Jumat, 04 Januari 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

Syarh Matan Aqidah Thahawiyah 103-105



Syarh Matan Aqidah Thahawiyah  103-105


v  وَدِينُ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ وَالسَّمَاءِ وَاحِدٌ وَهُوَ دِينُ الْإِسْلَامِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: (إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ) [آلِ عِمْرَانَ: 19] وَقَالَ تَعَالَى: (ورضيت لكم الإسلام دينا) [المائدة: 3]
”Agama Allah di bumi dan di langit adalah satu, yaitu agama Islam. Allah Ta’ala berfirman : “ Sesunguhnya agama yang di ridhoi di sisi Allah adalah Islam. (Al-Imran:19) dan Allah berfirman : “.... dan telah Ku ridhai Islam sebagai Agamamu,” ( Al-Maidah:3).”
Sunguh Allah Ta’ala tidaklah mengutus seorang nabi pun melainkan dengan membawa ajaran tauhid yaitu mengesakan Allah dan meniadakan segala sesembahan selain-Nya, agama inilah yang di bawa oleh setiap nabi dan rosul untuk di sampaikan kepada seluruh jin dan manusia di alam semesta dan itulah agama Islam. Makna dan definisinya secara umum adalah penyerahan diri kepada Allah dengan Tauhid, yaitu tunduk kepadaNya dan bersihnya diri dari perbuatan syirik, dan sebagaimana yang di definisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan di nukil darinya oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam Al-Ushul As- Salatsah, yang terpenting adalah Islam agama seluruh para nabi dan para pengikutnya. Agama para nabi adalah satu dan syari’at mereka adalah berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan manusia pada setiap zaman dan tempat, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu alaihi wa salam.
الأنبياء اخوةلعلات أمهاتهم شتى ودينهم واحد
“ para Nabi bersaudara bagi bunda-bunda yang di madu, bunda-bunda mereka berbeda atpi agama mereka satu.”[1]
Dan Allah Ta’ala juga berfirman:


4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur ÇÍÑÈ

untuk tiap-tiap umat diantara kamu[2], kami berikan aturan dan jalan yang terang. (Al-Maidah:48)

Allah Ta’alla mensyari’atkan untuk setiap nabi aturan yang sesuai dengan kaumnya dan cocok dengan kemaslahatan mereka, kemudian Allah menganti dan menghapus aturan untuk umat yang lainya sesuai dengan kemaslahatan mereka, dan barangsiapa yang berpegang teguh dengan ajaran seorang nabi sebelum syari’at itu di hapus maka ia adalah seorang muslim. Maka ia beribadah kepada Allah Ta’alla dengan mengunakan syari’at tersebut, akan tetapi setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW. Maka semua syari’;at menjadi satu dan Allah Ta’alla telah menghapus agama-agama sebelumnya, sehinga agama yang sah adalah agama Nabi Muhammad SAW.
Sebagai mana firman Allah Ta’ala:
(إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ) [آلِ عِمْرَانَ: 19] وَقَالَ تَعَالَى: (ورضيت لكم الإسلام دينا) [المائدة: 3]
“ Sesunguhnya agama yang di ridhoi di sisi Allah adalah Islam. (Al-Imran:19) dan Allah berfirman : “.... dan telah Ku ridhai Islam sebagai Agamamu,” ( Al-Maidah:3).”

v    وهو بين الغلو والتقصير وَبَيْنَ التَّشْبِيهِ وَالتَّعْطِيلِ وَبَيْنَ الْجَبْرِ وَالْقَدَرِ وَبَيْنَ الأمن والإياس
“ Islam adalah agama (pertengahan) di antara sikap ghuluw dan lalai, antara tasybih (menyerupakan sifat-sifat Allah) dan ta’thil (mengingkari sifat-sifat Allah), dan juga antara Jabariyah dan Qadariyah, serta antara rasa Aman (dari Adzab Allah)dengan putus asa (dari nikmat Allah).

 Perlu kita ketahui bersama, islam adalah agama yang adil yang mana ia berdiri pertengahan di antara sikap ghuluw atau ekstrim dan juga sikap lalai, dalam artian tidak ekstrim adalah memberatkan manusia di dalam melaksanakan Syari’at islam, misalnya Islam memerintahkan berpuasa tapi juga memerintahkan untuk menyegerakan berbuka,  begitu pula Islam melarang dari perbuatan lalai di dalam menjalankan syari’at Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
ö@è% Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ6ø9$# Ÿw (#qè=øós? Îû öNà6ÏZƒÏŠ uŽöxî ÈdYysø9$# Ÿwur (#þqãèÎ6®Ks? uä!#uq÷dr& 7Qöqs% ôs% (#q=|Ê `ÏB ã@ö6s% (#q=|Êr&ur #ZŽÏVŸ2 (#q=|Êur `tã Ïä!#uqy È@Î6¡¡9$# ÇÐÐÈ
  Katakanlah: "Hai ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang Telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka Telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus".(Al-Maidah:77).

Rosullah bersabda:
هلك المتنطعون
“ Binasalah orang-orang yang memberatkan dirinya.”[3]

Islam juga berdiri pertengahan di dalam menyikapi Asma’ dan Sifat Allah Ta’alla, yaitu antara mengingkari Asma’ Allah dan Sifatullah serta dengan menyerupakan sifat-sifatNya dengan sifat makhlukNya, dan beginilah akidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di dalam menyikapi hal tersebut.
Golongan Mu’athillah mereka berlebihan di dalam mengagungkan Allah Ta’alla yaitu dengan meniadakan Asma’ dan sifatullah, begitu pula golongan Al-Mutasyabihah mereka terlalu berlebih-lebihan di dalam menetapkan sampai-sampai mereka menyamakan sifatullah dengan sifat makhlukNya, sedangkan akidah Ahlu sunnah adalah pertengahan sekalipun nama-nama dan sifatullah tersebut ada pada manusia akan tetapi bentuk dan persisnya adalah berbeda Wallahu a’alam bis shawab,  sebagimana firman Allah Ta’alla:
}§øŠs9 ¾ÏmÎ=÷WÏJx. Öäïx« ( uqèdur ßìŠÏJ¡¡9$# 玍ÅÁt7ø9$# ÇÊÊÈ
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.(Asy-Syuraa’:11)
Begitu pula di dalam diri seorang Muslim tidaklah di benarkan tertanam akan rasa aman terhadap adzab Allah dan putus asa dari rahmatNya, maka senantiasalah bagi seorang muslim untuk menanamkan pada dirinya dengan rasa Khauf dan Raja, Sebagimana firman Allah Ta’alla:
4 öNßg¯RÎ) (#qçR$Ÿ2 šcqãã̍»|¡ç Îû ÏNºuŽöyø9$# $oYtRqããôtƒur $Y6xîu $Y6yduur ( (#qçR%Ÿ2ur $uZs9 šúüÏèϱ»yz ÇÒÉÈ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan cemas[4]. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.”(Al-Anbiya’:90)

Maka wajib bagi seorang muslim mengerjakan sebab-sebab agar di turunkanya Rahmat, yaitu dengan berserah diri kepada Allah dan bertaubat kepadaNya, maka karena itulah Allah Ta’alla menurunkan rahmat kepada hamba-hambaNya, dan inilah pandangan Ahlus Sunnah, berbeda dengan golongan Murji’ah yang mereka berkeyakinan “tidak ada pengaruh maksiat terhadap keimanan”  dalam artian ketika ia sudah beriman maka perbutan maksiat apapun tidak akan berpengaruh terhadap dirinya sehinga mereka merasa aman dari adzab Allah. Serta keyakinan mereka adalah  Amal perbuatan tidak termasuk bagian dari Iman.
Dan pandangan Khawarij yang mereka terlalu mudah mengkafirkan dengan semua dosa – dosa besar selain Syirik.


¨bÎ) ©!$# Ÿw ãÏÿøótƒ br& x8uŽô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótƒur $tB tbrߊ y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8ÎŽô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #uŽtIøù$# $¸JøOÎ) $¸JŠÏàtã ÇÍÑÈ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.(An-Nisa’: 48)

Ahlus sunnah wal Jama’ah bekeyakinan bahwa sikap seorang Muslim adalah tertanam pada dirinya rasa Khouf dan Raja’, yang mana hal ini bagaikan sayap burung yang mana keduanya haruslah sehat.



v    فَهَذَا دِينُنَا وَاعْتِقَادُنَا ظَاهِرًا وَبَاطِنًا وَنَحْنُ بَرَاءٌ إلى الله مِنْ كُلِّ مَنْ خَالَفَ الَّذِي ذَكَرْنَاهُ وَبَيَّنَّاهُ   

  Inilah agama dan aqidah kami, dzahir dan batin. Dan kami berlepas diri kepada Allah dari orang-orang yang  menyelisihi apa yang telah kami sebutkan dan telah kami jelaskan.
v    وَنَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يُثَبِّتَنَا عَلَى الْإِيمَانِ وَيَخْتِمَ لَنَا بِهِ وَيَعْصِمَنَا مِنَ الْأَهْوَاءِ الْمُخْتَلِفَةِ وَالْآرَاءِ الْمُتَفَرِّقَةِ
“ Kami memohon kepada Allah agar meneguhkan kami di atas Iman, dan menutup hidup kami denganya, dan agar Allah melindungi kita dari kecenderungan hawa nafsu yang salaing berselisih, dan pikiran-pikiran yang saling berpecah.

v   وَالْمَذَاهِبِ الرَّدِيَّةِ مِثْلِ الْمُشَبِّهَةِ وَالْمُعْتَزِلَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ وَالْجَبْرِيَّةِ وَالْقَدَرِيَّةِ وَغَيْرِهِمْ
  “ Dan kami berlindung dari madzhab-madzhab celaka, seperti Al – Mutasyabihah, dan Mu’tazilah juga Jahmiyah  dan jabariyah serta Qadariyah.
       
Adapun dalam  hal ini golongan Al – Mutasyabihah yaitu kelompok yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhlukNya, begitu pula golongan Mu’tazilah mereka adalah kelompok yang menafikan sifat-sifat Allah, dengan alasan  mengagungkan Allah, yang mana Pendiri  kelompok ini adalah Washil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid yang keduanya adalah mantan murid dari beliau Hasan Al-Bashri yang mereka berpendapat pula Tentang kedudukan pelaku dosa besar adalah berada pada (manzilah baina manzilatiain)

Jahmiyah dan Jabariyah pendirinya adalah Jahm bin Shafwan yang mana ia mengambil  ajaran dari Al-Ja’ad bin Dirham, yang di bunuh oleh Khalid bin Abdillah Al-Qasri saat hari raya Idul Adha, kaum muslimin keluar untuk menyembelih kurban pada saat itu tetapi tidak pada Khalid bin Abdillah Al-Qasri, beliau keluar bukan untuk bekurban melaikan untuk menyembelih Al-Ja’ad bin Dirham, dikarnakan ia mengatakan bahwasanya Allah tidak pernah berbicara langsung terhadap Musa Alaihis salam dan tidak pernah mengambil Ibrahim Alaihis salam sebagai kekasihnya. Adapun Qadariyah Mereka adalah golongan yang menafikan Qadar.



[1] HR. Al-bukhori. No.3443, dan Muslim No.2365.
[2] Maksudnya: umat nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

[3] Muslim. No 2670
[4] Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya.

0 komentar:

Posting Komentar