Oleh : Nanang
Imam Safi’i
Ma’had ‘Aly
Al-Islam
BEBERAPA CONTOH IJTIHAD YANG
DILAKUKAN OLEH PARA SHAHABAT
1.
Ijtihad
yang dilakukan oleh 'amar bin yasir, sebagai berikut : artinya: "saya
telah berjunub dan tidak mendapatkan air. Maka saya berguling-guling pada debu
kemudian saya mengerjakan shalat. Lalu hal itu, saya sampaikan kepada nabi saw.
Maka beliau bersabda: sesungguhnya cukup kamu melakukan begini nabi menepuk
tanah dengan dua telapak tangannya kemudian meniupnya, lalu menyapukannya ke
wajahnya dan dua telapak tanganya." (hr. Bukhari dan muslim). Pada hadits
di atas, 'ammar bin yasir mengqiyaskan debu dan air untuk mandi dalam
menghilangkan junubnya, sehingga ia dalam menghilangkan junub karena tidak
mendapatkan air itu, dilakukan dengan berguling-guling di atas debu. Namun
hasil ijtihadnya ini tidak dibenarkan oleh rasulullah saw. Hasil ijtihad para
sahabat tidak dapat dijadikan sumber hukum atau tidak mempunyai kekuatan hukum
yang dapat dipedomani oleh kaum muslimin, kecuali jika hasil ijtihadnya telah
mendapat pengesahan atau pengakuan dari rasulullah saw dan tidak diturunkan
wahyu yang tidak membenarkannya.
2.
Umar
bin khattab ra tidak menjatuhkan hukuman potong tangan kepada seseorang yang
mencuri karena kelaparan (darurat/terpaksa)
3.
Ali
bin abi thalib berpendapat bahwa wanita yang suaminya meninggal dunia dan belum
dicampuri serta belum ditentukan maharnya, hanya berhak mendapatkan mut'ah. Ali
menyamakan kedudukan wanita tersebut dengan wanita yang telah dicerai oleh
suaminya dan belum dicampuri serta belum ditentukan maharnya, yang oleh syara'
ditetapkan hak mut'ah baginya, sebagaimana disebutkan dalam firman allah:
artinya: "tidak ada sesuatupun (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu memberikan mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan." (al-baqarah : 236).[1]
artinya: "tidak ada sesuatupun (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu memberikan mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan." (al-baqarah : 236).[1]
Contoh ijtihad yang satu sama lain berbeda pendapatnya dikalangan
shohabah :
4.
Dimaklumi bahwa Alquran melarang seorang
wanita yang bercerai, menikah dengan pria lain sebelum habis masa iddahnya. Di
masa Umar r.a. terdapat kasus, seorang janda melanggar aturan ini, menikah
dengan pria lain ketika masa iddahnya belum habis. Sebagai pemegang otoritas,
Umar menjatuhkan hukuman terhadap kedua orang ini dan memutuskan tali
perkawinan ini mereka. Kemudian Umar r.a. berkata: “Perempuan manapun yang
dinikahkan pada masa iddahnya, jika suami yang memperistrikannya sempat dukhul
maka keduanya diceraikannya dan perempuan itu beriddah dengan sisa iddahnya
dari suami yang pertama kemudian laki-laki itu melamar seperti pelamar-pelamar
lain. Bila terlanjur dukhul maka keduanya diceraikan kemudian perempuan itu
beriddah dengan sisa iddah suami kedua, kemudian laki-laki itu tidak boleh
mengawininya selama-lamanya.” Ali berkata “jika isteri telah habis iddahnya
dari suami yang pertama, maka orang lain jika mau boleh memperistrikannya”.
Keduanya berbeda pendapat dalam mengekalkan haramnya nikah atas suami yang
kedua setelah dukhul dengan perempuan yang sedang beriddah. Tentang kasus
semacam ini tidak terdapat di dalam Alquran maupun as-Sunnah. Ali r.a. dalam
menjawab masalah ini berpegang pada prinsip umum, tidak ada larangan abadi.
Maka cukuplah diberikan hukuman fisik dari perceraian, serta iddah ganda.
Sementara Umar r.a. dalam mengambil sikap keras itu karena menutup pintu
kesalahan yang sama bagi orang lain.
5.
Abu
Bakar tidak memberikan warisan kepada saudara-saudara kakek. Adapun Umar
memberikan bagian mereka. Abu Bakar menjadikan kakek sebagai ayah dan saudara
tidak mewaris bersama ayah, berdasarkan nash dan Umar tidak menjadikannya
demikian, dan Zaid bin Tsabit sependapat dengan ini.
6.
Ibnu
Mas’ud berfatwa dan Umar bin Khattab menyetujuinya bahwa: wanita yang dicerai,
tidak haidnya yang ketiga. Zaid bin Tsabit berfatwa, bahwa: wanita itu keluar
dari iddahnya kapan saja ia masuk dalam haid yang ketiga. Tempat timbulnya
perbedaan adalah perbedaan mereka dalam kata quru’, apakah quru’ itu berarti
suci sebagaimana dipahamkan oleh Zaid bin Tsabit dan orang lain apakah quru’
itu haid, sebagaimana dipahamkan oleh Ibnu Mas’ud.
7.
Umar
bin Khattab berfatwa bahwa: wanita yang dicerai putus (Thalak Bain) itu,
mendapat nafkah dan tempat tinggal. Ketika sampai pada hadis Fathimah binti
Qais bahwasanya Rasulullah tidak memberikan nafkah dan tidak pula tempat
tinggal baginya setelah perceraian yang ketiga, maka ia berkata: kita tidak
meninggalkan kitab Tuhan dan Sunnah Nabi kita karena perkataan seorang
perempuan yang barangkali ia hafal atau lupa.
8.
Umar
dan Ibnu Mas’ud menetapkan bahwa: iddah perempuan hamil yang kematian suaminya
ialah sampai ia melahirkan kandungannya. Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa:
ketentuan iddah hamil adalah pengecualian (Mukhashshis) dari iddah wafat, karena
surah al-Thalak diturunkan sesudah al-Baqarah. Berbeda dengan itu, Ali bin Abi
Thalib dan Ibnu Abbas berpendapat bahwa: terhadap perempuan tersebut diberi
iddah yang panjang dari iddah hamil dan wafat.
9.
Abu Musa al-Asy’ari berfatwa bahwa: cucu
perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) tidak mendapat warisan bila ia
mewarisi bersama anak perempuan dan saudara perempuan, akan tetapi setelah
kasus yang sama diajukan kepada Ibnu Mas’ud, ia menetapkan sesuai dengan
keputusan Rasulullah yaitu bagi anak perempuan seperdua, cucu perempuan
seperenam dan sisanya untuk saudara perempuan.[2]
Sumber :
2.
http://kitabrisalah.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar