URGENSI MENJAGA SALAMATUL AQIDAH
PENGANTAR SYARH AQIDAH THAHAWIYAH
PENGANTAR SYARH AQIDAH THAHAWIYAH
Hakikat aqidah adalah pondasi dari dinul Islam ini, rukun yang pertama dari lima rukun Islam maka sudah menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk memberikan perhatian yang besar kepadanya dan memprioritaskannya dengan menjaganya serta mempelajarinya, sehingga seseorang senantiasa bisa berada di atas jalan kebenaran, kebaikan dan kearifan, berada di atas manhaj aqidah yang benar sebab Ad-Diin apabila dibangun di atas pondasi yang benar maka ia akan menjadi kuat kokoh dan pastinya diterima di sisi Allah Ta’ala, akan tetapi jikalau agama ini dibangun di atas sebuah pondasi yang lemah mudah tergoyahkan, maka agama ini pun akan menjadi rusak tatanannya kabur nilai-nilai kebenarannya.
Maka dari pada otu para ulama pun sangat mencurahkan perhatian mereka kepada yang satu ini dan tidak sekali-kali mengada-ada dengan hanya sekedar menyandarkan kepada akal fikirannya semata dalam menjelaskannya, bahkan para ulama kontemporer telah dan harus mengambil riwayat dalam permasalahan aqidah dari para pendahulu mereka. Karena dalam hal ini, aqidah yang bersumber langsung dari Allah dan Rasulullah kemudian ditalaqqi oleh para sahabat kepada Rasulullah, mereka ridlwanullah ‘alaihim tidak pernah sekalipun ada keraguan terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah sehingga aqidah mereka terbangun di atas pondasi Al-Qur’an dan Sunnah, tidak terkontaminasi dengan berbagai pikiran-pikiran yang meruntuhkan pondasi aqidah mereka dan belum terlalu banyak perselisihan maupun perbedaan pendapat diantara mereka, cukup apa yang dikatakan oleh Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mereka yakini dan mereka berpegang teguh kepadanya. Namun pada saat itu mereka belum butuh untuk menyusun tulisan-tulisan atau karangan-karangan, karena masalah i’tiqod/keyakinan bagi mereka adalah suatu hal yang qoth’i dan dikembalikan kepada individu, tetapi baru mereka angsurkan kepada para murid mereka dari kalangan tabi’in yang menimba ilmu kepada mereka itupun belum banyak terjadi perdebatan dan adu argumen di antara mereka.
Akan tetapi setelah timbulnya banyak perdebatan juga munculnya beberapa aliran pemikiran serta telah merasuknya berbagai keyakinan yang menyimpang mulailah berkembang dalam tubuh umat Islam sekte-sekte sesat yang tidak merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah menyimpang dari ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mulailah para ulama’ salaf merenungkan akan kebutuhan kepada penjelasan aqidah islamiyah shohihah melalui tulisan, melalui jalur periwayatan kepada para kader penerus setelah mereka agar kebenaran dan keotentikan aqidah islamiyah ini bisa terjaga sehinga bisa sampai kepada generasi-generasi umat di kemudian hari. Mereka pun mulai menulis, menyusun kitab-kitab aqidah yang kemudian dijadikan refrensi oleh para ulama’, tholibul ilmi yang hidup setelah mereka bahkan kelak sampai hari kiamat.
Dan demikianlah sebagai salah satu bentuk penjagaan dan pemeliharaan yang diadakan oleh Allah Ta’ala terhadap dinul Islam ini, yakni dengan melimpahkan anugerah-Nya kepada diin ini para pembawa panji yang amanah yang senantiasa menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang murni datang dari Allah dan Rasul-Nya kepada genarasi umat di hari kemudian, mereka menyanggah takwilan para pendusta dan tasybih (penyerupaan Al-Khaliq dengan makhluq) yang dilakukan para musyabbih (pembuat tasybih) sehingga keabshahan aqidah Islamiyah ini bisa diwariskan dari para salaf kepada para khalaf.
Diantara sekian ulama, para pengikut madzahib arba’ah jugalah yang termasuk memberikan banyak perhatian kepada aqidah islamiyah ini, mereka pelajari, mereka hafalkan dan juga mereka tuangkan dalam kitab-kitab mereka sesuai dengan manhaj kitabullah dan Sunnah Rasulullah alaihis shalatu wasallam beserta para shahabat radliyallahu ‘anhum juga para tabi’in rahimahumullah. Mereka membantah serta meluruskan i’tiqod yang merusak dan menyimpang, kemudian mereka berikan keterangan serta mereka ungkap kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya, bahkan bukan hanya para imam madzahib arba’ah namun juga dari kalangan para ulama’ ahli hadits pun turut ikut ambil andil sehingga tersebutlah semisal; Ishaq bin Rohuyah, Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Qutaibah, dsb. Begitu juga dari kalangan mufassirin tersebutlah semisal, Ibnu Jarir, Ath-Thabari, Ibnu Katsir, Al-Baghawi, dsb.
Mereka para aimmah tersebut banyak menyusun dan mengarang kitab seputar permasalahan aqidah, maka diantara mereka ada yang mengistilahkan aqidah dengan beberapa istilah, ada yang menamakan kitab karangan mereka dengan “As-Sunnah”, semisal; kitab As-Sunnah karangan Ibnu Abi ‘Ashim, kitab As-Sunnah karangan Imam Ahmad bin Hanbal, As-Sunnah karangan Al-Khallal, dsb. Sebagian dari mereka juga ada yang menamakan kitab karangan mereka dengan penamaan “Asy-Syari’ah”, semisal Imam Al-Ajuri yang mengarang kitab Asy-Syari’ah, dan diantara mereka juga ada yang menamakan kitab karangan mereka dengan Al-Fiqh Al-Akbar semisal Imam Abu Hanifah yang mengarang kitab Al-Fiqh Al-Akbar.
Dari kalangan para ulama’ yang juga tehitung ikut ambil andil dalam menyusun kitab berkaitan dengan permasalahan aqidah adalah imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah Al-Azdi Ath-Thahawi, seorang yang alim pada masa abad ke-3 berasal dari Mesir, beliau menyusun berbagai permasalahan aqidah secara ringkas namun sangat bermanfaat dan berguna yang terangkum dalam kitabnya “Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah”.
0 komentar:
Posting Komentar