بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Adzan dan Iqamat Bagi Wanita
Makalah Ke-16
Umat Islam telah sepakat tentang
syari’at adzan. Mengamalkannya mendapatkan pahala sejak dari zaman Nabi
Muhammad saw hingga zaman kita sekarang ini. Dan tidak ada khilaf di dalamnya.
Kemudian, terjadi perbedaan pendapat
dikalangan ahlul ilmi berkaitan dengan hukum adzan. Apakah adzan itu wajib ? ataukah sunnah
mu’akkadah ?
Hukum Adzan
Adapun yang paling benar , memang
sudah selayaknya tidak ada kebimbangan seperti ibadah-ibadah agung seperti ini.
Bahwa Adzan adalah fardhu kifayah bagi penduduk sebuah kota ataupun desa untuk
mengumandangkan adzan dan iqamah. Adapun dalil-dalil yang menyatakan bahwa
adzan adalah fardhu kifayah sebagai berikut:
1.
Adzan termasuk syi’ar yang paling agung, paling
masyhur di dalam dienul islam. Sungguh ia telah dilakukan secara rutin (terus
menerus) semenjak Allah swt syari’atkan kepada Nabi Muhammad saw sampai tiba
ajal Nabi Muhammad saw pada malam hari, siang hari, baik dalam keadaan darurat
maupun dalam keadaan tenang. Dan tidak pernah terdengar khabar bahwa suatu
ketika tidak ada adzan atau ada keringanan untuk meninggalkan adzan.
2.
Bahwa Nabi saw telah menjadikan adzan sebagai
pegangan dan petunjuk telah masuknya
waktu shalat bagi umat islam.
Hadits Anas ra:
أن النبي صلى الله عليه وسلم(( كان إذا أغزى
بنا قوما لم يكن يغزو بنا حتى يصبح وينظر,
فإن سمع أذنا كف عنهم, و إن لم يسمع أذانا أغار
عليهم))
Artinya: “ Bahwa Nabi saw dahulu
apabila mengirim kami untuk penyerbuan kepada suatu kaum, Rasulullah saw
tidaklah mengirim kami sampai datang waktu pagi . . . . jika terdengar adzan
kami berhenti memerangi mereka, namun jika tidak terdengar adzan maka kami
menyerbu merekan.”[1]
3. Nabi saw telah memerintahkannya.
Sebagaimana diriwayatkan dari Malik bin Huwairits bahwa Nabi saw bersabda
kepadanya dan para sahabatnya,
إذا
حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم وليؤمكم أكبركم
“Apabila
telah tiba waktu shalat maka kumandangkanlah adzan bagi kalian dan jadikanlah
seorang imam yang paling tua diantara kalian.”[2]
4.
Hadits Abu Darda’ ra ia berkata, Aku pernah mendengar
Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah dari tiga orang kemudian salah satu dari
mereka tidak ada yang mengumandangkan
adzan, tidak juga iqamah melainkan syetan pasti menguasai mereka.”[3]
Bagaimana Hukum Adzan dan Iqamah Bagi
Kaum Wanita ?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: mereka mengatakan tidak diwajibkan adzan dan iqamah bagi
kaum wanita, menurut jumhur ulama salaf maupun ulama khalaf dari imam yang
empat dan juga ad-dzhahiriah. Dari Asma’
secara marfu’:
((ليس للنساء
أذان ولا إقامة ولا جمعة......))
“Tidak ada adzan
bagi perempuan begitu halnya iqamah dan shalat jum’at.”[4]
Kedudukan
hadits ini adalah dha’if. Dan dalam masalah ini pula tidak terdapat hadits yang
memerintahkan adzan dan iqamah bagi kaum wanita.
Pendapat kedua: mereka mengatakan tidak diperbolehkan adzan bagi wanita.
Bahkan tidak mendapatkan jaza’ (pahala) dari Allah swt adzan seorang wanita
atas kaum laki-laki menurut jumhur ulama. Berberda dengan imam Abu Hanifah.
Karena adzan adalah sarana pemberitahuan masuknya waktu shalat dan
disyari’atkan bagi (laki-laki) yang adzan untuk mengangkat suara ketika
mengumandangkannya. Adapaun wanita baginya tidaklah disyari’atkan mengangkat
suara. Dahulu pun, tidak pernah terdengar adzan seorang wanita baik di zaman
kenabian, sahabat, atau setelahnya.
Kemudian, terjadi perselisihan dikalangan ahlul ilmi perihal
adzan dan iqamah bagi wanita. Jikalau mereka terpisah dari laki-laki. Sebagian
dari mereka mengatakan:
1. Makruh
2. Mubah
3. Mustahab
4. Disunnahkannya
iqamah tanpa dikumandangkan adzan.
Dari
penjelasan diatas yang paling jelas adalah bahwa wanita yang terpisah dari kaum
laki-laki, jika salah satu dari mereka mengumandangkan adzan dan iqamah maka
itu adalah suatu hal yang baik, karena keduanya (adzan dan iqamah) dzikrullah
ta’ala. Dan tidak ada hadits yang melarang keduanya. Oleh karena itu, suatu
ketika Ibnu Umar pernah ditanya oleh seseorang,
هل على النساء أذان ؟ فغضب, وقال ((أنهى عن ذكر
الله ؟!!))
“Apakah atas wanita adzan? Marahlah Ibnu
Umar (mendengar pertanyaan itu), lalu ia berkata,”Apakah pantas aku melarang
dari mengingat Allah.”[5]
Dalam
riwayat lain disebutkan, dari Mu’tamar bin Sulaiman dari bapaknya ia berkata,
“Dahulu kami bertanya kepada Anas, “Apakah atas wanita itu adzan dan iqamah ?
Beliau (Anas) menjawab, “Tidak, Namun jikalau mereka melakukannya maka itu
adalah dzikr.”[6]
Wallahu a’lam.
Sumber:
o
Kitab Shahih Fiqih Sunnah, karya Syaikh Abu Malik bin
as-Sayyid Salim, jilid I
0 komentar:
Posting Komentar