Jumat, 30 November 2012

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

29. BATASAN MENGGUNAKAN LAFADZ SELAIN BAHASA ARAB DAN ARAB


BATASAN MENGGUNAKAN LAFADZ SELAIN BAHASA ARAB DAN ARAB

Menggunakan lafadz ‘ajam sesungguhnya dia orang a’jam, karena kalimat pertama digunakan ‘ajam, menggunakan lafadz setelah a’jam lafadz arab tidak mengapa (boleh), maka apabila orang arab menamai anaknya dangan ibrohim atau selain itu dari kata-kata a’jam .lafadz itu tidak dikatakan lafadz arab dengan susunan bukan asli setelah itu.
Memutuskan bahwa lafadz ini tidak dikatan arab kecuali susunan awalnya arab, walaupun susunan setelanya bukan bahasa arab.
Maka muncul batasan agar menjadi lafadz itu arab atau a’jam ketika meletakannya diawal.
Lafadz a’jam adalah yang susunannya awalnya dengan lafadz a’jam.
Lafadz arab adalah yang susunannya awalnya dengan lafadz  arab.
Kalimat tanya dalam istilah bahasa ada 10:
1.2.(ما) dan(ما هو) : kedua kata itu menanyakan tnetang hakikat sesungguhnya.
3.(أي) :menanyakan tentag suatu pilihan.
4.(كيف) :menanyakan tentang keadaan.
5.(من)       :menanyakan tentang seseorang.
6.(هل) :menanyakan tentang wujud sesuatu.
7.(متي) :menanyakan zaman(waktu).
8.(أين) :menanyakan suatu tempat.
9,10.(كم) (كأين) :menanyakan dengan kedua kata itu tentang jumlah.
Dan setiap lafad diatas adalah jawaban atas lafadz yang digunakan dengan sesuai.
Maka apabila dikatakan : sesuatu seperti apa manusia itu? Maka jangan dijawab: (hewan yang berbicara) tapi jawablah : (yang berbicara)karena itu sudah dapat dibedakan.
Dan Apabila  dikatakan : apa itu manusia? Atau siapa manusia? Maka katakan : hewan yang berbicara, karena itu adalah hakikat sesungguhnya.
Dan Apabila  dikatakan : kapan safar? Maka katakan : besok, jangan katakan : di depanmu.
Dan Apabila  dikatakan : dimana zaid? Maka katakan : di depanmu , dan jangan katakan : besok.
Kurang lebih seperti ini.

10 kalimat yang hakikatnya tidak menggantungkan kecuali dengan kalimat sebelumnya
Yaitu kalimat : perintah, larangan, do’a, syarat, balasan-balasannya, janji, ancaman, angan-angan, harapan, hal membolehkan.
Sisi pengkhususannya  dengan kalimat yang akan datang
Perintah, larangan, do’a, angan-angan, harapan:perintaan, permintaan yang lalu yang tidak mumgkin, keadaan yang ada, meminta pencapaian sesuatu hasil kemudian melihat yang akan datang.
Sedangkan syarat. Imbalan ini  berhubungan dengan sesuatu yang masih diragukan tentang hasilnya. Meragukan tentang hasil sesungguhnya terjadi hanya di masa akan datang.
Sedangkan janji dan ancaman hal ini berkaitan dengan mencegah dan menganjurkan sesuatu yang akan datang sesuai yang diharapkan dari janji yang baik atau yang buruk (ancaman), dan harapan tidak terjadi kecuali di masa yang akan datang.
Dan mubah untuk memilih antara melakukan dan meninggalkan, sedangkan memilih hal ini menghilangkan  sesuatu yang akan datang, karena yang lalu dan akan datang sudah jelas. 

Perbedaan Antara Letak, Penggunaan Dan Kandungan
Letak dalam istilah para ulama : yaitu memisahkan dengan menajdikan lafadz dalil terhadap ma’na, seperti penamaan Al-walid kholidan, dan in adalah letak secara bahasa.
            Sebagaiman memisahkan atas pengguasaan penggunaan lafadz dalam ma’na sampai menjadi mashur dalan hal ini disbanding yang lain. Dan ini diletakan pada 3 macam:
 As-syar’I : contoh as-sholat.
Kebiasaan yang umum : contoh ad-dabah.
Kebiasaan yang khusus : contoh mibtada’ dan khobar  pada para ahli nahwu.
Penggunaan : yaitu memisahkan suatu kata, hendak menamainya dengan menetapkan. Yaitu yang  sesungguhnya atau menamainya selain untuk mengkaitkan diantara keduanya yaitu majaz.
Penggunan  : pendapat yang diamaksudkan oeleh sang pembicara dari yang diucapkan.
Seperti perkatan para ulama : Imam As-Syafi’I berpendapat tentang ayat :
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ketika sudah suci, pendapat ini yang dimaksudkan oleh allah tentang ayat ini, sedangkang Abu Hanifah berpandapat saat haidh, ini yang Allah Ta’ala maksudkan tentang ayat ini, dengan mengutamakan kandungan kemudian dalil yang di lafadzkan.
Secara ringkas yang didahulukan yaitu letak kemudian kandungan kemudian penggunan.

Kelipatan : kepedekan : perintah menghitung dua kali.contoh sabda Nabi SAW : tidak ada kelipatan dalam shodaqoh. Maksudnya jangan mengambi shodaqoh setahun 2 kali.
   (أيش) sesuatu apa : singkatan dari (أي شيء) ? dan orang arab biasa mengucapkan dengan itu.
Buku:  nama untuk kumpilan bagian dari ilmu yang meliputi bab, pasal dan masalah lazim(yang ada).
Bab :  :  nama untuk kumpilan bagian dari ilmu yang meliputi bab, pasal.
Pasal : nama untuk kumpilan bagian dari ilmu yang meliputi masalah lazim(yang ada).
Yang Diuraikan : yaitu tenpat untuk bahs, yaitu pokok penelitian sesuatu sampai mendalam, kemudian disertai dasar dalam menjelaskan dan  menerangkan .
Al-Muqodimah : yaitu permulaan yang mengungkapkan maksud dan tujuan.
At-Tahqiq : menetapkan suatu permasalahan disertai dalil.
Ad-Daqiq : menetapkan suatu dalil dengan dalil yang lain.
Al-Qoyd : sesuatu yang dengan tujuan untuk mengumpulkan atau melarangan atau menjelasankan yang terjadi.
At-tanbiyah : yaitu menjaga dari kecerdikan, ma’nanya menjaga, atau kecerdasan ini yang dimaksudkan disini.
Al-Faidah :
secara bahasa :setiap apa yang bermanfaat dari ilmu atau yang lain.
Secara pengetahun : setiap kemaslahatan  ditujukan kepada suatu pekerjaan.
Al-Masalah :
secara bahasa : pertanyaan 
Secara pengetahun : yang diminta dari ketrangan yang punya dasar ilmu.
At-tatimah : sesuatu yang melengkapi kitab atau kitab
A-Khotimah :
Secara bahasa : akhir dari sesuatu.
Secara istilah : ucapan khusus yang diucapkan di akhir kitab atau bab.
‘Abadalah Al-Arba’ah
1.      ‘Abdullah bin Zubair RA
2.      ‘Abdullah bin Amru bin Al-Ash RA
3.      ‘Abdullah bin Umar bin Al-Khotob RA
4.      ‘Abdullah bin ‘Abbas RA
Dan sebagian mereka di didik didalam satu tempat, sebagaiman  dikatakan:
“anak-anak ‘abbas, amru, umar, dan Az-zubair mereka ‘abdullah-‘abdullah yang mulia.”
Dan mereka hidup dalam waktu yang cukup lama sampai manusia cukup dalam membutuhkan ilmu mereka.  
Fuquha Madinah Yang Tujuh
1.      Sa’id bin al-misayyab bin bin abi wahb.  Wafat pada tahun 94 h.
2.      ‘urwah bin az-zubair bin al-‘awam . Wafat di madinah pada tahun 93 h
3.      Abdullah bin abdillah bin ‘utbah bin mas’ud al-hadhali. Wafat di basroh pada tahun 98 h.
4.      Abu bakar bin abdurrohman bin al-harisah bin hisam bin mughirah.wafat di madinah pada tahun 94 h.
5.      Khorijah bin zaid bin tsabit bin adh-h-dhohak al-anshori. Wafat di madinah pada tahun 99 h.
6.      Sulaiman bin yasar al-hilali al-madini wafat pada masa khilafah yazid bin malik pada tahun 108 h.
7.      Al-qosim bin muhammad bin abu bakar as-shidiq ra . Wafat pada tahun 108 h.
Ustadz abu manshur al-baghdadi berkata dalam kitab “al-ushul al-khomsatu ‘asaro”  : 4 sahabat yang telah menyempurnakan pembahasan tentang ilmu Fiqih yaitu : Ali, Zaid, Inbu ‘Abbas Dan Ibnu Mas’ud.
Mereka (4) berijma’ terhadap suatu masalah dengan suatu pendapat, dan umat sepakat terhadap pendapatnya selain orang yang meng-ada dan perselisihannya tidak dianggap.
Dan setiap mpermasalahan Ali RA mengeilmunya sebagaimana pendapat seluruh  sahabat yang mengikutinya seperti Ibnu Abi Laily, As-Sa’bi, Dan ‘Ubaidah As-Salmani.
Dan setiap mpermasalahan Zaid RA mengeilmunya sebagaimana pendapat yang mengikutinya seperti As-Syafi’i, malik dan kebanyakan dari pengikutnya, dan yang mengikuti Khorijah Bin Zaid itu pasti.
Dan setiap mpermasalahan Ibnu Mas’ud RA mengeilmunya sebagaimana pendapat yang mengikutinya seperti ‘Alqomah, Al-Aswad, Abu Ayyub.
Selururuh ilmu shahabat terhimpun pada 6 orang shahabat yaitu : Umar, Ubay Bin Ka’ab, Zaid Bin Tsabit, Abu Dzar, Dan ‘Abdullah Bin Mas’ud.
Dan terhimpunnya ilmu shohabat yang 6 yaitu : pada ‘Ali dan Ibnu ‘Abas,
Imam An-Nawawi berkata : yang paling banyak fatwa adalah  riwayat  Ibnu Abbas.
Nabi SAW menetapkan ada 114 ribu shahabat yang meriwayatkan  dan mendengar hadist langsung darinya.
Paling banyak meriwayatkan hadist : Abu Huroiroh 5384 hadist.
Kemudian : Ibnu ‘Umar  RA 2630 hadist.
Kemudian :  Anas  RA sekitar   2286 haist.
Kemudian :  ‘Aisyah RA sekitar   2210 hadist.
Kemudian :  Ibnu Abbas RA  sekitar 1660 hadist.
Kemudian : Jabir RA sekitar 1540 hadist.
Sumber (hukum)  yang pertama tidak dikatakan kecuali para salaf, mereka yang hidup pada 3 masa pertama yaitu orang-orang yang melihat nabi SAW dan masa mereka adalah sebaik-baik masa.
Ibnu ‘Abbas : maksudnya ‘Abdulloh Bin ‘Abbas RA,
‘Abdullah : apabila disebut ‘Abdillah, pada akhir sanad dalam hadist yang dimaksud adalah ‘Abdulloh Bin ‘Abbas RA.
Tidak dapat mengambil manfaat dari kalimat “Laa Ilaaha Illa Allah”.  kecuali dia mempunyai dalam memahaminya 7 syarat, sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama yaitu : ilmu, yakin, ikhlas, jujur, cinta, terikat dan menerima.

0 komentar:

Posting Komentar