TIGA
HAL YANG DILARANG DAN DIBENCI ALLAH
Dari
Mughirah bin Syu'bah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah 'azza wajalla mengharamkan kalian
mendurhakai seorang ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, dan tidak suka
memberi tapi suka meminta-minta. Dan membenci atasmu tiga perkara; mengatakan
sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta."
[HR.Muslim:3237,HR.Bukhari:2231]
Tiga hal yang
Allah Ta’ala haramkan:
1.
Mendurhakai
Seorang Ibu,
Ibnu
Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ’sikap
durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap
seorang ibu. Sebab, ibu sebagai seorang wanita memiliki fitrah yang lemah.
Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada ibu itu
harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu
melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat
Fathul Baari:5/68)
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini,
disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi
kemuliaan seorang ayah.” (Syarah Muslim:12/11)
Begitu
juga durhaka kepada seorang bapak adalah dosa besar. Akan tetapi pada
pembahasan ini lebih ditekankan pada larangan durhaka kepada ibu. Oleh karena
itu nabi shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya oleh seseorang, kepada
siapa saya harus mengutamakan berbuat baik, beliau menjawab ibumu, kemudian
penanya mengulangi, beliau menjawab ibumu, sampai tiga kali, kemudian yang
keempat kalinya beliau menjawab bapakmu. Karena kebanyakan orang berbuat
durhaka itu kepada ibunya.
2.
Mengubur
Anak Perempuan Hidup-Hidup,
Mengubur
anak perempuan hidup-hidup adalah termasuk salah satu dosa besar yang Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam menyuruh kepada umatnya untuk menjauhinya, yang
setelah diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terhapuslah hal itu
sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang musyrik jahiliyah. (Syarh
Shahih Muslim:12/11)
Allah
Ta’ala berfirma dalam surat At-Takwir:
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur
hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.”
(At-Takwir: 8-9)
Sejarah
telah mencatat bahwa masyarakat Arab jahiliyah dahulu sebelum kedatangan Islam
sangat merendahkan martabat kaum wanita. Di masyarakat Quraisy, wanita
diperlakukan secara hina. Wanita dianggap sebagai penyebab kesengsaraan. Setiap
anak perempuan yang lahir pun dianggap sebagai sumber malapetaka dan kehinaan
bagi kabilah, sehingga kelahirannya selalu memicu murka.
Allah
Ta’ala mendeskripsikan respon emosional masyarakat Quraisy terhadap kelahiran
anak perempuan dalam firman-Nya :
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi
kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan
dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan
buruknya berita yang disampaikan kepadanya.” (An-Nahl: 58-59).
Bahkan,
menurut mereka, anak perempuan pantas untuk dikubur hidup-hidup demi menjaga
prestise kabilah, sehingga dikenal ungkapan “dafnul banat minal mukarramah”
(mengubur anak perempuan hidup-hidup termasuk tindakan terhormat).
3.
Tidak
Suka Memberi Dan Suka Meminta-Minta.
Yang
dimaksud dengan tidak suka memberi dan meminta-minta adalah seseorang menahan
hartanya atau perkara yang dia miliki untuk diberikan kepada orang lain, dan
meminta harta yang bukan haknya.
Allah Ta`ala
membenci tiga perkara
1.
Mengatakan
Sesuatu Yang Tidak Jelas Sumbernya,
Yakni,
menceritakan seluruh perkara yang didengarnya yang tidak ia ketahui
kebenarannya dan juga tidak menurut dugaan kuatnya. Cukuplah seorang disebut
berdosa dan berdusta apabila ia menyampaikan seluruh perkatan yang didengarnya,
yaitu masuk kedalam urusan-urusan orang lain dan mengatakan perkara yang tidak
dia ketahui tentang urusan orang lain tersebut.
2.
Banyak
Bertanya
Banyak
bertanya yaitu memotong suatu masalah dan banyak bertanya tentang perkara yang
tidak berkaitan dengan masalah tersebut dan menanyakan perkara-perkara yang
tidak dibutuhkan. Dan telah banyak hadits-hadits yang shahih yang menerangkan
larangan tersebut, dan para salaf pun membencinya.
Al-Hafizh
Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam:
“Hadits-hadits ini berisi larangan bertanya masalah-masalah yang tidak
diperlukan dan jawabannya dapat merugikan si penanya sendiri. Dan juga larangan
bertanya untuk menentang, bercanda atau memperolok-olok, seperti yang sering
dilakukan oleh kaum munafikin dan lainnya. Mirip dengannya adalah
mempertanyakan ayat-ayat Al-Qur’an dan memprotesnya untuk menentangnya.
Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum musyrikin dan Ahli Kitab.”[Halaman:138]
Hadits
tersebut juga berisi larangan banyak bertanya tentang sejumlah besar masalah
halal dan haram yang dikhawatirkan pertanyaan tersebut menjadi sebab turunnya
perkara yang lebih berat lagi.
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya, kejahatan yang paling
besar yang dilakukan oleh seorang Muslim terhadap kaum Muslimin adalah yang
bertanya tentang suatu perkara yang belum diharamkan, lalu menjadi haram karena
pertanyaannya itu,”[HR.Bukhari:7289, Muslim:2358]
Namun
sebagian ulama’ menerangkan bahwa larangan banyak bertanya tentang halal haram itu
khusus bagi orang-orang yang hidup zaman Nabi. karena dikhawatirkan akan
diharamkan perkara yang belum diharamkan atau diwajibkan perkara yang sulit
dikerjakan. Namun setelah Rasulullah saw wafat kekhawatiran itu telah sirna
karena halal haram telah jelas ditetapkan.
Maknanya,
seluruh perkara yang dibutuhkan kaum Muslimin yang berkaitan dengan agama
mereka pasti telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan pasti telah
disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itu tidak
ada keperluan bagi seseorang untuk menanyakannya lagi. Sebab Allah Maha Tahu apa
yang menjadi kemaslahatan bagi hamba-Nya, Maha Tahu apa yang menjadi hidayah
dan manfaat bagi mereka. Allah pasti telah menjelasakannya kepada mereka
sebelum mereka menanyakannya. Sebagaimana yang Allah katakan dalam firman-Nya, “Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat,” (An-Nisaa’:
176).
Maka
dari itu, tidak perlu lagi menanyakan, apalagi menanyakannya sebelum terjadi
dan sebelum dibutuhkan. Namun kebutuhan yang penting sekarang ini adalah
memahami apa yang telah dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kemudian mengikuti
dan mengamalkannya.
3.
Menyia-Nyiakan
Harta.
Yakni, bersikap mubazir dan membelanjakan harta untuk hal-hal yang
tidak disyari’atkan yang tidak dapat membawa keuntungan (manfaat) dunia dan
akhirat.
0 komentar:
Posting Komentar