Sabtu, 28 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category: ,

Perumpamaan Orang yang Mendustakan Ayat Allah


Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. Al A’raf : 176 )
Di antara kandungan Al Qur’an adalah berisi perumpamaan agar memudahkan untuk di ambil pelajaran. Dan perumpamaan yang di buat Allah dalam Al Qur’an adalah sebaik-baik perumpamaan. Allah tidak pernah malu untuk membuat perumpamaan dengan apa pun. Di antaranya Allah membuat gambaran orang berilmu yang tamak akan kehidupan duniawi dengan seekor binatang yang hina yaitu anjing.
Orang yang diberi karunia ilmu oleh Allah namun ia tidak mau mengamalkannya dan lebih suka mengikuti hawa nafsunya, lebih memilih kemurkaan Allah daripada ridhaNya, dan lebih mendahulukan dunia daripada akhirat diserupakan dengan anjing.
Anjing adalah hewan yang hina dan pantas untuk dihinakan. Dia adalah hewan yang suka dengan hal-hal hina, kotor dan berbau busuk. Barang-barang seperti ini lebih ia sukai daripada daging yang bersih. Jika ada satu bangkai, maka itu cukup untuk seratus ekor anjing.
Diantara gambaran kerakusan binatang anjing: ia tidak berjalan melainkan merunduk ke tanah sambil mengendus-endus benda apa saja yang ada di sekitarnya. Bahkan anusnya sendiri turut di endusnya juga. Jika dilempar dengan sekepal batu di dekatnya, maka ia akan menghampirinya dikarenakan kerakusannya yang melampaui batas.
Yang lebih mengherankan lagi, jika anjing melihat sesuatu yang sudah usang, atau kain yang kumal, maka ia akan menggonggong sambil mengeluarkan taringnya untuk menggigit barang tersebut. Kemudian ia menghampirinya seakan-akan barang kotor tersebut akan menjadi sekutu baginya dan menantang kekuatannya. Dan apabila ia mendapati barang yang bersih, kain yang harum, ia meletakkan moncongnya ke tanah, tunduk dihadapannya dan tidak berani mengangkat kepala.
Demikianlah Allah menggambarkan seorang berilmu yang lebih mementingkan dunia daripada akhirat. Keadaan yang Allah sebutkan merupakan salah satu gambaran dari berpalingnya hamba Allah atas ayat-ayat Nya dan bentuk perilaku mengikuti hawa nafsu. Hal ini terjadi karena kerakusan yang besar dan ambisi yang berlebihan seseorang akan dunia. Dia rakus kepada dunia sebagaimana rakusnya seekor anjing yang tak pernah putus.
Menurut Ibnu Juraij, anjing tidak memiliki kalbu dan perasaan. Jika dibiarkan, anjing akan menjulurkan lidahnya. Dan apabila engkau menghalaunya, ia juga tetap menjulurkan lidahnya. Ia bagaikan orang yang meninggalkan petunjuk dikarenakan ia tidak memiliki kalbu disebabkan kalbunya terputus.
Maksud dari kalbunya terputus adalah dia tidak memiliki kalbu  yang bisa mendorongnya untuk bersabar dan meninggalkan kebiasaannya menjulurkan lidah. Begitulah keadaan orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah SWT. Ia tidak memiliki hati hingga tidak dapat bersabar dan selalu merasa haus akan materi duniawi. Orang  yang berlepas diri dari ayat-ayat Allah akan selalu menjulurkan lidahnya kepada dunia karena tidak sabar dalam menghadapinya, dan anjing selalu menjulurkan lidah karena tidak sabar dalam menghadapi air. Jika ia haus, air embun pun ia hirup karena hausnya. Dan anjing adalah binatag yanag paling rakus dalam keadaan apapun.
Begitulah perumpamaan tentang kerakusan yang tak terbendung dan syahwat yang selalu menghangat dalam diri seekor anjing yang mengharuskan ia untuk selalu menjulurkan lidannya. Jika engkau menghardiknya dengan peringatan dan nasihat, maka ia akan menjulurkan lidah. Jika engkau membiarkannya, ia pun tetap menjulurkan lidah.
Menurut Mujahid, begitulah perumpamaan orang yang diberi Al Kitab namun tidak mengamalkannya. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, jika engkau membebankan al hikmah kepadanya, maka ia tidak mau memikulnya, dan jika engkau membiarkannya, ia tidak tertuntun dalam kebaikan. Keadan ini mirip dengan anjing, Jika ia disodori makanan, dia menjulurkan lidah, dan jika di usir diapun juga menjulurkan lidah.
Menurut Al Hasan,  itu adalah gambaran orang munafiq yang tidak memiliki keteguhan hati pada kebenaran, baik diseru atau tidak diseru, diperingatkan atau tidak diperingatkan, ia akan selalu menjulurkan lidahnya.
Allah menjadikan anjing sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayatNya. Dalam firman Allah yang lain disebutkan “jika engkau memberinya peringatan, maka ia tetap dalam keadaan tersebut, dan jika engkau membiarkannya, dia juga tetap sesat. Keadaan ini seperti anjing, yang apabila engkau menghalaunya, maka dia menjulurkan lidahnya dan apabila engkau jika engkau membiarkannya ia juga akan tetap menjulurkan lidahnya.” Ayat lain yang serupa dengan makna ayat di atas adalah firman Allah “dan, jika kamu sekalian (hai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala) untuk memberi petunjuk kepada kalian, tidaklah berhala itu dapat memperkenankan seran kalian, sama saja (hasilnya) buat kalian menyeru mereka ataupun kalian berdiam diri”  (QS. Al A’raf : 193)
Faidah yang terkandung dari ayat ini diantaranya adalah:
1.       Allah mengabarkan bahwa Dialah yang memberikan ayat-ayatNya kepada yang Ia kehendaki. Ini merupakan suatu nikmat yang agung, bahkan Allah mengaitkan nikmat itu kepada diriNya.
2.       Orang yang digambarkan dalam ayat tersebut adalah dampak dari godaan setan. Pada awalnya ia  menjaga ayat-ayat Allah, namun lama kelamaan ai termakan dalam godaan setan dan menjadi orang yang sesat, yang amalannya berlainan dengan ilmunya sebagaimana yang dilakukan oleh ulama’ su’.
3.       Tingkat ketinggian derajat di sisiNya bukan hanya sekedar dengan  ilmu, Akan tetapi harus di ikuti dengan amalan. Sebab ilmu apabila tidak disertai dengan amalan, ia tidak dapat memberi manfaat sama sekali.
Demikian Allah memberikan perumpamaan sekaligus ancaman bagi orang yang rakus terhadap dunia padahal ilmu telah ada padanya. Selayaknya bagi orang yang telah di anugerahi ilmu adalah selalu megiringinya dengan amalan dan selalu menjadikan ridho Allah sebagai orientasi utama. Dalam sebuah atsar disebutkan bahwasanya yang dinamakan orang alim sejatinya adalah orang yang takut kepada Allah SWT. Wallahu a’lam..
 (Diintisarikan dari tafsir Ibnu Qoyyim, Syaikh Muhammad bin Uwais)

0 komentar:

Posting Komentar