Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan
lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka
berfikir. (QS. Al A’raf : 176 )
Di antara kandungan Al Qur’an adalah berisi perumpamaan
agar memudahkan untuk di ambil pelajaran. Dan perumpamaan yang di buat Allah dalam
Al Qur’an adalah sebaik-baik perumpamaan. Allah tidak pernah malu untuk membuat
perumpamaan dengan apa pun. Di antaranya Allah membuat gambaran orang berilmu
yang tamak akan kehidupan duniawi dengan seekor binatang yang hina yaitu anjing.
Orang yang diberi karunia ilmu oleh Allah namun ia
tidak mau mengamalkannya dan lebih suka mengikuti hawa nafsunya, lebih memilih
kemurkaan Allah daripada ridhaNya, dan lebih mendahulukan dunia daripada
akhirat diserupakan dengan anjing.
Anjing adalah hewan yang hina dan pantas untuk
dihinakan. Dia adalah hewan yang suka dengan hal-hal hina, kotor dan berbau
busuk. Barang-barang seperti ini lebih ia sukai daripada daging yang bersih.
Jika ada satu bangkai, maka itu cukup untuk seratus ekor anjing.
Diantara gambaran kerakusan binatang anjing: ia tidak
berjalan melainkan merunduk ke tanah sambil mengendus-endus benda apa saja yang
ada di sekitarnya. Bahkan anusnya sendiri turut di endusnya juga. Jika dilempar
dengan sekepal batu di dekatnya, maka ia akan menghampirinya dikarenakan
kerakusannya yang melampaui batas.
Yang lebih mengherankan lagi, jika anjing melihat
sesuatu yang sudah usang, atau kain yang kumal, maka ia akan menggonggong
sambil mengeluarkan taringnya untuk menggigit barang tersebut. Kemudian ia
menghampirinya seakan-akan barang kotor tersebut akan menjadi sekutu baginya
dan menantang kekuatannya. Dan apabila ia mendapati barang yang bersih, kain
yang harum, ia meletakkan moncongnya ke tanah, tunduk dihadapannya dan tidak
berani mengangkat kepala.
Demikianlah Allah menggambarkan seorang berilmu yang
lebih mementingkan dunia daripada akhirat. Keadaan yang Allah sebutkan
merupakan salah satu gambaran dari berpalingnya hamba Allah atas ayat-ayat Nya dan
bentuk perilaku mengikuti hawa nafsu. Hal ini terjadi karena kerakusan yang
besar dan ambisi yang berlebihan seseorang akan dunia. Dia rakus kepada dunia
sebagaimana rakusnya seekor anjing yang tak pernah putus.
Menurut Ibnu Juraij, anjing tidak memiliki kalbu dan
perasaan. Jika dibiarkan, anjing akan menjulurkan lidahnya. Dan apabila engkau
menghalaunya, ia juga tetap menjulurkan lidahnya. Ia bagaikan orang yang
meninggalkan petunjuk dikarenakan ia tidak memiliki kalbu disebabkan kalbunya
terputus.
Maksud dari kalbunya terputus adalah dia tidak
memiliki kalbu yang bisa mendorongnya
untuk bersabar dan meninggalkan kebiasaannya menjulurkan lidah. Begitulah
keadaan orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah SWT. Ia tidak memiliki hati
hingga tidak dapat bersabar dan selalu merasa haus akan materi duniawi.
Orang yang berlepas diri dari ayat-ayat
Allah akan selalu menjulurkan lidahnya kepada dunia karena tidak sabar dalam
menghadapinya, dan anjing selalu menjulurkan lidah karena tidak sabar dalam
menghadapi air. Jika ia haus, air embun pun ia hirup karena hausnya. Dan anjing
adalah binatag yanag paling rakus dalam keadaan apapun.
Begitulah perumpamaan tentang kerakusan yang tak
terbendung dan syahwat yang selalu menghangat dalam diri seekor anjing yang
mengharuskan ia untuk selalu menjulurkan lidannya. Jika engkau menghardiknya
dengan peringatan dan nasihat, maka ia akan menjulurkan lidah. Jika engkau
membiarkannya, ia pun tetap menjulurkan lidah.
Menurut Mujahid, begitulah perumpamaan orang yang
diberi Al Kitab namun tidak mengamalkannya. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, jika
engkau membebankan al hikmah kepadanya, maka ia tidak mau memikulnya, dan jika
engkau membiarkannya, ia tidak tertuntun dalam kebaikan. Keadan ini mirip
dengan anjing, Jika ia disodori makanan, dia menjulurkan lidah, dan jika di
usir diapun juga menjulurkan lidah.
Menurut Al Hasan, itu adalah gambaran orang munafiq yang tidak
memiliki keteguhan hati pada kebenaran, baik diseru atau tidak diseru,
diperingatkan atau tidak diperingatkan, ia akan selalu menjulurkan lidahnya.
Allah menjadikan anjing sebagai perumpamaan bagi
orang-orang yang mendustakan ayat-ayatNya. Dalam firman Allah yang lain disebutkan
“jika engkau memberinya peringatan, maka ia tetap dalam keadaan tersebut,
dan jika engkau membiarkannya, dia juga tetap sesat. Keadaan ini seperti anjing,
yang apabila engkau menghalaunya, maka dia menjulurkan lidahnya dan apabila
engkau jika engkau membiarkannya ia juga akan tetap menjulurkan lidahnya.” Ayat
lain yang serupa dengan makna ayat di atas adalah firman Allah “dan, jika
kamu sekalian (hai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala) untuk memberi
petunjuk kepada kalian, tidaklah berhala itu dapat memperkenankan seran kalian,
sama saja (hasilnya) buat kalian menyeru mereka ataupun kalian berdiam diri”
(QS. Al A’raf : 193)
Faidah yang terkandung dari ayat ini diantaranya
adalah:
1.
Allah mengabarkan bahwa Dialah yang memberikan
ayat-ayatNya kepada yang Ia kehendaki. Ini merupakan suatu nikmat yang agung,
bahkan Allah mengaitkan nikmat itu kepada diriNya.
2.
Orang yang digambarkan dalam ayat tersebut adalah
dampak dari godaan setan. Pada awalnya ia menjaga ayat-ayat Allah, namun lama kelamaan
ai termakan dalam godaan setan dan menjadi orang yang sesat, yang amalannya
berlainan dengan ilmunya sebagaimana yang dilakukan oleh ulama’ su’.
3.
Tingkat ketinggian derajat di
sisiNya bukan hanya sekedar dengan ilmu, Akan
tetapi harus di ikuti dengan amalan. Sebab ilmu apabila tidak disertai dengan
amalan, ia tidak dapat memberi manfaat sama sekali.
Demikian Allah memberikan perumpamaan sekaligus
ancaman bagi orang yang rakus terhadap dunia padahal ilmu telah ada padanya.
Selayaknya bagi orang yang telah di anugerahi ilmu adalah selalu megiringinya
dengan amalan dan selalu menjadikan ridho Allah sebagai orientasi utama. Dalam
sebuah atsar disebutkan bahwasanya yang dinamakan orang alim sejatinya adalah
orang yang takut kepada Allah SWT. Wallahu a’lam..
(Diintisarikan dari tafsir Ibnu Qoyyim, Syaikh
Muhammad bin Uwais)
0 komentar:
Posting Komentar