Jumat, 04 Januari 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

Syarh Matan Aqidah Thahawiyah 43-48

Syarh Matan Aqidah Thahawiyah 43-48

وَقَدْ عَلِمَ اللَّهُ تَعَالَى فِيمَا لَمْ يَزَلْ عَدَدَ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَعَدَدَ مَنْ يَدْخُلُ النَّارَ جُمْلَةً وَاحِدَةً فَلَا يُزَادُ فِي ذَلِكَ العدد ولا ينقص منه
“ Dan sesunguhnya Allah Ta’alla telah mengetahui sejak zaman azali jumlah orang yang masuk surga dan jumlah orang yang masuk neraka secara keseluruhan, maka jumlah itu tidak akan bertambah dan tidak akan berkurang”.

  Imam At-Thahawi menjelaskan bahwa matan ini berkaitan dengan masalah Qhada’ dan Qhadar, yang mana beriman kepada Qhada’ dan Qhadar adalah bagian dari rukun iman yang enam, sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi waa salam.
 الايمان أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ  

“ Iman adalah anda beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya,hari akhir, dan beriman kepada takdir yang baik dan takdir buruk”

Dan dalam Al-Qur’an pula terdapat firman-Nya:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“ Sesunguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ketentuan takdir (Qs :Al- Qamar:49)”
Maka tidak ada sesuatupun yang tidak punya ketentuan takdir, atau terjadi secara kebetulan, atau terjadi dengan sendirinya, sesunguhnya segala sesuatau yang terjadi adalah telah di takdirkan dan dituliskan.
Beriman kepada Qhada’ dan Qadar mencangkup empat tingkat, yang dapat penulis ringkas sebagai berikut:
Tingkat pertama: Beriman kepada ilmu Allah Ta’alla yang mencangkup dan melingkupi segala sesuatu, yang mana Allah Ta’alla telah mengetahui segala sesuatu sejak zaman azali, meliputi apa yang tengah terjadi dan yang tidak terjadi.
Tingkat kedua: Bahwasanya Allah telah menuliskan segala sesuatu di dalam Laukh Mahfudz yang meliputi segala takdir makhluk-Nya. Sebagaimana hal ini di sabdakan Nabi SAW, tentang penciptaan pena.
Tingkatan ketiga: kehendak (Al-Masyi’ah) Allah Ta’alla. Tidak ada sesuatu apapun yang terjadi di alam semesta ini melainkan atas kehendak Allah. Sebagai mana yang tertulis di Lauhul Mahfudz  dan di dalam ilmu-Nya.
إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
“ Sesunguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki”. (Al-Hajj:14)



Tingkat keempat: Allah menciptakan dan mengadakan apa yang Allah kehendaki dan Allah inginkan maka akan Dia adakan danDia ciptakan.
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
“ Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatau”. (Az-Zumar:62)
Pernah pula suatu saa Rosulullah SAW di tanya oleh salah seorang sahabatnya “ Wahai Rosulullah tidakkah kita bergantung saja dengan ketentuan tertulis kita itu dan meningalkan amal? Beliau menjawab:
لااعملوا فكلوا ميسر لما خلق له
“ Tidak, beramallah karna setiap orang di mudahkan kepada apa ia di ciptakan”.

وَكَذَلِكَ أَفْعَالُهُمْ فِيمَا عَلِمَ مِنْهُمْ أَنْ يَفْعَلُوهُ وَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ وَالْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ وَالسَّعِيدُ مَنْ سَعِدَ بِقَضَاءِ اللَّهِ وَالشَّقِيُّ مَنْ شقي بقضاء الله
“Demikian juga amal perbuatan mereka hanya berkutat pada apa yang Allah ketahui dari mereka apa yang akan mereka kerjakan. Dan setiap orang di mudahkan kepada apa dia di ciptakan. Amal perbuatan tergantung amal di akhir hidupnya. Orang yang bahagia adalah orang yang bahagia dengan ketentuan Allah, dan orang yang sengsara adalah orang yang sengsara dengan ketentuan Allah’.

Sunguh Allah Ta’ala mengetahui segala amal perbuatan manusia sejak zaman azali, dan Allah Ta’ala tidaklah memberikan tangungan kepada manusia di luar kemampuanya dan setelah kesusahan pastilah ada kemudahan.
Begitu pula manusia janganlah kita tertipu dengan amalan-amalan baik kita hari ini, di karnakan segala perbuatan itu tergantung pada akhir dari amalan kita, sebagaimana hadist yang di sabdakan Nabi Shalallahu alihi wa salam yang menceritakan tentang akhir perbuatan seorang hamba.
Manusia tidak sengsara dengan ketentuan Allah, akan tetapi dia sengsara dengan amalanya yang Allah takdirkan baginya, barang siapa yang Allah takdirkan bahwa dia akan sengsara atau bahagia, maka dia akan Allah mudahkan baginya.

وَأَصْلُ الْقَدَرِ سِرُّ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ لَمْ يَطَّلِعْ عَلَى ذَلِكَ مَلَكٌ مُقَرَّبٌ وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ وَالتَّعَمُّقُ وَالنَّظَرُ فِي ذَلِكَ ذَرِيعَةُ الْخِذْلَانِ وَسُلَّمُ الْحِرْمَانِ وَدَرَجَةُ الطُّغْيَانِ فَالْحَذَرَ كُلَّ الْحَذَرِ مِنْ ذَلِكَ نَظَرًا وَفِكْرًا وَوَسْوَسَةً فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى طَوَى عِلْمَ الْقَدَرِ عَنْ أَنَامِهِ وَنَهَاهُمْ عَنْ مَرَامِهِ كَمَا قال الله تَعَالَى فِي كِتَابِهِ: (لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ) [الْأَنْبِيَاءِ: 23]. فَمَنْ سَأَلَ لِمَ فَعَلَ؟ فَقَدْ رَدَّ حُكْمَ الْكِتَابِ وَمَنْ رَدَّ حُكْمَ الكتاب كان من الكافرين

“Pokok  dasar masalah Qhadar adalah rahasia Allah terhadap makhluk-Nya. Rahasia tersebut tidak pernah di lihat oleh seorang malaikat yang dekat dengan Allahdan tidak pula seorang Nabi yang di utus. Mendalami dan meneliti masalah itu terlalu jauh adalah jalan kehinaan, tanga yang terlarang dan derajat orang- orang yang angkuh. Maka haruslah hati-hati dalam masalah tersebut  dari cara pandang, pikiran dan was-was.  Karena sesunguhnya Allah menutup ilmu tentang Qhadar dari pengetahuan makhluk-Nya. Dan Allah melarang mereka dari keinginan mereka untuk mengetahuinya. Sebagai mana firman Allah Ta’alla “ Dia tidak di tanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan di tanyai (Al-Anbiya’:23). Maka barang siapa yang bertanya “Kenapa Allah berbuat demikian ? berarti dia telah menolak hukum Al-Qur’an. Dan barang siapa telah menolak atau membantah hukum Al-Qur’an maka dia termasuk di antara orang-orang kafir”.

Siapapun orangnya tidak akan sangub mencapai rahasiaNya, bagaimanapun anda berusaha untuk mencari tahu tentang ketentuan Qada’ dan Qadar , maka anda tidak perlu membebani diri anda, akan tetapi cukup mengimani Qhada’ dan Qadar, dan beramal shaleh dan meningalkan segala yang dilarang oleh-Nya.
Masalah ini adalah urusan Allah Ta’ala dan termasuk dalam masalah ghoib yang mana tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala, tidak pula malaikat-malaikatNya ataupun para utusan-utusanNya, Bahkan Nabi Shalallahu alaihi wa salam pernah berkata(yang di abadikan di dalam Al-Qur’an).
وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ
“ Dan sekiranya aku mengetahui yang ghoib tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya” (Al –A’raf:188).
Sedangkan menyibukan dalam hal ini hanya akanmemunculkan keragu-raguan dalam iman dan juga akan menghasilkan kemalas-malasan dalam bekerja, yang mana tanda seorang hamba di telantarkan oleh Allah adalah dengan ia di sibukan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.
Maka hendaklah berhati-hati di dalam masalah ini, baik di dalam menkaji dan mendalami hal ini serta di dalam berpikir tentangnya dan ragu-ragu akan hali ini, tingalkanlah diri dari menyibukan hal-hal ini, bahkan tutuplah pintu permasalahan ini.
Bahkan Rosulullah Shalallahu alaihi wa salam marah ketika menyaksikan sejumlah sahabat beliau berbincang di dalam masalah in,
أبهذ أمرتم؟ أم لهذاخلقتم
“ Apakah dengan ini kalian di perintahkan? Ataukah untuk ini kalian di ciptakan?”
Begitu pula firman Allah Ta’ala:
(لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ) [الْأَنْبِيَاءِ: 23]
“ Dia tidak di tanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan di tanyai (Al-Anbiya’:23).

Maka barang siapa yang bertanya “kenapa Allah mentakdirkan seperti ini? Dan berbuat begini ?”  dan orang-orang yang mengatakan seperti ini, maka hakekatnya ia telah membantah ataupun menolak hukum Al-Qur’an, karna Allah Ta’ala berfirman.
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ
“ Dia tidak di tanya tentang apa yang diperbuat-Nya…(Al-Anbiya’:23).
Dan barang siapa telah menolak atau membantah hukum Al-Qur’an maka dia termasuk di antara orang-orang kafir.
فَهَذَا جُمْلَةُ مَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ مَنْ هُوَ مُنَوَّرٌ قَلْبُهُ مِنْ أَوْلِيَاءِ اللَّهِ تَعَالَى وَهِيَ دَرَجَةُ الرَّاسِخِينَ فِي الْعِلْمِ لِأَنَّ الْعِلْمَ عِلْمَانِ: عِلْمٌ فِي الْخَلْقِ مَوْجُودٌ وَعِلْمٌ فِي الْخَلْقِ مَفْقُودٌ فَإِنْكَارُ الْعِلْمِ الْمَوْجُودِ كُفْرٌ وَادِّعَاءُ الْعِلْمِ الْمَفْقُودِ كُفْرٌ وَلَا يَثْبُتُ الْإِيمَانُ إِلَّا بِقَبُولِ العلم الموجود وترك طلب العلم المفقود
  “  Semua ini adalah prinsip dasar yang di butuhkan oleh seseorang yang di terangi hatinya dari para kekasih Allah. Inilah derajat orang-orang yang mendalami ilmu-Nya. Karena ilmu itu ada dua macam : ilmu syari’at yang di ajarkan Allah kepada manusia (al-ilmu al- maujud) dan ilmu yang tidak dapat di ketahui oleh makhluk (al-ilmu al-mafqud). Mengingkari Al-Ilmu al- Maujud adalah suatu kekufuran dan sebaliknya, mengklaim Al-Ilmu Al-Maqfud  juga sesuatu kekufuran. Tidak akan tetap sah keimanan seseorang kecuali dengan menerima Al-Ilmu Al-Maujud dan meningalkan pencarian Al-Ilmu –Al- Maqfud”.
Yaitu kita mengimani Qhada’ dan Qadar dan menjauhi diri dari majelis-majelis yang membahas terlalu jauh dan berbagai perdebatan-perdebatan, akan tetapi cukup bagi kita beramal shalih dan melakukan sebab-sebab yang sesuai. Maka hendaklah kita memperdalami ilmu, sehinga kita termasuk ke dalam golongan Ar-roskhuna fiil ilmu (yaitu orang-orang yang mantab di dalam ilmu) sehinga tidak akan timbul pada dirinya akan keragu-raguan dan kejahilan.
Adapun ilmu itu ada dua macam : pertama ilmu yang hanya Allah yang hanya mengetauinya yaitu ilu ghaib (Al-ilmu al- Maqfud).
Kedua: yaitu ilmu yang dapat di jangkau oleh makhlukNya, yang Allah mengajarkan kepada makhluknya, yaitu apa yang mempunyai maslahat bagi mereka (al-ilmu al- maujud)  .
Sebagai mana Allah Ta’ala berfirman:
وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“.... Dan mengajarkan kepada mereka Al-Qur’an dan As-Sunnah(Al-Baqarah:129)
Sehinga mengingkari ilmu syari’at (al-ilmu al- maujud) dengan segala kandunganya berupa perintah dan larangan, kabar yangtelah lalu dan yang akan datang, adalah sesuatu kekufuran.
Dan mengklaim mengetahui ilmu ghaib  (Al-ilmu al- Maqfud), juga kekufuran.


قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
’Katakalah, tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib , kecuali Allah(An-Naml: 65)
Maka tidak sah iman seseorang kecuali ia menerima ilmu syari’at, dan menolak ilmu ghaib untuk Allah semata.

وَنُؤْمِنُ بِاللَّوْحِ وَالْقَلَمِ وَبِجَمِيعِ مَا فِيهِ قَدْ رقم فَلَوِ اجْتَمَعَ الْخَلْقُ كُلُّهُمْ عَلَى شَيْءٍ كَتَبَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ أَنَّهُ كَائِنٌ لِيَجْعَلُوهُ غَيْرَ كَائِنٍ لَمْ يَقْدِرُوا عَلَيْهِ وَلَوِ اجْتَمَعُوا كُلُّهُمْ عَلَى شَيْءٍ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ لِيَجْعَلُوهُ كَائِنًا لَمْ يَقْدِرُوا عَلَيْهِ جَفَّ الْقَلَمُ بما هو كائن إلى يوم القيامة وَمَا أَخْطَأَ الْعَبْدَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ وَمَا أصابه لم يكن ليخطئه
“ Dan kita beriaman kepada Al-Lauh Al mahfudz dan kepada Al-Qalam dan segala yang sudah tertulis padanya. Maka jika semua makhluk telah sepakat terhadap sesuatu yang telah Allah tetapkan untuk terjadi, agar tidak terjadi niscaya mereka tidak akan mampu melakukanya, dan jika mereka bersepakat terhadap sesuatu yang tidak Allah tetapkan untuk terjadi, agar terjadi niscaya mereka tidak akan mampu untuk melakukanya. Pena telah kering setelah menuliskan semua yang akan terjadi sampai hari kiamat, dan apa yang luput dari seorang hamba tentu tidak akan menimpanya, dan apa yang menimpanya tentu tidak akan luput.

Apabila anda telah mengetahui akan hal ini maka hati anda akan menjadi tenang, dan segala ketetapan adalah milik Allah Ta’ala, dan yang harus anda lakukan adalah berusaha mencapai kemaslahatan bagi diri anda, sedangkan hasil akhir adalah milik Allah Ta’ala.

وَعَلَى الْعَبْدِ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّ اللَّهَ قَدْ سَبَقَ عِلْمُهُ فِي كُلِّ كَائِنٍ مِنْ خَلْقِهِ فَقَدَّرَ ذَلِكَ تَقْدِيرًا مُحْكَمًا مُبْرَمًا لَيْسَ فِيهِ نَاقِضٌ وَلَا مُعَقِّبٌ وَلَا مُزِيلٌ وَلَا مُغَيِّرٌ وَلَا نَاقِصٌ وَلَا زَائِدٌ مِنْ خَلْقِهِ فِي سماواته وأرضه وَذَلِكَ مِنْ عَقْدِ الْإِيمَانِ وَأُصُولِ الْمَعْرِفَةِ وَالِاعْتِرَافِ بِتَوْحِيدِ اللَّهِ تَعَالَى وَرُبُوبِيَّتِهِ كَمَا قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ: (وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا) [الْفُرْقَانِ: 2] وَقَالَ تَعَالَى: (وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مقدورا) [الأحزاب: 38] فويل لمن صار لله تعالى في القدر خصيما وأحضر للنظر فيه قَلْبًا سَقِيمًا لَقَدِ الْتَمَسَ بِوَهْمِهِ فِي فَحْصِ الْغَيْبِ سِرًّا كَتِيمًا وَعَادَ بِمَا قَالَ فِيهِ أفاكا أثيما
“Seorang hamba hendaklah mengetahui bahwasanya Allah telah terlebih dahulu mengetahui segala sesuatu yang terjadi dari makhluk-Nya. Allah menakdirkan hal itu dengan takdir yang pasti dan baku. Tidak ada yang dapat membatalkan, tidak ada yang menyalahkan, tidak ada yang dapat menghapus, dan tidak ada yang bisa merubah semua ketetapanya, todak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih dari makhluk-Nya, baik di langit ataupun di bumiNya. Itu adalah di antara tingkatan iman dan pkok ma’rifat. Dan pengakuan terhadap tauhid rububiyah Allah, sebagaiman firman Allah Ta’ala di dalam kitab-Nya,” Dan dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan takdi-takdir-Nya dengan serapi-rapi-Nya.” (Al –Furqan:2). Dan Dia juga berfirman “ Dan ketetapan Allah itu adalah suatu Qadar (ketetapan ) yang pasti berlaku,’(Al-Ahzab:38). Celakalah bagi penentang Allah dalam masalah Qadar. Dan menghadirkan hati yang sakit untuk mengkaji di dalam Qhada’ dan Qadar. Sunguh dia telah mencari keragu-raguanya dalam meneliti perkara ghaib yang merupakan rahasia yang tertutup rapat. Dan orang tersebut kembali dengan apa yang di katakanya sebagai penduata yang penuh dosa.”

Beriman kepada Qhada’ dan Qadar merupakan masalah yang primer atau pokok dan bukan merupakan masalah sekunder, yang mana hal ini termasuk dari rukun iman dan masuk ke dalam tauhid Rububiyah, karena hal itu termasuk ke dalam perbuatan-perbuatan Allah  Ta’ala, dan barang siapa yang menggingkari Qhada’ dan Qadar maka ia tidak beriman terhadap Tauhid Rububiyah.
Orang yang masuk ke dalam masalah-masalah Qadar dan ragu –ragu maka sama saja ia telah menentang Allah Ta’ala. Maka janganlah anda banyak bertanya dan banyak mempermasalahkan di dalam hal ini, karena akan menimbulkan keragu-raguan dan kebimbangan serta kegoncangan batin yang dapat merusak aqidah mereka sendiri.
Sedangkan hal ini tidaklah mampu di jangkau oleh akal dan pikiran baik dengan mengkaji dan meneliti hal ini, maka hal ini hanyalah akan menimbulkan perkataan dusta yang di penuhi dengan dusta.

0 komentar:

Posting Komentar