, baik
yang dikaji dari Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi, maupun ilmi fikih. Tentang
masalah ilmu-ilmu yang dimiliki Aisyah ini, di dalam Al-Mustadrak, al-Hakim
mengatakan bahwa sepertiga dari hukum-hukum syariat dinukil dan Aisyah. Abu
Musa al-Asya’ari berkata, “Setiap kali kami menemukan kesulitan, kami temukan
kemudahannya pada Aisyah.”
Para
sahabat sering meminta pendapat jika menemukan masalah yang tidak dapat mereka
selesaikan sendiri. Aisyah pun sering mengoreksi ayat, hadits, dan hukum yang
keliru diberlakukan untuk kemudian dijelaskan kembali maksud yang sebenarnya.
Salah satu contoh adalah perkataan yang diungkapkan oleh Abu Hurairah. Ketika
itu Abu Hurairah merujuk hadits yang diriwayatkan oleh Fadhi ibnu Abbas bahwa
barang siapa yang masih dalam keadaan junub pada terbit fajar, maka dia
dilarang berpuasa.
Ketika
Abu Hurairah bertanya kepada Aisyah, Aisyah menjawab, “Rasulullah pernah junub
(pada waktu fajar) bukan karena mimpi, kemudian beliau meneruskan puasanya.”
Setelah mengetahui hal itu, Abu Hurairah berkata, “Dia lebih mengetahui tentang
keluarnya hadits tersebut.” Kamar Aisyah lebih banyak berfungsi scbagai
sekolah, yang murid-muridnya berdatangan dari segala penjuru untuk menuntut
ilmu. Bagi murid yang bukan mahramnya, Aisyah senantiasa membentangkan kain
hijab di antara mereka. Aisyah tidak pernah mempermudah hukum kecuali jika
sudah jelas dalilnya dari A1-Qur’an dan Sunnah.
Aisyah
adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah sehingga banyak menyaksikan
turunnya wahyu kepada beliau, sebagaimana perkataannya ini:“Aku pernah melihat
wahyu turun kepada Rasulullah pada suatu hari yang sangat dingin sehingga
beliau tidak sadarkan diri, sementara keringat bercucuran dari dahi beliau.“
(HR. Bukhari)
Aisyah
pun memiliki kesempatan untuk bertanya langsung kepada Rasulullah jika
menemukan sesuatu yang belum dia pahami tentang suatu ayat. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa dia memperoleh ilmu langsung dan Rasulullah sebagaimana
ungkapannya ini:“Aku bertanya kepada Rasulullah tentang ayat ‘Dan orang-orang
yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut….’ (QS.
Al-Mu’minun: 60).
Apakah
yang dimaksud dengan ayat di atas adalah para peminum khamar dan pencuri?”
Beliau menjawab, ‘Bukan, putri ash-Shiddiq! Mereka adalah orang yang berpuasa,
shalat, dan bersedekah, tetapi takut (amal mereka tidak diterima). Mereka
menyegerakan diri dalam kebaikan, tetapi mendahului (menentukan sendiri)
kebaikan tersebut.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Aisyah
berkata lagi: “Aku bertanya kepada Rasulullah tentang firman Allah: ‘Yauma
tabdalul-ardhu ghairal-ardha was-samawati. Di manakah manusia berada, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Manusia berada di atas shirath.“ (HR. Muslim)
Aisyah
termasuk wanita yang banyak menghafalkan hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi
wassalam, sehingga para ahli hadits menempatkan dia pada urutan kelima dari
para penghafal hadits setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu
Abbas. Aisyah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki siapa pun, yaitu
meriwayatkan hadits yang langsung dia peroleh dan Rasulullah dan
menghafalkannya di rumah. Karena itu, sering dia meriwayatkan hadits yang tidak
pernah diriwayatkan oleh perawi hadits lain.
Para
sahabat penghafal hadits sering mengunjungi rurnah Aisyah untuk langsung
memperoleh hadits Rasulullah karena kualitas kebenarannya sangat terjamin. Jika
berselisih pendapat tentang suatu masalah, tidak segan-segan mereka meminta
penyelesaian dari Aisyah. Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, anak saudara
laki-laki Aisyah, mengatakan bahwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan
Utsman, Aisyah rnenjadi penasihat pemerintah hingga wafat.
Aisyah
dikenal sebagai perawi hadits yang mengistinbath hukum sendiri ketika kejelasan
hukumnya tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan hadits lain. Dalam hal ini, Abu
Salamah berkata, “Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih mengetahui Sunnah
Rasulullah, lebih benar pendapatnya jika dia berpendapat, lebih mengetahui
bagaimana Al-Qur’an turun, serta lebih mengenal kewajibannya selain Aisyah.”
Suatu
ketika Saad bin Hisyam menemui Aisyah, dan berkata, “Aku ingin bertanya tentang
bagaimana pendapatmu jika aku tetap membujang selamanya.” Aisyah menjawab,
“Janganlah kau lakukan hal itu, karena aku mendengar Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam. bersabda tentang firman Allah: ‘Telah kami utus rasul-rasul
sebelummu, dan Kami telah ciptakan bagi mereka istri-istri dan keturunan.’ Oleh
karena itu, janganlah kamu membujang.”
Urwah
bin Zubeir, salah seorang murid Aisyah, sangat mengagumi keluarbiasaan
penguasaan ilmu Aisyah. Dia berkata, “Aku berpikir tentang urusanmu. Sungguh
aku mengagumimu. Menurutku engkau adalah manusia yang paling banyak mengetahui
sesuatu.” Aisyah berkata, “Apa yang menyebabkanmu berpendapat seperti itu?” Dia
menjawab, “Engkau adalah istri Nabi Shallallahu alaihi wassalam dan putri Abu
Bakar. Engkau mengetahui hari-hari, nasab, dan syair orang-orang Arab.” Dia
berkata lagi, “Apa yang menyebabkan engkau dan ayahmu menjadi orang yang paling
pandai dariipada seluruh orang Quraisy? Aku sangat mengagumi kepandaianmu tentang
ilmu medis. Dari manakah engkau mendapatkan ilmu itu?” Aisyah menjawab, “Wahai
Urwah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sering sakit,
sehingga dokter-dokter Arab dan bukan Arab datang mengobati beliau. Dari
merekalah aku belajar.”
Tentang
penguasaan bahasa dan sastranya, kembali Urwah berkomentar, “Demi Allah, aku
belum pernah melihat seorang pun yang lebih fasih dariipada Aisyah selain
Rasulullah sendiri.” Al-Ahnaf bin Qais berkata, “Aku telah mendengar khutbah
Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Alii bin Abi Thalib. Hingga
saat ini aku belum pernah mendengar satu perkataan pun dari makhluk Tuhan yang
lebih berisi dan baik daripada perkataan Aisyah.”
Salah
satu contoh kefasihannya dapat kita lihat dari kata-katanya pada kuburan
ayahnya, Abu Bakar:“Allah telah mengilaukan wajahmu, dan bersyukur atas
kebaikan yang telah engkau perbuat. Engkau merendahkan dunia karena engkau
berpaling darinya. Akan tetapi, untuk engkau adalah mulia, karena engkau selalu
menghadap untuknya. Kalau peristiwa terbesar setelah Rasulullah wafat dan
musibah terbesar adalah kematianmu, Kitab Allah menghibur dengan kesabaran dan
menggantikan yang baik selainmu. Aku merasakan janji Allah yang telah
ditetapkan bagimu dan ikhlas atas kepergianmu. Dengan memohon dari-Nya gantimu
dan aku berdoa untukmu. Kami hanyalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami
kembali. Bagimu salam sejahtera dan rahmat Allah.”
Dari
Aisyah pun sering keluar kata-kata hikmah yang terkenal, seperti:“Bagi Allah
mutiara takwa. Takkan ada kesembuhan bagi orang yang di dalarn hatinya
terbersit kemarahan. Pernikahan adalah perbudakan, maka seseorang hendaklah
melihat kepada siapa dia mengabdikan putri kemuliaannya.”
Wallohu A’lam Bishowab
0 komentar:
Posting Komentar