Syarh Matan Aqidah Thahawiyah 103-105
v
وَدِينُ
اللَّهِ فِي الْأَرْضِ وَالسَّمَاءِ وَاحِدٌ وَهُوَ دِينُ الْإِسْلَامِ قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى: (إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ) [آلِ عِمْرَانَ:
19] وَقَالَ تَعَالَى: (ورضيت لكم الإسلام دينا) [المائدة: 3]
”Agama
Allah di bumi dan di langit adalah satu, yaitu agama Islam. Allah Ta’ala
berfirman : “ Sesunguhnya agama yang di ridhoi di sisi Allah adalah Islam.
(Al-Imran:19) dan Allah berfirman : “.... dan telah Ku ridhai Islam sebagai
Agamamu,” ( Al-Maidah:3).”
Sunguh
Allah Ta’ala tidaklah mengutus seorang nabi pun melainkan dengan membawa ajaran
tauhid yaitu mengesakan Allah dan meniadakan segala sesembahan selain-Nya,
agama inilah yang di bawa oleh setiap nabi dan rosul untuk di sampaikan kepada seluruh
jin dan manusia di alam semesta dan itulah agama Islam. Makna dan definisinya
secara umum adalah penyerahan diri kepada Allah dengan Tauhid, yaitu tunduk
kepadaNya dan bersihnya diri dari perbuatan syirik, dan sebagaimana yang di
definisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan di nukil darinya oleh syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab dalam Al-Ushul As- Salatsah, yang terpenting
adalah Islam agama seluruh para nabi dan para pengikutnya. Agama para nabi adalah
satu dan syari’at mereka adalah berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan manusia
pada setiap zaman dan tempat, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu alaihi wa
salam.
الأنبياء
اخوةلعلات أمهاتهم شتى ودينهم واحد
“ para Nabi bersaudara
bagi bunda-bunda yang di madu, bunda-bunda mereka berbeda atpi agama mereka
satu.”[1]
Dan Allah Ta’ala juga berfirman:
4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷Å° %[`$yg÷YÏBur ÇÍÑÈ
“untuk tiap-tiap umat diantara
kamu[2],
kami berikan aturan dan jalan yang terang. (Al-Maidah:48)
Allah Ta’alla
mensyari’atkan untuk setiap nabi aturan yang sesuai dengan kaumnya dan cocok
dengan kemaslahatan mereka, kemudian Allah menganti dan menghapus aturan untuk
umat yang lainya sesuai dengan kemaslahatan mereka, dan barangsiapa yang
berpegang teguh dengan ajaran seorang nabi sebelum syari’at itu di hapus maka
ia adalah seorang muslim. Maka ia beribadah kepada Allah Ta’alla dengan
mengunakan syari’at tersebut, akan tetapi setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Maka semua syari’;at menjadi satu dan Allah Ta’alla telah menghapus agama-agama
sebelumnya, sehinga agama yang sah adalah agama Nabi Muhammad SAW.
Sebagai mana
firman Allah Ta’ala:
(إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ) [آلِ عِمْرَانَ: 19]
وَقَالَ تَعَالَى: (ورضيت لكم الإسلام دينا) [المائدة: 3]
“
Sesunguhnya agama yang di ridhoi di sisi Allah adalah Islam. (Al-Imran:19) dan
Allah berfirman : “.... dan telah Ku ridhai Islam sebagai Agamamu,” (
Al-Maidah:3).”
v وهو بين الغلو والتقصير
وَبَيْنَ التَّشْبِيهِ وَالتَّعْطِيلِ وَبَيْنَ الْجَبْرِ وَالْقَدَرِ وَبَيْنَ
الأمن والإياس
“ Islam adalah agama (pertengahan) di antara
sikap ghuluw dan lalai, antara tasybih (menyerupakan sifat-sifat Allah) dan
ta’thil (mengingkari sifat-sifat Allah), dan juga antara Jabariyah dan
Qadariyah, serta antara rasa Aman (dari Adzab Allah)dengan putus asa (dari
nikmat Allah).
Perlu
kita ketahui bersama, islam adalah agama yang adil yang mana ia berdiri
pertengahan di antara sikap ghuluw atau ekstrim dan juga sikap lalai, dalam
artian tidak ekstrim adalah memberatkan manusia di dalam melaksanakan Syari’at
islam, misalnya Islam memerintahkan berpuasa tapi juga memerintahkan untuk
menyegerakan berbuka, begitu pula
Islam melarang dari perbuatan lalai di dalam menjalankan syari’at Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
ö@è% @÷dr'¯»t É=»tGÅ6ø9$# w (#qè=øós? Îû öNà6ÏZÏ uöxî ÈdYysø9$# wur (#þqãèÎ6®Ks? uä!#uq÷dr& 7Qöqs% ôs% (#q=|Ê `ÏB ã@ö6s% (#q=|Êr&ur #ZÏV2 (#q=|Êur `tã Ïä!#uqy È@Î6¡¡9$# ÇÐÐÈ
“ Katakanlah: "Hai ahli kitab, janganlah
kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu.
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang Telah sesat dahulunya
(sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka Telah menyesatkan kebanyakan
(manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus".(Al-Maidah:77).
Rosullah bersabda:
هلك المتنطعون
“ Binasalah orang-orang
yang memberatkan dirinya.”[3]
Islam juga berdiri pertengahan di dalam
menyikapi Asma’ dan Sifat Allah Ta’alla, yaitu antara mengingkari Asma’ Allah
dan Sifatullah serta dengan menyerupakan sifat-sifatNya dengan sifat
makhlukNya, dan beginilah akidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di dalam menyikapi
hal tersebut.
Golongan Mu’athillah mereka berlebihan di dalam
mengagungkan Allah Ta’alla yaitu dengan meniadakan Asma’ dan sifatullah, begitu
pula golongan Al-Mutasyabihah mereka terlalu berlebih-lebihan di dalam
menetapkan sampai-sampai mereka menyamakan sifatullah dengan sifat makhlukNya,
sedangkan akidah Ahlu sunnah adalah pertengahan sekalipun nama-nama dan
sifatullah tersebut ada pada manusia akan tetapi bentuk dan persisnya adalah
berbeda Wallahu a’alam bis shawab, sebagimana firman Allah Ta’alla:
}§øs9 ¾ÏmÎ=÷WÏJx. Öäïx« ( uqèdur ßìÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# ÇÊÊÈ
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia,
dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.(Asy-Syuraa’:11)
Begitu pula di dalam diri seorang Muslim
tidaklah di benarkan tertanam akan rasa aman terhadap adzab Allah dan putus asa
dari rahmatNya, maka senantiasalah bagi seorang muslim untuk menanamkan pada
dirinya dengan rasa Khauf dan Raja, Sebagimana firman Allah Ta’alla:
4 öNßg¯RÎ) (#qçR$2 cqããÌ»|¡ç Îû ÏNºuöyø9$# $oYtRqããôtur $Y6xîu $Y6yduur ( (#qçR%2ur $uZs9 úüÏèϱ»yz ÇÒÉÈ
“Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan
cemas[4].
dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.”(Al-Anbiya’:90)
Maka wajib bagi seorang muslim mengerjakan
sebab-sebab agar di turunkanya Rahmat, yaitu dengan berserah diri kepada Allah
dan bertaubat kepadaNya, maka karena itulah Allah Ta’alla menurunkan rahmat
kepada hamba-hambaNya, dan inilah pandangan Ahlus Sunnah, berbeda dengan
golongan Murji’ah yang mereka berkeyakinan “tidak ada pengaruh maksiat
terhadap keimanan” dalam artian
ketika ia sudah beriman maka perbutan maksiat apapun tidak akan berpengaruh
terhadap dirinya sehinga mereka merasa aman dari adzab Allah. Serta keyakinan
mereka adalah Amal perbuatan tidak
termasuk bagian dari Iman.
Dan pandangan Khawarij yang mereka terlalu
mudah mengkafirkan dengan semua dosa – dosa besar selain Syirik.
¨bÎ) ©!$# w ãÏÿøót br& x8uô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótur $tB tbrß y7Ï9ºs `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8Îô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #utIøù$# $¸JøOÎ) $¸JÏàtã ÇÍÑÈ
“Sesungguhnya Allah tidak
akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.(An-Nisa’: 48)
Ahlus sunnah wal Jama’ah bekeyakinan bahwa
sikap seorang Muslim adalah tertanam pada dirinya rasa Khouf dan Raja’, yang
mana hal ini bagaikan sayap burung yang mana keduanya haruslah sehat.
v فَهَذَا دِينُنَا
وَاعْتِقَادُنَا ظَاهِرًا وَبَاطِنًا وَنَحْنُ بَرَاءٌ إلى الله مِنْ كُلِّ مَنْ
خَالَفَ الَّذِي ذَكَرْنَاهُ وَبَيَّنَّاهُ
“ Inilah agama dan
aqidah kami, dzahir dan batin. Dan kami berlepas diri kepada Allah dari
orang-orang yang menyelisihi apa yang
telah kami sebutkan dan telah kami jelaskan.
v وَنَسْأَلُ اللَّهَ
تَعَالَى أَنْ يُثَبِّتَنَا عَلَى الْإِيمَانِ وَيَخْتِمَ لَنَا بِهِ
وَيَعْصِمَنَا مِنَ الْأَهْوَاءِ الْمُخْتَلِفَةِ وَالْآرَاءِ الْمُتَفَرِّقَةِ
“ Kami memohon kepada Allah agar meneguhkan kami di atas
Iman, dan menutup hidup kami denganya, dan agar Allah melindungi kita dari
kecenderungan hawa nafsu yang salaing berselisih, dan pikiran-pikiran yang
saling berpecah.
v وَالْمَذَاهِبِ
الرَّدِيَّةِ مِثْلِ الْمُشَبِّهَةِ وَالْمُعْتَزِلَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ
وَالْجَبْرِيَّةِ وَالْقَدَرِيَّةِ وَغَيْرِهِمْ
“ Dan kami berlindung dari madzhab-madzhab
celaka, seperti Al – Mutasyabihah, dan Mu’tazilah juga Jahmiyah dan jabariyah serta Qadariyah.
Adapun
dalam hal ini golongan Al – Mutasyabihah
yaitu kelompok yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhlukNya,
begitu pula golongan Mu’tazilah mereka adalah kelompok yang menafikan
sifat-sifat Allah, dengan alasan mengagungkan
Allah, yang mana Pendiri kelompok ini
adalah Washil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid yang keduanya adalah mantan murid dari
beliau Hasan Al-Bashri yang mereka berpendapat pula Tentang kedudukan pelaku
dosa besar adalah berada pada (manzilah baina manzilatiain)
Jahmiyah
dan Jabariyah pendirinya adalah Jahm bin Shafwan yang mana ia mengambil ajaran dari Al-Ja’ad bin Dirham, yang di
bunuh oleh Khalid bin Abdillah Al-Qasri saat hari raya Idul Adha, kaum muslimin
keluar untuk menyembelih kurban pada saat itu tetapi tidak pada Khalid bin
Abdillah Al-Qasri, beliau keluar bukan untuk bekurban melaikan untuk
menyembelih Al-Ja’ad bin Dirham, dikarnakan ia mengatakan bahwasanya Allah
tidak pernah berbicara langsung terhadap Musa Alaihis salam dan tidak pernah
mengambil Ibrahim Alaihis salam sebagai kekasihnya. Adapun Qadariyah Mereka
adalah golongan yang menafikan Qadar.
0 komentar:
Posting Komentar