Syarah Aqidah ath –Thahawiyah 97-101
Oleh : Handaris
Sholihin
97 - وَعُلَمَاءُ السَّلَفِ مِنَ السَّابِقِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ
مِنَ التَّابِعِينَ أَهْلِ الْخَيْرِ وَالْأَثَرِ وَأَهْلِ الْفِقْهِ وَالنَّظَرِ
لَا يُذْكَرُونَ إِلَّا بِالْجَمِيلِ وَمَنْ ذَكَرَهُمْ بِسُوءٍ فهو على غير
السبيل
97.
Para ‘ulama As-Salaf terdahulu [para sahabat}dan yang sesudah mereka dari
kalangan Tabi’in adalah pelaku kebaikan dan ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli
ushul. Mereka semuanya harus disebutkan kebaikannya. Barangsiapa yang
menjelek-jelekkan mereka, maka dia tidak berada di atas jalan mereka (para
sahabat).
Para ulama ada dua kelompok :
Kelompok pertama, Ulama Atsar, yaitu para ahlu
hadits yang memeberikan perhatian kepada sunnah Nabi, menghafal ( menjaganya)
dan membelanya, untuk \kemudian mereka sampaikan kepada ummat Rasul. Mereka menjauhkannya
dari setiap unsur yang masuk ke dalamnya dan membersihkannya dari setiap
kebohongan. Mereka menyingkirkan hadits – hadits palsu, menjelaskannya dan
membatasinya agar tidak tersebar luas. Mereka ini dinamakan Ulama Riwayat.
Kelompok kedua, Ulama Fikih. Yaitu para ulama yang
mengeluarkan kesimpulan kesimpulan hukum dari dalil – dalil tersebut,
menjelaskan kandungan fikihnya, dan menjabarkannya serta menjelaskannya kepada
orang bayak. Mereka ini dinamakan Ulama Dirayah.
Dan diantara mereka ada yang menyatukan kedua ilmu
tersebut. Dan mereka di namakan Ahli Fikih Ulama Hadits, seperti Imam Ahmad,
Imam Malik, Imam Asy –Syafi’e, dan Imam Al – Bukhari.
Semua ulama itu memiliki keutamaan, dan Nabi memujinya
dan mendo’akan mereka. Dan siapa yang mencela mereka itu, maka dia telah
menantang Allah Ta'ala untuk perang. Bahkan siapa yang mencela dan mencaci kaum
muslimin dan menyakiti mereka, maka kami telah kemukakan, bahwa ini termasuk
diantara dosa – dosa besar.[2]
Dan sebaliknya golongan Syiah tidak menerima riwayat – riwayat Ahlu Sunnah,
mereka mencela Ahlu hadits. Seperti mereka mencela Abu Hurairah yang mereka
katakan bahwa riwayat –riwayat yang datang dari Abu Hurairah penuh dengan
kebohongan. Ini disebutkan dalam salah satu kitab Syiah, bahkan tidak hanya Abu
Hurairah, banyak lagi sahabat – sahabat yang mereka cela dengan dalil taqiyah.[3]
Fikih ada dua bagian :
Bagian pertama : Al- Fiqh al – Akbar, yaitu fikih
Akidah.
Bagian kedua : Fikih Amaliah, yang tidak lebih kecil
urgensinya dari pada Fikih Akidah, yaitu fikih hukum – hukum yang berkaitan
langsung dengan amal.[4]
98 - وَلَا نُفَضِّلُ أَحَدًا مِنَ الْأَوْلِيَاءِ عَلَى أَحَدٍ
مِنَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ وَنَقُولُ: نَبِيٌّ وَاحِدٌ أفضل من
جميع الأولياء
98. Kita tidak
mengutamakan salah seorangpun di antara para wali Allah di atas seorang Nabi ‘Alaihi As-Sallam. Bahkan kita
mengatakan bahwa seorang saja dari para Nabi itu lebih utama dibanding seluruh
para wali.
Ibnu Abil 'Iz berkata,[5]
"Dengan perkataan tersebut, Imam Ath Thahawi secara halus membantah
golongan penganut Wihdatul Wujud dan para penganut ajaran tasawuf.
Memang, kalau tidak seperti di atas, berarti orang-orang yang istiqamah dengan
agamanya tidak mengikuti ilmu dan syari'at. Padahal Allah telah mewajibkan
seluruh makhluk-Nya untuk mengikuti para Rasul. Allah berfirman,"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk
ditaati dengan seizin Allah."[6]
Banyak orang seperti mereka
beranggapan bahwa dengan ibadah yang sungguh-sungguh dan membersihkan hati,
mereka akan mampu menyamai para Nabi. Bahkan, sebagian dari mereka ada yang
beranggapan telah mampu melebihi derajat para Nabi.
Sebagian dari mereka mengatakan, "Sesungguhnya para Nabi dan para Rasul
mengambil ilmu tentang Allah dari 'lobang cincin para wali' dan akulah cincin
para wali tersebut!"
Perkataan tersebut hakekatnya sesat
seperti sesatnya perkataan Fir'aun. Karena perkataan tersebut mengklaim bahwa
segala yang ada ini terjadi dengan sendirinya, tanpa ada yang menciptakannya.
Akan tetapi, mereka yang mengatakan parkataan tersebut masih beriman dengan
perkataan Allah. Sedangkan Fir'aun secara terang-terangan mengingkari adanya
Allah, meskipun dalam hatinya sebenarnya dia lebih tahu tentang Allah daripada
mereka. Dia menetapkan adanya pencipta alam semesta. Sedangkan mereka
menganggap segala yang ada di alam ini pada hakekatnya makhluk dan sekaligus
penciptanya. Anggapan ini dipegangi oleh Ibnu 'Arabi dan orang-orang yang
sealiran dengannya. Ibnu 'Arabi, tatkala syariat tidak mampu merubah dirinya,
menurut anggapan sesatnya, dia berkata, "Kenabian telah berhenti, tetapi
kewalian tidak akan pernah berhenti." Dia beranggapan bahwa kewalian lebih
agung daripada kenabian dan keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh para Nabi
dan Rasul. Dia juga beranggapan bahwa para Nabi mengambil manfaat dari para
wali.
99 - وَنُؤْمِنُ بِمَا جَاءَ مِنْ كَرَامَاتِهِمْ وَصَحَّ عَنِ
الثقات من رواياتهم
99.
Kita mengimani adanya karomah-karomah mereka
dan segala riwayat tentang mereka yang dinukil dari para perawi yang tepercaya.
Sangat tepat jika Imam Ath Thahawi
memberi batasan dan segala riwayat yang shahih tentang (karamah) mereka yang
dinukil dari para periwayat yang terpercaya. Karena, banyak orang, lebih-lebih
orang belakangan ini membawakan riwayat tentang karamah para wali secara
berlebih-lebihan. Dalam riwayat-riwayat yang mereka bawakan banyak mengandung
kebatilan-kebatilan yang tidak masuk akal, bahkan terkadang terjebak ke dalam
tindakan syirik akbar.
Karomah adalah perkara yang terjadi
di luar kebiasaan yang Allah tampakkan lewat seorang hamba yang shaleh baik
dalam keadaan hidup atau mati, sebagai pertanda kemuliaannya yang dengannya dia
dapat menolak bahaya atau mendatangkan manfaat atau memenangkan yang haq[7].
Hal tersebut tidak dimiliki hamba yang shaleh tadi kecuali jika Allah
memberinya. Sebagaimana Rasulullahe tidak dapat mendatangkan mu’jizat dari
dirinya, tetapi semua itu dari Allah semata. Allah ta’ala berfirman:
وَقاَلُوا
لَوْ لاَ أُنْزِلَ عَلَيْهِ ءَاياَتٌ مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الآياَتُ عِنْدَ
اللهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيْرٌ مُبِيْنٌ
“
Dan orang-orang kafir Mekkah berkata: “ Mengapa tidak diturunkan kepadanya
mukjizat-mukjizat dari Tuhannya ?”, katakanlah : “ Sesung-guhnya
mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang
pemberi peringatan yang nyata[8]
Demikian juga orang shalih tidak mengatur jagad raya
baik yang di langit maupun di bumi, kecuali apa yang Allah berikan lewat
sebab-sebab sebagaimana manusia pada umumnya, seperti bertani, membangun,
berdagang dan yang semacamnya dari perbuatan manusia atas izin Allah ta’ala.
Dan tidak mungkin mereka memberikan syafa’at sedang mereka di alam barzakh
kepada seseorang makhluk baik dia dalam keadaan hidup atau telah meninggal.
Diantara prinsip Ahlu Sunnah wal
Jama'ah adalah membenarkan adanya karomah para wali yaitu apa - apa yang Allah
perlihatkan melalui tangan - tangan sebagian mereka. sedang golongan yang
mengingkari adanya karomah - karomah tersebut diantaranya Mu'tazilah dan
Jahmiyah yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya.
akan tetapi kita harus mengetahui ada sebagian manusia pada zaman kita sekarng
yang sesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih - lebihan, sehingga
memasukkan apa - apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa jampi -
jampi, pekerjaan ahli sihir, syetan - syetan dan para pendusta. perbedaan
karomah dan kejadian luar biasa lainya itu jelas, karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada
para hambaNya yang shalih, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan
para tukang sihir dari orang - orang kafir dan atheis dengan maksud untuk
menyesatkan manusia dan mengeruk harta - harta mereka. karomah bersumber pada
keta'atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan maksiat.[9]
Kitab Thabaqat Auliya` karya
Asy Sya'rani salah satu kitab yang banyak membawakan cerita-cerita batil
seperti itu. Dalam kitab tersebut terdapat perkataan salah satu wali mereka,
katanya, "Saya pernah berkata terhadap suatu perkara, 'Jadilah!'
ternyata jadilah perkara tersebut selam dua puluh tahun menjadi adzab terhadap
Allah." Maha Suci Allah dari perkataan orang-orang dzalim seperti itu. “
sufiyah : kalo mereka tidak menghendaki kiamat maka dia tidak akan kiamat, Mu’tazilah
: Mereka tidak mendapatkan karomah.
Kita bisa mendapatkan beberapa
karamah yang benar dari beberapa sahabat dalam kitab Riyadhush Shalihin
karya Imam An Nawawi.
Ini adalah pembahasan yang sangat
besar, yaitu pembahasan tentang karamah – karamah. Karamah adalah sesuatu yang
diluar kebiasaan. Jika terjadi pada diri seorang nabi, maka itu adalah
Mukzijat, seperti Al –Qur’an yang turun padanya. Dimana jin dan manusia tidak
mampu memberikan persmisalan sepertinya. Juga seperti mukzijat tongkat Nabi
Musa, sembilan tanda kekuasaan Allah, dan juga seperti menghidupkan orang yang
sudah mati merupakan Mukzijat Nabi Isa bin Maryam.
Perinsipnya : hendaklah kita melihat
kepada amalnya, jika sesuai dengan islam, maka apa yang terjadi padanya adalah
karamah, dan jika tidak maka itu hanya pengabdian setan untuknya.
100 - وَنُؤْمِنُ بِأَشْرَاطِ السَّاعَةِ مِنْ خُرُوجِ الدَّجَّالِ
وَنُزُولِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ مِنَ السَّمَاءِ وَنُؤْمِنُ
بِطُلُوعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَخُرُوجِ دَابَّةِ الأرض من موضعها
100. Kita juga mengimani adanya tanda-tanda hari kiamat berupa
keluarnya Ad-Dajjal dan
turunnya Nabi ‘Isa ‘Alaihis Sallam dari
langit.
Di antara kewajiban seorang muslim adalah beriman kepada hari akhir
dan apa yang akan terjadi sebelum dan setelahnya. Hari kiamat tidak ada yang
mengetahui kapan terjadinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jibril
‘alaihissalam bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kabarkanlah kepadaku kapan terjadi hari kiamat?” Rasulullah menjawab, “Orang
yang ditanya tidak lebih tahu dari bertanya.”[10]
Dan perlu diketahui bahwa hikmah disebutkannya hari kiamat adalah
sebagai petunjuk agar manusia mendapat peringatan akan kepastian kematian yang
tidak terlepas darinya dan menganjurkan agar hendaknya berhati – hati, dan hendaknya bertaubat atas segala dosa – dosa
yang dilakukan.[11]
Meskipun tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, namun Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah menerangkan tanda-tanda yang akan
muncul sebelum terjadinya. Tanda-tanda hari kiamat ada dua, shugra dan kubra.
Tanda kiamat shugra banyak jumlahnya, Di antaranya yang disebutkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Jibril: “(Jibril)
berkata: Kabarkan kepadaku tentang tanda-tandanya. Rasulullah menjawab: Budak
perempuan melahirkan tuannya, dan kamu lihat orang yang telanjang kaki dan
telanjang badan penggembala kambing berlomba-lomba meninggikan bangunan.”[12]
Adapun tanda kiamat kubra, di antaranya disebutkan dalam hadits
Hudzaifah bin Usaid Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah melihat kami
ketika kami tengah berbincang-bincang. Beliau berkata: “Apa yang kalian
perbincangkan?” Kami menjawab: “Kami sedang berbincang-bincang tentang hari
kiamat.” Beliau berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kalian lihat
sebelumnya sepuluh tanda.” Beliau menyebutkan: “Dukhan (asap), Dajjal, Daabbah,
terbitnya matahari dari barat, turunnya ‘Isa ‘alaihissalam, Ya’juj dan Ma’juj,
dan tiga khusuf (dibenamkan ke dalam bumi) di timur, di barat, dan di jazirah
Arab, yang terakhir adalah api yang keluar dari Yaman mengusir (menggiring)
mereka ke tempat berkumpulnya mereka.”[13]
Di antara tanda kiamat kubra yang termaktub dalam hadits di atas
adalah keluarnya Dajjal. Pembahasan masalah keluarnya Dajjal merupakan
pembahasan penting disebabkan beberapa faktor yang disebutkan Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu:
1. Banyaknya orang yang menisbatkan diri kepada ilmu dan dakwah
meragukan akan turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam dan terbunuhnya Dajjal.
2. Kebanyakan manusia tidak terbiasa membicarakan masalah keluarnya
Dajjal dan turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam.[14]
Dajjal
Secara bahasa: Disebutkan
oleh Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu[15]
bahwa lafadz Dajjal dipakai untuk sepuluh makna. Di antaranya: Kadzdzab (tukang
dusta), Mumawwih (yang menipu manusia). Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu
mengatakan: “Dikatakan demikian karena dia adalah manusia yang paling besar
penipuannya.”
Dalam istilah syar’i:
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Seorang
laki-laki pendusta (penipu) yang keluar di akhir zaman mengaku sebagai Rabb.”[16]
Peringatan akan Keluarnya Dajjal[17]
Para nabi telah memperingatkan akan keluarnya Dajjal. Diriwayatkan
dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia,
menyanjung Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sanjungan yang merupakan hak-Nya,
kemudian menyebut Dajjal dan berkata: “Aku memperingatkan kalian darinya.
Tidaklah ada seorang nabi kecuali pasti akan memperingatkan kaumnya tentang
Dajjal. Nuh ‘alaihissalam telah memperingatkan kaumnya. Akan tetapi aku akan
sampaikan kepada kalian satu ucapan yang belum disampaikan para nabi kepada
kaumnya: Ketahuilah dia itu buta sebelah matanya, adapun Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidaklah demikian.”[18]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Maukah aku
sampaikan kepada kalian tentang Dajjal yang telah disampaikan oleh para nabi
kepada kaumnya? Dia buta sebelah matanya, membawa sesuatu seperti surga dan
neraka. Yang dia katakan surga pada hakikatnya adalah neraka. Aku peringatkan
kepada kalian sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam memperingatkan kaumnya.”[19]
101 - وَلَا نُصَدِّقُ كَاهِنًا وَلَا عَرَّافًا وَلَا مَنْ
يَدَّعِي شَيْئًا يُخَالِفُ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَإِجْمَاعَ الْأُمَّةِ
101.
Kita tidak mempercayai (ucapan) dukun maupun peramal, demikian juga setiap
orang yang mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah serta Ijma’
kaum muslimin.
Perkataan
ath-Thahawi[20],
“ Kami tidak membenarkan perkataan dukun dan tidak pula tukang tenung”, pada
asalnya, kahin adalah orang yang didatangi oleh Syaitan yang mencuri
pendengaran di langit, lalu dia memberitahukanya kepada kahin ( dukun).
Sebagaimana FirmanNya[21].
Sedangkan Arraf ( Tukang Ramal ) adalah orang yang mengaku mengetahui tentang suatu hal dengan menggunakan isyarat
– isyarat untuk menujukkan barang curian, atau tempat barang hilang dan
semacamnya. Sering disebut tukang ramal, ahli nujum, peramal nasib dan
sejenisnya.
Ahlu
Sunnah berpendapat bahwa sihir itu memiliki hakikat dan meyakini bahwa hal ini
benar – benar ada[22],
sebagaimana dinyatakan dalam FirmanNya[23]
Dan mempercayainya termasuk pembatal keislaman.[24]
Menurut
bahasa, sihir berarti sesuatu yang halus dan tersembunyi. Sedangkan menurut
Syar’ie adalah ‘ jimat – jimat, jampi – jampi, mantera – mantra dan buhul –
buhul ( yang ditiup) yang dapat berpengaruh pada hati, akal dan badan. Maka
sihir dapat meyakiti, membunuh dan memisahkan suami dengan istrinya, membuat
orang saling membenci, atau membuat dua orang saling mencintai.[25]
Sihir
ada dua macam[26]
:
1. Sihir hakiki, yaitu sihir yang dapat
berpengaruh pada orang yang terkena, sehingga dapat membuatnya sakit atau
terganggu akalnya atau bahkan membunuhnya, maka ini adalah pekerjaan setan.
2. Sihir
ilusi. Allah Ta'ala berfirman :
tA$s% ö@t/ (#qà)ø9r& ( #sÎ*sù öNçlé;$t7Ïm öNßgÅÁÏãur ã@§sä Ïmøs9Î) `ÏB ÷L¿eÌósÅ $pk¨Xr& 4Ótëó¡n@ ÇÏÏÈ
berkata Musa: "Silahkan kamu sekalian
melemparkan". Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka,
terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.[27]
Ini yang dinamakan dengan magic, dimana mereka melakukan
sesuatu dihadapan mata orang banyak, padahal tidak punya hakikat. Kemudian
tampak bagi orang yang menyaksikan, bahwa dia memukul dirinya dengan pedang,
makan besi paku, atau api, atau beling kaca, atau masuk kedalam api, atau
digilas oleh mobil, atau tidur di atas besi paku, atau menarik mobil dengan
rambutnya, atau mendatangkan kertas biasa lalu menyulapnya kepada orang banyak
sehingga menjadi uang kertas, lalu
apabila sihir itu hilang, uang itu kembali menjadi kertas biasa. Sebagaimana
yang dilakukan oeh para pencopet. Diantara bentuk sihir yang lain adalah ,
seseorang dari tukang sihir mendatangkan seekor binatang merayap kecil lalu
dengan sihirnya dia menampakkan dengan seakan – akan seekor kambbing. Demikian
pula mereka memamerkan di hadapan orang banyak bahwa mereka dapat berjalan pada seutas benang yang kecil. Dan
itu dinamakan sirkus atau dinamakan juga akrobat.
Kesimpulannya
adalah hukum bagi tukang sihir adalah dipenggal lehernya. Sebagaimana telah
dilakukan oleh sahabat Umar, Jundub al – Khair, dan Hafshah binti Umar.[28]
Namun yang melaksanakannya hukum tersebut adalah Ulil Amri pemerintah islams
setelah melalu peroses pengadilan.
Dan ada sebagian
Ulama yang mengatakan : “ kalau dengan sihirnya ia membunuh orang, maka ia pun
dibunuh, kalau tidak, cukup ia dihukum, namun tidak sampai mati.” Ini adalah pendapat Imam Asy –Syafi’ie dan
Imam Ahmad.
Sebagian ulama
salaf berpendapat bahwa tukang sihir kafir dan belajar sihir hukumnya haram.
Para sahabat Imam Ahmad menyatakan kafir bagi orang yang belajar dan
mengajarkannya.[29]
Referensi
1.
Al – Qur’an
2.
Syarah Aqidah
ath – Thahaawiyyah, ta’liq Al Bani, Sofwer Maktabah Syamilah.
3.
Syarah Aqidah
ath – Thahaawiyyah, Takhrij dan ta’liq Syuaib al – Arnauth dan Abdullah bin
‘Abdil Muhsin at – Turki.
4.
At – Ta’liqat al – Mukhtashsharah ala Matni al – Aqidah
ath – Thahawiyah. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al – Fauzan,
5.
Dosa – dosa
Besar, Imam Adz – Zahabi.
6.
Kitab Syiah (
Dialog Sunnah Syiah), Hasyim Ali
7.
Syarah Al –
Aqidah At –thahawiyah, Ibnu Abil Iz’.
8.
Kumpulan
Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta, Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia. P.O. Box 1419 Riyadh 11431)
9.
www. Annajiyah.com
10. Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al - Fauzan,Prinsip -
prinsip Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah, terbitan Dar Al Gasem, Riyadh Saudi
Arabia, Penerjemah Abu Aasia.
11. At – Tadzkirah, Imam Al Qurtubi. Juz 1, hal 709 . Sofwer Maktabah
Syamilah.
12. Hadits Arbain, Imam An Nawawi.
13. Lihat Qishshah Al-Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa, karya Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu
14. Syarah Lum’atul I’tiqad, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu.
15. www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman
Mubarak.
16. Syarah Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawaz.
17. Fathul Majid Syarah Kitabbit Tauhid, Muhammad bin Abdul Wahhab.
18. Al – Mughni ( XII/131), Abu Muhammad al – Maqdisi, cet. I, Daarul
Hadits Kairo, th. 1425 H.
19. Mukhtasor Ma’aarijul Qabul, Al – Uqdah.
[1]. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al – Fauzan,
At – Ta’liqat al – Mukhtashsharah ala Matni al – Aqidah ath – Thahawiyah.hal 332
– 353.
[2]. Dosa – dosa Besar, Imam Adz – Zahabi. Hal
156.
[3]. Kitab Syiah ( Dialog Sunnah Syiah), Hasyim
Ali. Hal 49 – 54.
[4].
Syaikh Dr. Shalih bin
Fauzan al – Fauzan, At – Ta’liqat al – Mukhtashsharah ala Matni al – Aqidah ath
– Thahawiyah.hal 332 - 334
[5]. Syarah Al – Aqidah At –thahawiyah, Ibnu Abil
Iz’.
[6].
Qs. An Nisaa`: 64.
[7].
Kumpulan Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta, Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia. P.O. Box 1419 Riyadh 11431) / www. Annajiyah.com
[8].
Al Ankabut 50
[9].
Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al - Fauzan,Prinsip - prinsip Aqidah
Ahlu Sunnah wal Jama'ah, terbitan Dar Al Gasem, Riyadh Saudi Arabia, Penerjemah
Abu Aasia.
[10].HR.
Muslim no. 1 / Hadist Arbain Imam An – Nawawi, Hadits ke 2.
[11].
At – Tadzkirah, Imam Al Qurtubi. Juz 1, hal 709 . Sofwer Maktabah Syamilah.
[12].
HR. Muslim no. 1
[13].
HR. Muslim no. 2901
[14].
Lihat Qishshah Al-Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa, karya Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu
[15].
At-Tadzkirah
[16].
Syarah Lum’atul I’tiqad
[17].
Dikutip dari www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman
Mubarak, Judul: Keluarnya Dajjal Sebagai Tanda Hari Kiamat.
[18].
HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, 2930/169
[19].
HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 2936
[20].
Syarah Aqidah ath – Thahaawiyyah, hal 759. Takhrij dan ta’liq
Syuaib al – Arnauth dan Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at – Turki.
[21].
QS Asy – Syu’araa’ : 221 – 223.
[22].
Lihat Fathul Majid Syarah Kitabbit Tauhid bab 23 tentang sihir (
hal. 315 – 323) dan bab 24 tentang macam – macam Sihir (hal. 325 – 332), Manhajul
Imaam asy – Syafi’ie Fii Itsbatil ‘Aqidah ( 1/221 – 224)
[23].
QS Al – Baqarah : 102.
[25].
Al – Mughni ( XII/131), Abu Muhammad al – Maqdisi, cet. I, Daarul Hadits
Kairo, th. 1425 H.
[26].
Syaikh Dr. Shalih bin
Fauzan al – Fauzan, At – Ta’liqat al – Mukhtashsharah ala Matni al – Aqidah
ath – Thahawiyah.hal 349 – 353.
[27].
Qs : Thaha : 66
[28]. Al – Mughni ( XII/134 - 135), Abu
Muhammad al – Maqdisi, cet. I, Daarul Hadits Kairo, th. 1425 H, Majmuu’
Fatawaa (XXIX/384) Syaikh Islam ibnu Taimiah, dan Mukhtasor Ma’aarijul
Qabul ( hal. 146 – 148).
[29]. Al – Mughni ( XII/132 - 134), Abu
Muhammad al – Maqdisi, cet. I, Daarul Hadits Kairo, th. 1425 H. dan Mukhtasor
Ma’aarijul Qabul ( hal. 145 - 146).
0 komentar:
Posting Komentar