Rabu, 22 Mei 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

dukun hitam dukun putih

dukun hitam dukun putih


Fulan baru saja mendatangi seorang yang terkenal sebagai kiyai untuk berobat kepadanya, kata orang-orang selain terbukti dan manjur pengobatannya juga islami. Namun selesainya dari pengobatan kiyai tersebut banyak hal yang masih sanksi baginya "kayaknya kiyai ama dukun bedanya cuma tipis deh?", batinnya penuh kegalauan.
Kalau dulu waktu masih berobat ke dukun dia harus membawa barang persyaratan yang oleh dukun katanya sebagai sesajen, tetapi kiyai tersebut juga mengharuskannya membawa barang persyaratan yang disebutnya mahar, walaupun isinya nggak jauh  bedalah. Kalau dulu dukun memberinya jimat semacam keris, akik, gelang dan semacamnya tapi oleh kiyai tersebut ia juga dikasih pegangan berupa secarik kertas bertuliskan huruf-huruf Hijaiyyah yang pada dasarnya kegunaannya juga tidak berbeda dengan jimat yang diberi oleh dukun.
Iya memang fulan telah banyak kunjung door to door untuk berobat ke berbagai macam tipe dukun, sehingga karena tidak banyak perubahan berarti yang ia dapat membuatnya tersadar bahwa ternyata mendatangi kahin/dukun adalah perbuatan syirik yang dilarang oleh Allah dan Rasulullah yang bisa saja mengeluarkan pelakunya dari dinul Islam.
Hakekat kahin/dukun dan pengikutnya.
Pada zaman jahiliyah dahulu orang-orang Arab menjadikan dukun/kahin sebagai hakim rujukan yang mereka datangi dikala mereka kehilangan sesuatu untuk melacak keberadaanya, dan saat sakit mereka datangi para kahin/dukun tersebut untuk berobat. Para dukun tersebut mempunyai hubungan khusus dengan syetan yang suka mencuri dengar dari langit sehingga ketika mereka ditanya sesuatu oleh orang-orang tentang hal ghaib, syetan-syetan pun mengabarinya tentang hal tersebut kemudian dia pun mengabarkan hal yang dia tahu dari syetan kepada orang-orang sehingga apabila benar apa yang dia katakan manusia pun kemudian menaruh kepercayaan penuh kepadanya.
"Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Abdillah dari Hisyam bin Yusuf dari Ma'mar dari Az-Zuhri dari Urwah bin Zubeir dari Aisyah r.a. berkata, "Orang-orang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang para dukun," beliau bersabda, "Tidak ada apa-apanya." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, mereka kadang-kadang bisa menceritakan sesuatu yang benar kepada kami. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Kalimat tersebut berasal dari kebenaran yang dicuri oleh jin, kemudian dibisikkan ke telinga para walinya (dukun). Maka para dukun tersebut mencampurkan kalimat yang benar tersebut dengan seratus kedustaan."
(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
[Al-Qoulul Mufid; Syaikh muhammad bin sholih Al Utsaimin; 1/531] 
Dan pada hakekatnya syetan, dukun dan para pengikutnya umpama seorang rasul beserta para pengikutnya, sebagaimana dinukil oleh Prof.DR Umar Sulaiman Al-Asyqar, Ibnul Qayyim Al-Jauziah.
“Dukun adalah utusan setan. Karena orang-orang musyrik menjadikan mereka sebagai nara sumber. Mereka mempercayakan kepada para paranormal dalam urusan yang besar, membenarkannya, berhukum kepadanya dan ridha dengan hukumnya. Sebagaimana para pengikut rasul mengikuti rasul. Manusia mempercayai bahwa dukun itu mengetahui gaib dan bisa memberitakan perkara-perkara gaib yang tidak diketahui orang lain. Maka kedudukan dukun bagi orang-orang musyrik itu seperti kedudukan rasul. Oleh karena itu dukun adalah utusan setan tulen. Setan mengutusnya kepada orang-orang musyrik sebagai pengikutnya. Mereka menyaingi para rasul ashshadiqiin hingga orang-orang musyrik menyahut seruannya."
Dukun bertasbih dan bersurban.
Mengingat dikalangan masyarakat kita ini banyak sekali dukun-dukun yang berkedok sebagai orang alim, kiyai bahkan ustadz, mereka mengobati orang sakit yang menurut keyakinan mereka sangat sesuai syariat tapi tak ubahnya seperti sihir atau perdukunan. Mereka menawarkan berbagai macam bantuan yang notabenenya hal-hal tersebut sudah maklum adalah bagian dari pekerjaan dukun. Maka apalah yang menjadi tembok pembeda antara dukun yang memakai surban dan baju koko dengan dukun betulan.
 Mereka kini banyak bertebaran di mana-mana, orang-orang awam pun sudah banyak menjadi korban mereka. Padahal dukun-dukun yang berkedok sebagai orang alim itu bahayanya lebih besar dari dukun yang benar-benar bertitelkan dukun. Bagaimana tidak? melihat kealimannya, melihat ilmu agamanya seakan-akan bukan ilmu perdukunan, seolah-olah semua yang  mereka katakan itu benar. Ditambah lagi media yang  mereka gunakan, selalu menggunakan ayat suci Al-Qur’an dalam setiap mantra atau rajahnya, bahkan terkadang seakan-akan mereka meyakinkan khalayak bahwa mereka adalah wali-wali Allah, dengan menunjukkan berbagai atraksi sulap yang bagi mereka adalah sebuah karomah.
Ulama tabi’in, Laits bin Sa’ad mengatakan, “jika kalian menyaksikan seseorang bisa berjalan di atas air, janganlah terpedaya dengannya hingga kalian cocokkan keadaannya dengan al-Qur’an dan as-sunnah.”
Disebutkan pula bahwa Imam Syafi’i berkata, “jika kalian melihat ada orang yang bisa berjalan di atas air dan terbang di udara, sedangkan dia menyelisihi sunnah, maka ketahuilah (kesaktian) itu datangnya dari setan.”
Ironisnya, banyak dari kaum muslimin yang mengatasnamakan ikhtiar kemudian menghalalkan untuk mendatangi praktek-praktek klenik dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan oleh para dukun itu, yang kebanyakan manusia cenderung lebih mudah tergoda untuk menerima kebatilan. Jika sekali saja dukun terbukti benar, maka jiwa akan terpengaruh untuk selalu menganggap setiap apa yang dikatakan dukun adalah benar, sementara mereka alpa akan kedustaan-kedustaan yang telah diperbuat.
Sisi kelam dukun putih.
Tidak banyak orang yang tahu bahwa di balik jubah, surban dan tasbih para dukun putih, ternyata banyak mengandung sisi kelam dalam kehidupan mereka di dunia dan bagi akherat mereka. Mereka tanggalkan pakaian tauhid, lalu mereka kenakan pakaian kehinaan berupa kesyirikan sebagai syarat kesepakatan kerja sama dengan relasi mereka tiada lain iblis la’natullah alaihim. Demi mencapai tingkat ilmu sesat itu diantara mereka ada yang mempersembahkan tumbal bagi jin, melakukan puasa-puasa bid’ah bahkan menjadikan mushaf sebagai alas di dalam wc, inna lillahi wa inna lillahi rajiun. Maka kedzaliman apalagi yang lebih besar dari kemusyrikan.
Wallahua’lam

QOUL SALAF
Ali bin Abi Thalib radiyallahu 'anhu berpesan :
إِنَّ اْلحَقَّ لاَ يُعْرَفُ بِالرِّجَالِ, اِعْرِفِ اْلحَقَّ تَعْرِفْ أَهْلَهُ
" Kebenaran tidak dikenal dari orang-orangnya. Tetapi kenalilah kebenaran, maka engkau akan tahu siapa orang-orang yang berada di atas kebenaran !"[7]
Aqawilutstsiqot: 1/222

0 komentar:

Posting Komentar