Jumat, 06 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

JANGAN HINA SAHABAT!


JANGAN HINA SAHABAT!
Islam yang kita rasakan hinga saat ini, merupakan sebuah kenikmatan terbesar yang Allah Ta’ala anugrahkan kepada kita, sehinga penting bagi kita untuk mensyukuri akan nikmat Islam ini. Yang mana Allah Ta’ala menwahyukanya kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Perlu kita ketahui bersama akan besarnya jasa para sahabat-sahabat Nabi radiyallahu anhum di dalam menyebarkan agama Islam ini.

A.      Siapakah para sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam?

Sahabat (الصحابة) adalah bentuk jama’ dari shahabi (صحابي), yaitu mereka orang-orang yang bertemu dengan Nabi Shalallahu alaihi wasallam,  dan beriman kepadanya serta meninggal dalam keadaan demikian (dalam keadaan Islam).
Yang wajib diyakini tentang mereka yaitu bahwa para sahabat adalah sebaik-baiknya umat dan generasi, karena mereka terlebih dahulu beriman setelah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, menemani beliau,  berjihad bersamanya, membawa dan menyampaikan syariat Islam kepada orang-orang sesudah mereka.
Allah memuji mereka dalam firman-Nya, “Dan orang-orang Yang terdahulu yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan) dari orang-orang "Muhajirin" dan "Anshar", dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah ridha akan mereka dan mereka pula ridha akan Dia, serta Dia menyediakan untuk mereka syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar. [At-Taubah: 100]
Juga dalam firman-Nya,
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah ia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS. Al-Fath: 29]

B.      Larangan Mencela Sahabat Radhiyallahu ‘anhum

Salah satu prinsip-prinsip utama yang dimiliki oleh Ahlus Sunnah wal-Jama’ah adalah (kewajiban) menjaga hati-hati dan lisan-lisan mereka (dari mencela) sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam sebagaimana yang telah disifatkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Hasyr: 10]
Dan hal ini berbeda sekali dengan kalangan Syi’ah yang mana mereka menghina para sahabat-sahabat Nabi, bahkan mereka mengkafirkan para sahabat, dengan tuduhan-tuduhan keji. Na’udzubillah min dzalik!

Menahan diri dari mencela para sahabat adalah termasuk bentuk kepatuhan terhadap perintah Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam, dalam sabdanya,
“Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalau pun sekiranya seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, (hal itu) tidak akan menyamai infak satu mud atau setengan mud dari salah seorang mereka.” [HR. Mutafaq ‘alaih]
Manhaj Ahlus Sunnah menerima semua yang disebutkan di dalam kitab dan sunnah tentang keutamaan-keutamaan mereka, dan meyakini bahwa mereka adalah generasi terbaik, seperti yang disabdakan Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam,
“Sebaik- sebaik kalian adalah generasiku (kelompok manusia dari kalangan sahabat).” [HR. Bukhari]
Dan ketika Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam, menyebutkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan dan kesemua golongan tersebut (tempatnya) di neraka kecuali satu golongan saja, lalu para sahabat bertanya kepada beliau tentang golongan yang selamat itu, beliau Shalallahu alaihi Wasalam menjawab,
“Mereka adalah orang yang berada pada (jalan) seperti (jalan) yang aku dan sahabat-sahabatku berada di atasnya hari ini.” [HR. Ahmad dan Imam lainnya]

C.      Larangan Mencela Para Imam Dan Ulama Umat Ini

Setelah generasi para sahabat, yang menduduki tingkatan berikutnya dalam keutamaan, kemuliaan dan derajat yang tinggi adalah para imam dari kalangan tabi’in dan para pengikut mereka dari generasi-generasi berikutnya dan juga orang-orang yang datang setelah mereka yang mengikuti dengan baik jejak para sahabat sebagaimana firman Allah Ta’ala,
Dan orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dari orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. [QS. At-Taubah: 100]
Oleh kerana itu, tidak boleh kita mencaci dan mencela mereka, sebab melalui merekalah ajaran yang dibawa oleh Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wasallam sampai kepada kita. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia binasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. An-Nisa: 115]
Al-Imam Ibnu Abil ‘lzz (pensyarah kitab Aqidah Thahawiyah) berkata, “Diwajibkan bagi setiap muslim, setelah dia memberikan kesetiaan dan kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, untuk memberikan kesetiaan dan kecintaannya pula kepada orang-orang mukmin. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Al-Qur’an, khususnya kesetiaan dan kecintaan itu diberikan kepada mereka yang termasuk pewaris para Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam (yaitu para ulama) yang mana Allah Ta’ala menjadikan mereka seperti bintang-bintang yang dapat menjadi petunjuk arah dalam kegelapan di darat maupun di laut. Dan kaum muslimin telah bersepakat bahwa mereka mendapat hidayah dan pengetahuan (tentang syariat). Wallahu Ta’ala A’lam!! [Aly]

0 komentar:

Posting Komentar