JANGAN
HINA SAHABAT!
Islam yang kita rasakan hinga saat ini, merupakan sebuah
kenikmatan terbesar yang Allah Ta’ala anugrahkan kepada kita, sehinga
penting bagi kita untuk mensyukuri akan nikmat Islam ini. Yang mana Allah Ta’ala
menwahyukanya kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, yang kemudian
dilanjutkan oleh para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Perlu kita ketahui bersama akan besarnya jasa para sahabat-sahabat Nabi radiyallahu anhum di dalam
menyebarkan agama Islam ini.
A.
Siapakah para sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam?
Sahabat (الصحابة) adalah bentuk jama’ dari shahabi (صحابي), yaitu mereka orang-orang yang bertemu
dengan Nabi Shalallahu alaihi wasallam,
dan beriman kepadanya serta meninggal dalam keadaan demikian (dalam
keadaan Islam).
Yang wajib diyakini tentang mereka yaitu bahwa para sahabat adalah
sebaik-baiknya umat dan generasi, karena mereka terlebih dahulu beriman setelah
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, menemani beliau, berjihad bersamanya, membawa dan menyampaikan
syariat Islam kepada orang-orang sesudah mereka.
Allah memuji mereka dalam firman-Nya, “Dan orang-orang Yang
terdahulu yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan) dari orang-orang
"Muhajirin" dan "Anshar", dan orang-orang yang menurut
(jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah ridha akan mereka
dan mereka pula ridha akan Dia, serta Dia menyediakan untuk mereka syurga-syurga
yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar. [At-Taubah: 100]
Juga dalam firman-Nya,
“Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka
ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam
Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah ia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar.” [QS. Al-Fath: 29]
B.
Larangan
Mencela Sahabat Radhiyallahu ‘anhum
Salah satu prinsip-prinsip utama yang
dimiliki oleh Ahlus Sunnah wal-Jama’ah adalah (kewajiban) menjaga hati-hati dan
lisan-lisan mereka (dari mencela) sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi
Wasalam sebagaimana yang telah disifatkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa:
"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam
hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Hasyr: 10]
Dan hal
ini berbeda sekali dengan kalangan Syi’ah yang mana mereka menghina para
sahabat-sahabat Nabi, bahkan mereka mengkafirkan para sahabat, dengan
tuduhan-tuduhan keji. Na’udzubillah min dzalik!
Menahan diri dari mencela para sahabat
adalah termasuk bentuk kepatuhan terhadap perintah Rasulullah Shalallahu alaihi
Wasalam, dalam sabdanya,
“Janganlah
kalian mencaci sahabat-sahabatku. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya,
kalau pun sekiranya seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud,
(hal itu) tidak akan menyamai infak satu mud atau setengan mud dari salah seorang
mereka.” [HR. Mutafaq ‘alaih]
Manhaj Ahlus Sunnah menerima semua
yang disebutkan di dalam kitab dan sunnah tentang keutamaan-keutamaan mereka,
dan meyakini bahwa mereka adalah generasi terbaik, seperti yang disabdakan
Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam,
“Sebaik-
sebaik kalian adalah generasiku (kelompok manusia dari kalangan sahabat).” [HR.
Bukhari]
Dan ketika Rasulullah Shalallahu
alaihi Wasalam, menyebutkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan dan
kesemua golongan tersebut (tempatnya) di neraka kecuali satu golongan saja,
lalu para sahabat bertanya kepada beliau tentang golongan yang selamat itu,
beliau Shalallahu alaihi Wasalam menjawab,
“Mereka adalah orang yang berada pada
(jalan) seperti (jalan) yang aku dan sahabat-sahabatku berada di atasnya hari
ini.” [HR. Ahmad dan Imam lainnya]
C.
Larangan
Mencela Para Imam Dan Ulama Umat Ini
Setelah generasi para sahabat, yang
menduduki tingkatan berikutnya dalam keutamaan, kemuliaan dan derajat yang
tinggi adalah para imam dari kalangan tabi’in dan para pengikut mereka dari
generasi-generasi berikutnya dan juga orang-orang yang datang setelah mereka
yang mengikuti dengan baik jejak para sahabat sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Dan
orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dari orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha
kepada mereka dan mereka pun ridha
kepada Allah.” [QS. At-Taubah: 100]
Oleh kerana itu, tidak boleh kita
mencaci dan mencela mereka, sebab melalui merekalah ajaran yang dibawa oleh
Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wasallam sampai kepada kita. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan
barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia binasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. An-Nisa: 115]
Al-Imam Ibnu Abil ‘lzz (pensyarah
kitab Aqidah Thahawiyah) berkata, “Diwajibkan bagi setiap muslim, setelah dia
memberikan kesetiaan dan kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, untuk
memberikan kesetiaan dan kecintaannya pula kepada orang-orang mukmin.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Al-Qur’an, khususnya kesetiaan dan
kecintaan itu diberikan kepada mereka yang termasuk pewaris para Nabi Shalallahu
‘alaihi wasallam (yaitu para ulama) yang mana Allah Ta’ala menjadikan mereka
seperti bintang-bintang yang dapat menjadi petunjuk arah dalam kegelapan di
darat maupun di laut. Dan kaum
muslimin telah bersepakat bahwa mereka mendapat hidayah dan pengetahuan
(tentang syariat). Wallahu Ta’ala A’lam!! [Aly]
0 komentar:
Posting Komentar