Jumat, 06 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

FATWA FATWA WARISAN


FATWA FATWA WARISAN
1.       Jika pembagian warisan tidak sesuai dengan tuntunan Allah, maka wajib untuk meralatnya. Bila tetap tidak bisa, maka pembagilah yang bertanggung jawab menutupi kekurangan. (Fatwa al Mar’ah al Muslimah, Syaikh Al Fauzan, hal. 908)
2.       Dzawil arham tidak boleh mendapatkan warisan jika masih terdapat pihak ashhabul furudh atau ashobah. (Fatwa al Mar’ah al Muslimah, Syaikh Al Fauzan, hal. 909)
3.       Islam melarang wasiat untuk ahli waris karena akan melanggar ketentuan ketentuan Allah (An Nisa’ 13, 14). Jika memang dibolehkan mewasiatkan harta warisan untuk ahli waris maka tidak ada gunanya ketentuan pembagian warisan. Manusia akan bermain main dengan wasiat sekehendaknya. (Nur ‘Ala ad Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal. 558)
4.       Dilarang mewasiatkan warisan lebih dari 1/3 karena hak ahli waris tergantung pada harta warisan. (Nur ‘Ala ad Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal. 559)
5.       Tentang pembagian harta waris saat pemiliknya masih hidup. Maka sikap yang paling baik adalah membiarkan harta anda tetap di tangan anda karena anda tidak tau apa yang akan terjadi di kehidupan anda. Pergunakan sesuka anda sesuai dengan batas batas yang dibolehkan syari’at. Jika anda meninggal, ahli waris anda akan mewarisi sesuai dengan ketentuan Allah. (Nur ‘Ala ad Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal. 558)
6.       Hubungan keluarga akibat persusuan tidak menjadi sebab pewarisan. Tapi tentu saja ada hak hak lain yang harus dihormati. Jika memang tidak ada ahli waris sama sekali, harta diserahkan kepada baitul mal. (Nur ‘Ala ad Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal. 560)
7.       Wanita yang ditalak
Ø  Raj’I, iddah talaknya berubah menjadi iddah wafat. Talak yang terjadi setelah campur tanpa ada iwadh (pengganti talak) Baik talak 1 atau 2, istri yang ditalak tersebut berhak mendapatkan warisan (Al Baqoroh 228, ath Tholaq 1).
Ø  Talak ba’in.
o   Talak 3 / khulu’ / masa fasah (pemutusan ikatan pernikahan), istri yang ditalak tersebut tidak berhak mewarisi
o   Suami mentalak istri saat suami tersebut sakit agar istri tidak mendapatkan warisan, maka istri yang ditalak tersbut berhak mewarisi walaupun masa iddahnya telah berakhir selama ia belum menikah lagi.
(Nur ‘Ala ad Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal. 560)
8.       Istri yang baru dinikahi kemudian suaminya mati sebelum berkumpul, maka istri tersebut mendapat hak warisan ¼ sebagaimana disebutkan dalam An Nisa’ ayat 12. (Nur ‘Ala ad Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal. 821)
9.       Wanita yang suaminya meninggal sebelum menggauli istrinya, maka istri tersebut wajib beriddah dan berhak menerima warisan (Al Baqoroh 234). Allah tidak membedakan antara yang sudah bercampur atau yang belum (An Nisa’ 12). (Kitab ad Dakwah, Syaikh bin Baz, Juz 1 hal. 160)
10.   Semua pemberian suami yang dikhususkan untuk istri tidak ada hubungannya dengan harta peninggalan. Jika ada dari pemberian tersebut pinjaman, maka itu adalah hutang yang harus dibayarkan mayat seperti hutang hutang lainnya. (Fatwa Lajnah ad Da’imah, Juz 16, no 4724)
11.   Diyat (denda pembunuhan) dibagikan kepada ahli waris seperti halnya harta peninggalan lainnya. (Fatwa Lajnah ad Da’imah, Juz 16, no 4912)
12.   Para ahli waris tidak berhak menerima warisan kecuali setelah dilunasi hutang hutangnya (An Nisa’ 11). Jika sudah dibagikan, masing masing ahli waris yang mendapatkan warisan tersebut wajib mengembalikannya terlebih dahulu. Jika para ahli waris enggan, an salah satu dari mereka menggunakannya untuk investasi dalam rangka melunasi hutang mayit maka ini tidak boleh. Jika sudah terlanjur semoga menjadi ijtihad pihak tersebut dan semoga tidak berdosa. (Fatawa Islamiyah, Ibn Utsaimin, Juz 3 hal. 49)
13.   Wanita meninggal sebelum menunaikan ibadah haji.
Ø  Jika kaya, atau semasa hidupnya dianggap mampu, maka pertama wajib dilaksanakan adalah mengupah seseorang untuk menghajikannya
Ø  Jika miskin atau tidak mampu, maka tidak wajib dihajikan
Ø  Kemudian dibayar hutangnya, dipenuhi waisatnya lalu dibagikan hartanya kepada ahli waris
(Al Lajnah ad Da’imah, dari Kitab Fatawa Islamiyyah, juz 3 hal. 49)
14.   Orang musyrik tidak diwaris oleh anak anaknya yang muwahid. (Al Lajnah ad Da’imah, dari Kitab Fatawa Islamiyyah, juz 3 hal. 51)
15.   Berkenaan dengan waria
Ø  Diberikan padanya setengah bagian laki laki dan setengah bagian wanita
Ø  Diberikan berdasarkan status yang diyakini atau ditangguhkan pemberiannya sampai dia baligh sehingga sehingga statusnya jelas.
(Syaikh ibn Jibrin, Fatawa Islamiyyah juz 3 hal. 54)
16.   Anak anak perempuan saudara kandung tidak mewarisi warisan paman yang meninggal jika ada pihak laki laki. Keponakan perempuan tidaklah termasuk ashhabul furudh, tidak juga ashobah, tetapi termasuk dzawil arham menurut ijma’ ahli ilmi. (Ibn Baz, Fatawa Islamiyah, juz 3 hal. 56)

Sumber :
FATWA – FATWA TERKINI, Jilid 1, Darul Haq

0 komentar:

Posting Komentar