Hadits ke-49
عَنْ مُعَاذَةَ قالت: سَألْتُ
عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا فَقُلْتُ: مَا بالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلا
تَقْضِى الصلاةَ؟
فقالت: أحَرُورِيَّةٌ أنْتِ؟
فَقُلْتُ: لسْتُ بِحَرُورِيَّة. وَلكِنْ أسْألُ.
فَقَالَتْ: كَانَ يُصيبُنَا
ذلكَ فنؤمَر بِقَضَاءِ الصَّوْم وَلا نُؤمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاةِ
Artinya : “Muadzah binti Abdullah menuturkan bahwa dirinya
pernah bertanya kepada Aisyah Ra. Muadah berkata, “Mengapa orang haidh harus
mengganti puasa pada hari yang lain akan tetapi tidak mengganti shalat pada
hari yang lain?”
Aisyah berkata, “Apakah engkau termasuk kelompok Haruriyyah?”
Muadzah menjawab, “Aku bukanlah seorang Haruriyah tetapi aku
hanya sekedar bertanya.”
Aisyah menjawab, “Kami pernah mengalami haid. Kami diperintahkan
untuk mengqodho’ puasa. Namun kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’
shalat”.
Gharibul Hadits:
Nama Haruriyyah dinisbatkan kepada suatu daerah dekat Kufah yang
berama Harura. Dari daerah itulah muncul salah satu kelompok dari Khawarij yang
pertama kali memerangi Ali bin Abi Thalib Ra. Oleh karena itu Khawarij juga
dikenal sebagai Haruriyah.
Makna Global Hadits:
Muadzah bertanya kepada Aisyah Ra tentang sebab karenanya syari’at
mengatur bahwa orang yang haid harus mengqodho’ puasa pada hari-hari yang ia
berbuka padanya. Dan kenapa tidak mengqadha’ shalat yang ditinggalkannya pada
saat haid, padahal keduanya termasuk ibadah yang wajib. Bahkan shalat lebih
agung jika dibandingkan dengan puasa. Adapun ketidak adaan perbedaan diantara
keduanya dalam hal qadha’ adalah madzhab khawarij yang terbangun berlandaskan
atas besarnya dosa.
Maka Aisyah Ra bertanya kepadanya, “Apakah
anda orang Haruriyah, sehingga anda berkeyakinan sebagaimana keyakinan mereka
dan bersikeras sebagaimana bersikerasnya mereka?
Maka ia menjawab, “Aku bukanlah orang
Haruriyah, akan tetapi aku hanya sekedar bertanya untuk meminta penjelasan dan
keterangan”.
Maka Aisyah menjawab, “dulu kami juga
pernah haid pada zaman nabi Saw hidup, kami meninggalkan shalat dan puasa
ketika itu, maka beliau Saw memerintahkan kepada kami untuk mengqadha’ puasa
dan tidaklah beliau menyuruh kami untuk mengqadha’ shalat. Jikalau mengqadha’
shalat itu wajib, maka pastilah beliau akan memerintahkannya dan tidak
mendiamkannya.
Seakan-akan beliau (Aisyah) berkata,
“Cukuplah dengan contoh yang diperintahkan oleh syari’at, dan menahan diri dari
batasan-batasan yang telah ada sebagai hikmah dan petunjuk”
Pelajaran Yang Bisa Dipetik Dari Hadits:
1. Orang yang haid mengqadha’ puasa dan tida
mengqadha’ shalat, karena shalat berulang-ulang dilakukan setiap hari lima kali
sehari. Maka ia menjadi ibadah yang berkelanjutan dan mengalami pengulangan
pada qadha’nya sehingga akan menyulitkan.
2. Bahwasannya penetaan dari Nabi Saw untuk
ummatnya terhadap sesuatu, menjadi sebuah sunnah.
3. Pengingkaran terhadap setiap penanya suatu
pertanyaan yang mengakibatkan perebatan.
4. 4.Penjelasan dari seorang alim kepada siapa
saja yang bertanya untuk tujuan belajar dan meminta petunjuk.
5. Keadaan orang haid yang tidak mengharuskan mengqadha’
shalat karena sebab kesulitan, termasuk dalil yang telah ditetapkan dlam
kaidah, “kesulitan itu menimbulkan suatu kemudahan”
Wallahu A’lam Bis Shawwab
0 komentar:
Posting Komentar