Selasa, 27 November 2012

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

Hadits ke-49


Hadits ke-49
عَنْ مُعَاذَةَ قالت: سَألْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا فَقُلْتُ: مَا بالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلا تَقْضِى الصلاةَ؟
فقالت: أحَرُورِيَّةٌ أنْتِ؟ فَقُلْتُ: لسْتُ بِحَرُورِيَّة. وَلكِنْ أسْألُ.
فَقَالَتْ: كَانَ يُصيبُنَا ذلكَ فنؤمَر بِقَضَاءِ الصَّوْم وَلا نُؤمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاةِ

Artinya : “Muadzah binti Abdullah menuturkan bahwa dirinya pernah bertanya kepada Aisyah Ra. Muadah berkata, “Mengapa orang haidh harus mengganti puasa pada hari yang lain akan tetapi tidak mengganti shalat pada hari yang lain?”
Aisyah berkata, “Apakah engkau termasuk kelompok Haruriyyah?”
Muadzah menjawab, “Aku bukanlah seorang Haruriyah tetapi aku hanya sekedar bertanya.”
Aisyah menjawab, “Kami pernah mengalami haid. Kami diperintahkan untuk mengqodho’ puasa. Namun kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat”.
Gharibul Hadits:
Nama Haruriyyah dinisbatkan kepada suatu daerah dekat Kufah yang berama Harura. Dari daerah itulah muncul salah satu kelompok dari Khawarij yang pertama kali memerangi Ali bin Abi Thalib Ra. Oleh karena itu Khawarij juga dikenal sebagai Haruriyah.

Makna Global Hadits:
Muadzah bertanya kepada Aisyah Ra tentang sebab karenanya syari’at mengatur bahwa orang yang haid harus mengqodho’ puasa pada hari-hari yang ia berbuka padanya. Dan kenapa tidak mengqadha’ shalat yang ditinggalkannya pada saat haid, padahal keduanya termasuk ibadah yang wajib. Bahkan shalat lebih agung jika dibandingkan dengan puasa. Adapun ketidak adaan perbedaan diantara keduanya dalam hal qadha’ adalah madzhab khawarij yang terbangun berlandaskan atas besarnya dosa.
Maka Aisyah Ra bertanya kepadanya, “Apakah anda orang Haruriyah, sehingga anda berkeyakinan sebagaimana keyakinan mereka dan bersikeras sebagaimana bersikerasnya mereka?
Maka ia menjawab, “Aku bukanlah orang Haruriyah, akan tetapi aku hanya sekedar bertanya untuk meminta penjelasan dan keterangan”.
Maka Aisyah menjawab, “dulu kami juga pernah haid pada zaman nabi Saw hidup, kami meninggalkan shalat dan puasa ketika itu, maka beliau Saw memerintahkan kepada kami untuk mengqadha’ puasa dan tidaklah beliau menyuruh kami untuk mengqadha’ shalat. Jikalau mengqadha’ shalat itu wajib, maka pastilah beliau akan memerintahkannya dan tidak mendiamkannya.
Seakan-akan beliau (Aisyah) berkata, “Cukuplah dengan contoh yang diperintahkan oleh syari’at, dan menahan diri dari batasan-batasan yang telah ada sebagai hikmah dan petunjuk”
Pelajaran Yang Bisa Dipetik Dari Hadits:
1.      Orang yang haid mengqadha’ puasa dan tida mengqadha’ shalat, karena shalat berulang-ulang dilakukan setiap hari lima kali sehari. Maka ia menjadi ibadah yang berkelanjutan dan mengalami pengulangan pada qadha’nya sehingga akan menyulitkan.
2.      Bahwasannya penetaan dari Nabi Saw untuk ummatnya terhadap sesuatu, menjadi sebuah sunnah.
3.      Pengingkaran terhadap setiap penanya suatu pertanyaan yang mengakibatkan perebatan.
4.      4.Penjelasan dari seorang alim kepada siapa saja yang bertanya untuk tujuan belajar dan meminta petunjuk.
5.      Keadaan orang  haid yang tidak mengharuskan mengqadha’ shalat karena sebab kesulitan, termasuk dalil yang telah ditetapkan dlam kaidah, “kesulitan itu menimbulkan suatu kemudahan”
Wallahu A’lam Bis Shawwab

0 komentar:

Posting Komentar