Tuduhan Nabi saw
adalah seorang gay
Keutamaan
Al-Hasan dan Al_Husein bin Ali
Diriwayatkan
dari al-Bara’ bin ‘Azib 4& ia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw.
menggendong al-Hasan bin Ali di atas pundak beliau seraya berkata, “Ya Allah
SWT., aku mencintainya maka cintailah dia.”
Diriwayatkan
oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Syu’bah.1158 Imam Ahmad1159 meriwayatkan
dari Abu Hurairah ia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw. pergi ke pasar
Bani Qainuqa’ dengan dituntun oleh kedua tanganku. Beliau berkeliling di pasar
tersebut. Kemudian kembali dan duduk di dalam masjid. Beliau berkata, ‘Di mana si
Laka’ ? Panggil kemari si Laka’!’ Lalu datanglah al-Hasan
berlari ke arah beliau lalu duduk di pang-kuan beliau. Rasulullah saw.
memasukkan lidah beliau ke dalam mulutnya sembari berkata, “Ya Allah
SWT., aku mencintainya maka cintailah dia dan cintailah orangorang yang
mencintainya.” Beliau katakan sebanyak tiga kali.
Abu
Hurairah berkata, “Tidaklah aku melihat al-Hasan melainkan menetes air mataku
atau berlinang air mataku atau melainkan aku menangis.” Hadits ini shahih
sesuai dengan syarat Muslim dan tidak dikeluarkan oleh keduanya.
Imam
Ahmad1160 meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, “Rasulullah saw.
keluar menemui kami bersama al-Hasan dan al-Husain. Keduaduanya beliau gendong
di atas pundak beliau. Sekali-kali beliau men-cium al-Hasan dan sekali kali
mencium al-Husain, hingga beliau sampai di hadapan kami. Seorang lelaki
berkata, “Wahai Rasulullah saw., engkau kelihatannya sangat mencintai
keduanya.” Rasulullah saw. berkata, “Barangsiapa mencintai keduanya berarti ia telah mencintaiku dan barang-siapa
membuat keduanya marah berarti ia telah membuatku marah.” Imam
Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatan hadits ini.
Diriwayatkan
dalam hadits Ali, Abu Sa’id, Buraidah1161 dan Hudzaifah bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Al-Hasan
dan al-Husain adalah pemimpin para pemuda penduduk Surga, dan
ayah mereka lebih baik daripada mereka.” Dalam hadits Abdullah bin
Syaddad dari ayahnya disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mengimami
mereka shalat dalam sebuah shalat di malam hari. Beliau sujud dan memperpanjang
sujud. Setelah salam beliau berkata kepada para makmum: ” Sesungguhnya
cucuku ini -yakni al-Hasan- naik ke atas punggungku dan aku tidak
ingin mengusirnya hingga ia merasa puas. ” 1162
Ats-Tsauri1163
meriwayatkan dari Abu Zubair dari Jabir ia berkata, “Aku menemui Rasulullah
saw. sementara beliau membawa al-Hasan dan al-Husain di atas pundak beliau.
Beliau berjalan merangkak sambil menggen-dong mereka di atas punggung beliau.
Aku berkata, “Sebaik-baik unta adalah unta kalian berdua.” Rasulullah saw.
menimpali, “Sebaik-baik anak unta adalah kalian berdua.”
Sanadnya
sesuai dengan syarat Muslim dan belum dikeluarkan oleh mereka. Imam Ahmad 1164
berkata, Hasyim bin al-Qasim telah menyampaikan kepada kami dari Jarir dari
Abdurrahman bin Abi Auf al-Jursyi dari Mu’awiyah ia berkata, “Aku melihat
Rasulullah saw. mencium lidahnya.” Atau ia berkata, “Aku melihat Rasulullah
saw. mencium bibirnya.” Yakni al-Hasan bin Ali . Sesungguhnya
tidak akan terkena siksa lidah atau bibir yang dicium oleh Rasulullah saw. .”
Imam Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatan hadits ini.
Dalam
kitab ash-Shahih telah
diriwayatkan dari Abu Bakrah, demikian pula diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir
bin Abdillah bahwa Rasulullah saw. bersabda:
” Sesungguhnya
cucuku ini adalah sayyid, kelak Allah SWT. Akan mendamaikan dua kelompok besar
kaum muslimin melalui dirinya.“ Al-Hasan turun jabatan dan menyerahkan
kepemimpinan kepada Mu’awiyah. Terjadilah apa yang dikatakan oleh
Rasulullah saw. tadi.
Jadi
ciuman Rasulullah kepada cucunya tak lebih dari ciuman kasih sayang seorang
kakek kepada cucunya. Bukankah Rasulullah juga menikahi perempuan bahkan
berpoligami. Apa mungkin seorang gay berpoligami?!
ISLAM
MENGECAM HOMOSEKS (GAY), KRISTEN MALAH MELEGALKANNYA
Tudingan
bahwa Allah dan Nabi adalah orang yang homoseks, adalah fitnah yang benar-benar
keji.
Sebab
Allah SWT dalam Al-Qur’an secara jelas mengutuk dan melaknat praktik
homoseksual karena bertentangan dengan kodrat dan kenormalan manusia. Allah
menggambarkan azab-Nya kepada kaum homo dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf 80-84 :
Surat al A’raf [7]80-84:
Allah
Berfirman:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّن الْعَالَمِينَ
“Dan
(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu [551],
yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاء بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ
“Sesungguhnya
kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada
wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”.
وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَن قَالُواْ أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
“Jawab
kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan
pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang berpura-pura mensucikan diri.”
فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ
“Kemudian
Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk
orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).”
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِم مَّطَرًا فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ
“Dan
Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS. Al A’raf (7) :80-84)
“Sudah
jelas, kaum Luth diazab karena liwath yang mereka lakukan,”
Firna
Allah dalam QS. Hud:82-83.
“Maka
tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke
bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang
terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan seksaan itu
tiadalah jauh dari orang- orang yang lalim. ” (QS. Hud: 82-83)
Rasulullah
SAW juga bukan orang yang homo, justru beliau bersikap tegas dalam
memerangi penyimpangan seksual ini, dalam sabdanya:
”Siapa
saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks) maka
hukum matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya” (HR.
Al-Khomsah kecuali An-Nasa’i).
Faktanya,
wacana dan gaya hidup homo maupun gay justru tumbuh dalam tubuh kekristenan.
Tanggal
27 Februari 2004, The Associated Press Wire menyiarkan satu tulisan
berjudul Two
Studies Cite Child Sex terhadap anak-anak yang dilakukan oleh
4 persen pastur gereja Katolik. Setelah tahun 1970, 1 dari 10 pastur akhirnya
tertuduh melakukan pelecehan seksual itu. Dari tahun 1950 sampai 2002, sebanyak
10.667 anak-anak dilaporkan menjadi korban pelecehan seksual oleh 4.392 pastur.
Studi ini dilakukan olehThe American Catholic Bishops tahun 2002 sebagai
respon terhadap tuduhan adanya penyembunyian kasus-kasus pelecehan seksual yang
dilakukan para tokoh gereja. (Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari
Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal, 2005).
Jadi
tuduhan bahwa Rasulullah adalah seorang gay sangat tidak masuk akal.
Kisah sesungguhnya
larangan dari Rasulullah, Kenapa Sayyidah Fatimah tidak boleh dipoligami oleh
Ali bin Abu Tholib ?
Debater Kristen
copas fitnah Faithfreedom:
Mari kita lihat
pendapat putrinya nabi muhamamad,fatimah ketika hendak dipoligami sama Ali bin
Abi Thalib,
Ali bin Abi Thali
berniat menikahi putri Abu Jahal. Ali bin Abi Thalib meminta izin kepada
istrinya. mendengar berita itu, Fatimah marah dan melaporkannya kepada
ayahanda, Muhammad. Seketika nabi Muhammad marah besar. para sahabat bersaksi
bahwa mereka tidak pernah melihat muhammad semarah itu. Muhammad berkata kepada
putrinya, “engkau adalah putriku. siapa yang membuatmu marah, berarti membuatku
marah juga.”
Diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari hadist Almiswar bin Makhromah berkata : “Ali melamar
putri Abu Jahal, lalu Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul Saw
berkatalah Fatimah : kaummu meyakini bahwa engkau tidak pernah marah karena
putrimu; Ali menikahi putri Abu Jahal, maka berdirilah Rasulullah Saw dan saya
mendengar ketika dia membaca dua kalimat syahadat lalu berkata : aku menikahkan
anakku dengan Abul As bin Robi’ dan diatidak membohongiku, sesunggunhya Fatimah
itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang membuatnya marah.
Demi Allah putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul
dalam naungan seorang laki-laki maka kemudian Ali membatalkan (lamaran itu)”.
diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
Rasulullah saw
bersabda:
فاطمة بضعة مني يريبني ما أرابها ويؤذيني ما آذاها
“Fatimah adalah
bagian dari diriku, menggoncangkan aku apa saja yang menggoncangkan dia, dan
menyakitiku apa saja yang menyakitinya.”
Rasulullah
berkhutbah di dalam mesjid di hadapan kaum muslimin. di situ hadir Ali bin Abi
Thalib. maka Rasulullah berkata, “Demi Allah, selama Fatimah adalah putri
Rasulullah, maka aku tidak akan mengizinkan putriku serumah dengan putri musuh
Allah.”
Ali bin Abi
Thalib pulang dari mesjid dengan sedih, karena merasa telah membuat rasulullah
marah besar. sesampainya di rumah, Ali bin Abi Thalib langsung berbicara kepada
Fatimah. “Wahai istriku, aku minta maaf, karena telah berniat menikahi putri
Abu Jahal. hari ini, dimesjid rasulullah berkhutbah dan dengan marah mengatakan
bahwa beliau tidak akan mengizinkan engkau serumah dengan putri abu jahal. aku
tidak ingin membuat rasulullah dan putrinya marah. sudikah engkau memaafkanku?”
Fatimah
menganggukan kepala dan menyatakan bersedia memaafkan Ali Bin Abi Thalib.. yg
akhirnya tidak melakukan poligami. na loh kalian yg setujuh poligami !..
Fatimah aja nggak mau di madu !! Mengenai Fathimah Azzahra ra tentulah tak
mengingkari poligami, dan ia tak akan mengingkari semua hukum Allah dan Sunnah
Rasul saw.
Jawaban:
Sebagaimana
ketika Usamah bin Zeyd ra meminta keringanan untuk seorang wanita muhajirin yg
mencuri, maka Rasul saw naik mimbar dan berwasiat, “sungguh ummat sebelum
kalian bila oran orang terhormat maka diringankan atas mereka, bila kaum dhuafa
maka didirikanlah hukum, Demi Allah bila Fathimah putri muhammad mencuri maka
Muhammad akan memotong tangannya” (shahih Bukhari hadits no.6406).
ini menunjukkan
bahwa tak mungkin Rasul saw mengajarkan sunnah poligami namun melarang khusus
untuk putrinya, maka ini adalah pemahaman yg keliru, dan tentunya Putri
Rasulullah saw ini sangat mulia dg mencintai sunnah Nabi saw, dan bisa
dipastikan bahwa wanita mulia ini adalah wanita yg paling mencintai sunnah,
karena Fathimah ra adalah didikan Rasulullah saw.
Mengenai Rasul
saw melarang Ali bin Abu Tholib berpoligami, itu karena Ali Bin Abu
Tholib berencana menikah dengan putri Abu Jahal, dan tentunya Ali bin Abu
Tholib ingin menyelamatkan putri Abu Jahal yang muslimah dari kekejian ayahnya,
namun Rasul saw tak menyetujui itu, karena mensejajarkan putri beliau saw
dengan Putri Abu Jahal akan membuat fitnah baru dengan mengatakan bahwa Rasul
saw memerangi kuffar namun berbesan dengan musuh Allah, memerintahkan muslimin
memerangi orang orang kafir namun menyambung hubungan keluarga dengan pimpinan
Musuh Allah.
Kalangan
antipoligami juga sering mengetengahkan hadits tentang larangan Rasulllah saw
terhadap Ali berpoligami saat masih beristeri dengan puteri beliau, Fatimah ra.
Mereka mengutip Hadits: Nabi saw marah besar ketika mendengar putri beliau,
Fathimah binti Muhammad saw, akan dipoligami Ali bin Abi Thalib ra. Ketika
mendengar rencana itu, Nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu
berseru: “Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah (kerabat Abu Jahl)
meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka (anak Abu Jahl) dengan Ali
bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan
mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan
putriku terlebih dahulu, Fatimah Bagian dari diriku, apa yang meragukan dirinya
meragukan diriku, dan apa yang menyakiti hatinya menyakiti hatiku, aku sangat
kwatir kalau-kalau hal itu mengganggu pikirannya (Jâmi’ al-Ushûl,
juz XII, 162, Hadits: 9026).
Penggunaan Hadits
ini untuk melarang poligami ternyata tidak sesuai dengan latar-belakang
pelarangan tersebut. Nabi saw melarang Ali ra menikah lagi karena hendak
dinikahi Ali ra anak musuh Allah Swt, Abu Jahl. Menurut Rasulullah saw tidak
layak menyandi putri utusan Allah dengan putri musuh Allah. Sehingga, letak
pelarangan tersebut bukan pada poligaminya, namun lebih kepada person yang
hendak dinikahi. Beliau sendiri juga menegaskan, tidak mengharamkan yang halal
dan menghalalkan yang haram. Hal ini dapat disimpulkan dari Hadits yang sama
dari riwayat lain.
Dalam riwayat
al-Bukhari, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Fatimah adalah dari
diriku dan aku khawatir agama akan terganggu. “Kemudian beliau menyebutkan
perkawinan Bani Abdi Syams dan beliau menyanjung pergaulannya, “Dia bicara
denganku dan mempercayaiku, dia berjanji padaku dan dia penuhi. Dan sungguh aku
tidak mengharamkan yang halal dan tidak pula menghalalkan yang haram, akan
tetapi, demi Allah, jangan sekali-kali bersatu putri Utusan Allah dengan putri
musuh Allah.” (H.R. Bukhari)
Sebab yang paling
mungkin adalah sesuai perkataan beliau sendiri, bahwa mengguncang Fatimah sama
saja dengan mengguncang Rasul. Beliau mencintai putrinya dan tidak ingin
membiarkan keguncangan (apapun yg bisa beliau cegah, termasuk poligami)
menyusahkan putrinya itu. Rasulullah pastilah sangat mengenal putrinya, tahu
apa yg sanggup menguatkannya dan apa yg mengguncangkannya. Kalau Abu Bakar
melepaskan putrinya Aisya mjd istri ke-sekian Nabi, maka itu adalah hak Abu
Bakar karena ia mengenal putrinya itu. Tapi kalau Rasulullah melarang putrinya
di poligami, hadis itu memberi pelajaran pada saya, bahwa seorang ayah bisa
saja melepas putrinya dipoligami tapi bisa juga ia mencegahnya.
Selain itu
penolakan Fatimah untuk dipoligami adalah memang karena Fatimah tidak siap
dipoligami. Kesiapan setiap perempuan berbeda-beda. Dan seorang laki-laki tidak
bisa menyamaratakan semua perempuan. Sebagaimana diisyaratkan dalam riwayat
berikut ini:
Ibn Sa‘ad (168
H/764 M–230 H/845 M) dalam kitabnya, Al-Thabaqât Al-Kabîr, mencatat dialog
menarik berikut ini: Amrah binti Abdurrahman berkata, “Rasulullah ditanya,
‘Rasulullah, mengapa engkau tidak menikahi perempuan dari kaum Anshar? Beberapa
di antara mereka cantik-cantik.’ Rasulullah menjawab, ‘Mereka
perempuan-perempuan yang mempunyai kecemburuan besar yang tidak akan bersabar
dengan madunya. Aku mempunyai beberapa istri, dan aku tidak suka menyakiti kaum
perempuan berkenaan dengan hal itu.’”
Kesiapan mental
setiap perempuan berbeda-beda. Karena itu, suami bijak yang ingin meneladani
Nabi tidak akan memaksakan kehendaknya untuk berpoligami jika istrinya tidak
siap dan sabar dimadu serta sangat pencemburu. Sebab, Nabi pun tidak suka
menyakiti perasaan perempuan dalam hal ini. Memaksakan poligami terhadap istri
yang tidak sanggup dimadu hanya akan menimbulkan gejolak yang tidak perlu dalam
kehidupan berumah tangga. Ini tentunya menyalahi tujuan perkawinan sebagaimana
diajarkan Allah:
untuk menciptakan
ketenteraman (sakînah) dalam hati suami-istri (QS Al-Rûm [30]: 21).
Kutipan dari
ENSIKLOPEDI MUHAMMAD, Afzalur Rahman, Jilid 4 (Muhammad sebagai Suami dan
Ayah), h. 99, Pelangi Mizan, 2009):
Syubhat yang dilontarkan oleh kaum nashroni kepada kaum muslimin tantang riasalah beliau ynag ia sampaikan kepadaraja najasi.
Orang anshroni berkata : t kami membaca sejarah
perjalanan Nabi kalian, kami menemukan beberapa perkara aneh; diantaranya
adalah suratnya kepada Heraclius, Raja Romawi, dimana datang dalam surat itu
tulisan “Masuk Islamlah, kamu akan selamat”. Maka apakah kalimat ini sudah
cukup untuk menegakkan hujjah atas Heraclius? Itu adalah satu ajakan yang
terang-terangan untuk peperangan jika Heraclius dan kaumnya tidak masuk Islam.
Tidakkah Anda melihat bersama saya bahwa ini adalah suatu perkara yang
menakjubkan, yang bisa menjadikan Anda sekalian menilik kembali pandangan
terhadap agama Anda sekalian?
Jawaban
atas syubhat tersebut :
Pertama,
dalam surat tersebut tidak hanya terdapat kalimat tersebut. Di dalam surat
tersebut juga datang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Katakanlah:
‘Hai ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah.” (QS.
Ali Imran: 64)
Telah
disebutkan dalam shahih al-Bukhari:
فَأَذِنَ هِرَقْلُ لِعُظَمَاءِ الرُّومِ فِى دَسْكَرَةٍ لَهُ بِحِمْصَ ثُمَّ أَمَرَ بِأَبْوَابِهَا فَغُلِّقَتْ ، ثُمَّ اطَّلَعَ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الرُّومِ ، هَلْ لَكُمْ فِى الْفَلاَحِ وَالرُّشْدِ وَأَنْ يَثْبُتَ مُلْكُكُمْ فَتُبَايِعُوا هَذَا النَّبِىَّ ، فَحَاصُوا حَيْصَةَ حُمُرِ الْوَحْشِ إِلَى الأَبْوَابِ ، فَوَجَدُوهَا قَدْ غُلِّقَتْ ، فَلَمَّا رَأَى هِرَقْلُ نَفْرَتَهُمْ ، وَأَيِسَ مِنَ الإِيمَانِ قَالَ رُدُّوهُمْ عَلَىَّ .وَقَالَ إِنِّى قُلْتُ مَقَالَتِى آنِفًا أَخْتَبِرُ بِهَا شِدَّتَكُمْ عَلَى دِينِكُمْ ، فَقَدْ رَأَيْتُ . فَسَجَدُوا لَهُ وَرَضُوا عَنْهُ ، فَكَانَ ذَلِكَ آخِرَ شَأْنِ هِرَقْلَ .
“Maka
Heraclius mengizinkan para pembesar Romawi di dalam satu istana di sekitar
rumah miliknya di Himsh, kemudian dia memerintahkan pintu-pintunya untuk
ditutup. Kemudian dia muncul seraya berkata, ‘Wahai sekalian orang-orang
Romawi, apakah kalian mau mendapatkan keberuntungan dan petunjuk, dan kerajaan
kalian akan diteguhkan, maka berbaiatlah kepada Nabi ini. Maka mereka pun
berlarian seperti keledai liar menuju pintu dan mereka mendapati pintu itu
telah tertutup. Maka saat Heraclius melihat larinya mereka, dan dia putus asa
dari keimanan, dia berkata, ‘Kembalikanlah mereka kepadaku.’ Lalu dia berkata,
‘Sesungguhnya perkataanku tadi, adalah aku ingin menguji kekuatan kalian
terhadap agama kalian, dan sungguh aku telah melihatnya.’ Maka mereka pun sujud
dan ridha kepadanya. Maka itulah akhir dari perkara Heraclius.”
Di
dalam hadits itu juga disebutkan, bahwa Heraclius berkata:
فَلَوْ أَنِّى أَعْلَمُ أَنِّى أَخْلُصُ إِلَيْهِ لَتَجَشَّمْتُ لِقَاءَهُ ، وَلَوْ كُنْتُ عِنْدَهُ لَغَسَلْتُ عَنْ قَدَمِهِ
“Seandainya
aku tahu bahwa aku bisa bebas kepadanya, pastilah aku akan berupaya untuk
menemuinya, dan seandainya aku di sisinya, pastilah aku akan membasuh kakinya.”
Kemudian
ketahuilah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah diberikan jawami’ul
kalim (kalimat ringkas yang memiliki makna dalam), dan tulisan tersebut, dengan
keringkasannya, adalah kalimat yang menyeluruh lagi memberikan manfaat, lagi
mengandung sastra tinggi bahasa Arab.
An-Nawawi
Rahimahullah berkata dalam Syarah Muslim: “Diantaranya, disunnahkannya
bersastra, dan meringkas, serta memilih lafal-lafal yang pendek dalam tulisan.
Maka sesungguhnya sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, aslim taslam
(masuk Islamlah, kamu akan selamat) ada pada puncak peringkasan, dan puncak
sastra, serta mengumpulkan segala makna bersamaan dengan keindahannya, serta kesempurnaannya
demi keselamatan Heraclius dari kesengsaraan dunia dengan peperangan,
penawanan, pembunuhan, pengambilan rumah, harta dan dari adzab akhirat.”
Kemudian,
sesungguhnya orang yang memperhatikan dialog yang terjadi antara Heraclius dan
Abu Sufyan sebelum keIslamannya, maka dia akan mengetahui bahwa Heraclius telah
tahu bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah benar-benar utusan
Allah.[1]
Maka
terajwab sudah syubhat mereka itu.
Nabi dan syaudah
Apakah boleh Nabi kalian -Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam- menceraikan istrinya, Saudah, karena dia telah tua, dan di saat
wanita itu masih muda dia menikmati masa mudanya, dan saat dia berusia tua, dia
langsung menceraikannya?
Jawaban
: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah menceraikannya. Akan tetapi
yang terjadi adalah bahwa saat ummul mukminin Saudah Radhiallahu ‘Anha telah
berusia sangat tua, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merasa kesulitan untuk
merawatnya, terutama saat sudah banyak dari keluarganya yang telah masuk Islam.
Maka berkatalah Ummul Mukminin Saudah Radhiallahu ‘Anha, ‘Sesungguhnya aku
sudah tua, dan kaum laki-laki pun tidak punya hajat dengan aku, akan tetapi aku
ingin dibangkitkan nanti di tengah-tengah istri Anda pada hari kiamat.’ Maka
turunlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الأنْفُسُ الشُّحَّ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Dan
jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,
maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya,
dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya
kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu
(dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. an-Nisa`: 128)
Ayat
ini mengajari kita bahwa jika seorang wanita mengkhawatirkan larinya, atau
berpalingnya suami darinya, maka dia boleh untuk menggugurkan sebagian haknya
untuk suaminya, apakah itu sebagian nafkah, pakaian, atau jatah menginap. Dan
boleh bagi suami untuk menerima hal itu. Tidak ada masalah atas sang istri
dalam pengorbanannya itu untuk suami, dan tidak masalah atas suami dalam
menerimanya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kembali kepada
Saudah dan memperlakukannya dengan sebaik-baiknya.
Maka
di manakah sekarang klaim bahwa beliau telah menceraikannya?! Di manakah bukti
bahwa beliau menikahi Saudah Radhiallahu ‘Anha pada saat dia masih gadis?!
Percayalah kepada saya, sesungguhnya kepayahan saya dalam menjawab bukanlah
dari Anda akan tetapi dari mereka yang telah menanamkan syubhat ini di akal
Anda, sementara saat kami mengajak mereka untuk berdialog, kami tidak melihat
seorang pun dari mereka.[2]
Syubhat orang nashroni ketika pemindahan kiblat dari baitul maqdis kea rah ka’bah.
Mengapa
saat kaum muslimin berhijrah dari Makkah ke Madinah, mereka shalat mengarah ke
kiblatnya orang-orang Yahudi (Baitul Maqdis), akan tetapi setelah mereka
berhasil mengusir orang-orang Yahudi, Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam-
dengan hujjah telah turun kepadanya wahyu untuk mengubah arah kiblati dari
Baitul Maqdis ke Makkah yang di dalamnya terdapat Ka’bah?
Jawaban
:
Pertama,
Baitul Muqaddas bukanlah kiblat untuk orang Yahudi saja, melainkan juga untuk
orang Nasrani. Akan tetapi kala itu orang-orang Yahudi yang marah karena adanya
perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Penghadapan kiblat kearah
Baitul Maqdis kala itu dijadikan oleh orang-orang Yahudi sebagai alasan untuk
menolak masuk Islam, dimana mereka di Madinah mengatakan dengan lisan mereka
bahwa pengarahan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang yang
bersamanya ke kiblat (Baitul Maqdis) adalah sebuah dalil bahwa agama mereka
(Yahudi) adalah agama yang sebenarnya, dan kiblat mereka adalah kiblat yang
sebenarnya. Maka merekalah yang asli dan agama yang benar. Mereka (Yahudi itu)
mengatakan, bahwa yang lebih utama bagi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dan orang-orang yang bersama mereka adalah kembali ke agama mereka (Yahudi),
tidak mengajak mereka untuk masuk Islam.
Pada
waktu yang sama, perkara itu menjadi berat atas kaum muslimin bangsa Arab yang
mereka sudah terbiasa di zaman jahiliyah untuk mengagungkan Baitul Haram dan
menjadikannya sebagai Ka’bah dan kiblat mereka. Perkara itu semakin menjadi
sulit saat mereka mendengar dari orang-orang Yahudi kebanggaan mereka dengan
perkara ini dan menjadikannya sebagai alasan untuk membenarkan yahudi. Adalah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri membolak-balikkan wajah beliau
ke langit, bermunajah kepada Tuhan, tanpa berbicara dengan lisannya, sebagai
bentuk adab kepada Allah, serta menunggu arahan yang diridhai-Nya. Kemudian
turunlah al-Qur’an mengabulkan apa yang ada di dalam dada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan wahyu
dengan firman-Nya:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ
“Sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya….”
(QS. Al-Baqarah: 144)
Ketika
kaum muslimin mendengar pengalihan arah kiblat, sebagian dari mereka tengah
berada di dalam shalat mereka. Maka mereka pun mengalihkan wajah mereka ke arah
Masjidil Haram di tengah shalat mereka dan menyempurnakan shalat mereka ke arah
kiblat yang baru.
Saat
itulah hilang sudah terompet orang-orang Yahudi yang membanggakan mereka,
dengan mengalihkannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang-orang
yang bersama beliau dari kiblat mereka, yang dengannya mereka kehilangan hujjah
yang menyandarkan kebanggaan mereka kepadanya.
Sekarang,
biarkanlah saya menjelaskan kepada Anda dan juga kepada kaum muslimin, terutama
para penuntut ilmu, akan hikmah dialihkanya kiblat dari Ka’bah pada awal
tinggal mereka di Madinah. Sungguh ini adalah sebuah kejadian besar di hati
mereka dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka. Hikmahnya adalah
agar menjadi jelas siapa yang mengikut Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
siapa yang membelot. Adalah orang Arab mengagungkan Baitul Haram dalam masa
jahiliyah mereka. Mereka menjadikannya sebagai simbol keagungan mereka. Saat
Islam ingin membersihkan hati untuk Allah, serta melepaskannya dari
ketergantungan kepada selain-Nya, dan membebaskannya dari segala keterpikatan
dan segala kefanatikan kepada selain manhaj Islam yang terikat dengan Allah
secara langsung, yang bersih dari segala endapan sejarah dan kesukuan, maka
mencabut mereka dengan sekali cabutan dari arah baitul haram yang kemudian
memilihkan mereka untuk sementara waktu ke arah masjidil Aqsha, demi
membersihkan mereka dari endapan jahiliyah, dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan masa jahiliyah agar menjadi tampak siapa yang mengikuti Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan ikhlas dan siapa yang membelot karena
bangga dengan keterpikatan jahiliyah yang berkaitan dengan jenis, kaum, bumi,
dan sejarah.
Dikarenakan
pembimbing dan pengajarnya adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka
pasrahlah kaum muslimin dan menghadap ke arah kiblat yang telah ditentukan
untuk mereka. Saat perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala turun untuk mengarah ke
Masjidil Haram, maka hati kaum muslimin pun terikat dengan hakikat yang agung,
yaitu bahwa rumah tersebut adalah rumah yang dibangun oleh Ibrahim dan Isma’il
‘Alaihima Salam agar menjadi murni untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.*[3]
Syubhat tentang pembedahan dada nabi SAW.
Ada
sebagian orang menolak kebenaran berita ini. Berbagai
alasan dilontarkan untuk menolak kebenaran kejadian ini. Atau minimal membuat
kaum muslimin menjadi bimbang dan ragu. Bahkan ada di antara orientalis yang
menyuarakan dengan lantang, bahwa peristiwa itu hanya dongeng belaka. Syubhat yang
dilontarkan para orientalis, mereka menganggap peristiwa itu hanyalah
pengalaman ruhani, bukan sebuah fakta dalam dunia nyata. Dan ada juga yang
mengatakan, bahwa hadits tentangnya adalah mursal.
Jawaban
:
diriwayatkan
Imam Muslim dari Anas bin Malik diceritakan :
"Bahwasanya
Rasulullah SAW didatangi Malaikat Jibril ketika beliau SAW sedang bermain
dengan beberapa anak. Jibril kemudian menangkapnya, menelentangkannya, lalu
Jibril membelah dada. Jibril mengeluarkan hatinya, dan mengeluarkan dari hati
beliau nsegumpal darah beku sambil mengatakan “Ini adalah bagian setan darimu”.
Jibril kemudian mencucinya dalam wadah yang terbuat dari emas dengan air
zam-zam, lalu ditumpuk, kemudian dikembalikan ke tempatnya. Sementara teman-temannya
menjumpai ibunya (maksudnya orang yang menyusuinya) dengan berlari-lari sembari
mengatakan: “Sesungguhnya Muhammad telah dibunuh”. Kemudian mereka
bersama-bersama menjumpainya, sedangkan dia dalam keadaan berubah rona kulitnya
(pucat). Anas mengatakan: “Saya pernah diperlihatkan bekas jahitan di dadanya”.
Dari riwayat tersebut dapat diketahui, peristiwa pembedahan dada
Rasulullah SAW adalah benar-benar terjadi. Dan kejadianny adalah mutlak bukan
sebuah gambaransecara roknani.
Imam al Qurthubi, di dalam kitab al Mufhim mengatakan, pengingkaran terhadap
peristiwa pembedahan dada pada malam Isra’ dan Mi’raj tidak perlu dihiraukan,
karena orang-orang yang meriwayatkannya adalah orang-orang tsiqah atau
terpercaya dan terkenal.
Fitnah
pernikahan nabi dengan aisyah dengam mengatakan nabi pedofilia.
Ada orang yang mengatakan fitnah keji kepada
baginda rosul bahwa ia seorang Pedofilia (na’udzubilah), adapuan sebagaiannya
berargument dari pernyataan berikut :
“Low
self esteem. Many pedophiles, although by no means all, do not have a great
sense of capacity for adopting a sexual demeanor towards adults or those of
their own age or older. They feel unhappy and fearful at the prospect of sexual
behaviour with adults and hence turn to children due to the fact that they are
unable to have the strength of personality to seek adults for sexual demeanor.
When considering treatment therefore it is important to establish and develop a
higher sense of self-esteem in such individuals.”
Artinya:
Rendah diri. Pada umumnya penderita pedofilia,
meskipun tidak semuanya, tidak mempunyai keinginan untuk melakukan hubungan
seksual dengan orang dewasa atau yang seusia dengan dia atau lebih tua. Mereka
merasa tidak bahagia dan takut akan prospek hubungan seksual dengan orang
dewasa, oleh karena itu mereka mengarahkannya kepada anak-anak. Di karenakan
mereka tidak mempunyai kepribadian yang kuat untuk melakukannya dengan orang
dewasa. Maka diperlukan terapi yang dapat membantu mereka untuk menumbuhkan
rasa percaya diri.
Jawaban :
Hal diatas sama sekali tidak bisa dihubungkan
dengan nabi Muhammad, beliau sama sekali bukan seorang yang rendah diri
(minder). Semasa hidupnya beliau mempunyai ribuan pengikut, mustahil seorang
yang minder dapat melakukan seperti yang beliau telah lakukan 14 abad lalu.
Hal kedua, nabi Muhammad saw tidak mempunyai
rasa takut untuk melakukan hubungan sexual dengan wanita dewasa, contohnya
ialah dengan Siti Khadidjah ra, istri pertama beliau yang usianya 15 tahun lebih
tua.
Pada saat di Mekkah — sebelum peristiwa Hijrah
— rumah tangga nabi terdiri dari beliau (saw) dan istrinya Khadidja binti
Khuwailid. Beliau berusia 25 tahun dan Khadidjah (ra) berusia 40 tahun
disaat mereka menikah. Ia wanita pertama yang beliau nikahi. Ia
satu-satunya istri yang beliau miliki hingga siti Khadidjah (ra) wafat. Beliau
memiliki beberapa orang putra dan putrid dari hasil perkawinannya dengan Siti
Khadidjah (ra). Namun tidak satupun putranya yang hidup hingga dewasa. Semuanya
wafat. Putri-putrinya adalah Zainab (ra), Ruqaiya (ra), Ummu Kulthum (ra). dan
Fatimah (ra).
Lebih lanjut mengenai pidofilia:
Jelas sekali deskripsi diatas sama sekali
tidak cocok dengan Nabi Muhammad, nabi Muhammad saw orang yang paling tangguh
dalam menguasai dirinya dan hawa nafsunya. Dan istri beliau Siti Aisyah (ra)
memberikan kesaksian tentang hal ini:
Sahih Al-Bukhari
Volume 1, Kitab 6,r 299:
Diriwayatkan ‘Abdur-Rahman bin Al-Aswad:
…”Aisyah pernah berkata :”Setiap kali
Rasulullah SAW ingin membelaiku (to fondle) selama masa-masa haid, Nabi SAW
menyuruhku mengenakan izar (pembalut wanita) yang dikenakan dibawah
pinggang…dst Aisyah menambahkan,”Tidak ada satupun dari kalian yang dapat
mengendalikan nafsu seksualnya seperti Nabi.”
Jika beliau adalah seorang pedofilia maka ia
sudah pasti akan menggauli Aisyah tepat saat ia berusia 6 tahun (usia Aisyah
menikah) dan sudah barang tentu beliau akan menikahi sejumlah gadis lain yang
seusia Aisyah atau dibawahnya dan menggauli mereka, namun beliau tidak pernah
melakukannya.
Ciri dan gejala lain seorang pedofilia ialah
kesepian, lagi-lagi hal ini tidak ada pada diri nabi Muhammad saw, beliau
selalu dikelilingi istri-istrinya dan para sahabatnya, bahkan mungkin beliau
tidak memiliki privasi. Dan gejala lain ialah, seorang pedofilia adalah yang
mempunyai pengalaman mendapat pelecehan seksual semasa kecil atau dalam
hidupnya. Dan hal ini lagi-lagi tidak pernah ada pada diri nabi Muhammad saw.[4]
[1] http://alhilyahblog.wordpress.com/2012/01/23/jawaban-tuduhan-tuduhan-buruk-kaum-nasrani-dan-orang-orang-kafir-terhadap-islam-bag-1/
[2] http://alhilyahblog.wordpress.com/2012/01/23/jawaban-tuduhan-tuduhan-buruk-kaum-nasrani-dan-orang-orang-kafir-terhadap-islam-bag-1/
[3]
http://alhilyahblog.wordpress.com/2012/01/23/jawaban-tuduhan-tuduhan-buruk-kaum-nasrani-dan-orang-orang-kafir-terhadap-islam-bag-1/
[4] http://abibakarblog.com/polemik/apakah-nabi-muhammad-seorang-pedofilia/
0 komentar:
Posting Komentar