Selasa, 03 Desember 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category: ,

Lentera yang Terbakar

Bismillahirrahmanirrahim..

 “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”  

(QS. Al-Baqarah: 44)

Dalam mengomentari ayat ini, Qatadah berkata, “Allah berfirman: Mengapa kalian melakukan yang demikian wahai ahlul kitab,  kalian memerintahkan manusia kepada kebaikan namun kalian sendiri melupakan diri kalian sendiri. Padahal bersamaan dengan itu kalian membaca kitab dan kalian mengetahui perintah Allah yang ada di dalamnya. Mengapa kalian tidak berfikir terhadap apa yang terjadi pada diri kalian sendiri?. Maka bangunkanlah diri kalian dari tidur yang lelap, sadarlah kalian dari kebutaan kalian.
Sedangkan sabahat Ibnu Abbas, beliau menafsirkan makna “sedang kamu melupakan dirimu” adalah mereka meninggalkan diri mereka sendiri. Sedangkan kata “padahal kamu membaca al-Kitab” adalah mereka mencegah manusia dari kekafiran dengan apa yang ada dalam kenabian Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam serta janji yang ada dalam kitab Taurat, “sedangkan kalian meninggalkan diri kalian sendiri”, Yaitu kalian mengkufuri apa yang ada di dalamnya dari perjanjian-Ku kepada kalian tentang membenarkan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Dan juga kalian membatalkan janji-Ku serta mengingkari apa yang kalian ketahui dalam kitab-Ku.
Dalam riwayat yang lain dari jalan Adh-Dhahak, Ibnu Abbas berkata tentang tafsir dari ayat ini, yaitu kalian memerintahkan manusia untuk masuk kedalam agama Muhammad dan ajaran lainnya mulai dari perintah shalat, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri. 
Yang dimaksud pada ayat ini adalah, Allah mencela perbuatan mereka dan memperingatkan mereka dari kesalahan mereka yaitu tentang hak diri mereka ketika memerintahkan kepada kebaikan sedangkan mereka sendiri tidak melakukannya. Yang dimaksud di sini bukanlah celaan terhadap perbuatan mereka yang memerintahkan kepada yang kebaikan, karena sesungguhnya memerintahkan kepada kebaikan adalah merupakan perbuatan yang ma'ruf dan hal itu wajib bagi setiap orang yang berilmu. Tetapi kewajiban yang pertama bagi orang yang berilmu adalah mengerjakannya disertai dengan memerintahkannya kepada orang lain dan tidak menyelisihinya, sebagaimana perkataan Nabi Syu’aib alaihis sallam,

"Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama Aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah Aku bertawakkal dan Hanya kepada-Nya-lah Aku kembali" . (QS. Hud: 8).
 
Maka perbuatan memerintahkan kepada kebaikan adalah suatu kewajiban, begitu juga mengerjakannya. Kedua hal ini tidak bisa menggugurkan satu sama lainnya menurut pendapat yang paling benar dari pendapat para ulama salaf maupun khalaf. Sebagian yang lain berpendapat bahwa orang yang masih melakukan suatu kemaksiatan maka ia tidak boleh mencegah orang lain dari hal itu, dan ini adalah pendapat yang lemah, mereka berdalih dengan ayat ke-44 dari surah Al-Baqarah di atas, padahal ayat ini tidak bisa menjadi hujah untuk mereka.

Yang benar adalah bahwa seorang yang alim harus memerintahkan kepada kebaikan meskipun ia sendiri tidak melakukannya, ia harus mencegah dari yang mungkar meskipun ia sendiri masih mengerjakannya.
Said bin Jubair berkata, "Seandainya seseorang tidak memerintahkan kepada perbuatan ma'ruf dan tidak mencegah dari yang mungkar hingga tidak ada sesuatupun (kesalahan) pada dirinya, maka tidak akan ada orang yang mengerjakan amar ma'ruf nahi mungkar".

Tetapi keadaan seperti ini adalah keadaan yang tercela karena mereka meninggalkan ketaatan dan mereka melakukan kemaksiatan sedangkan mereka mengetahui akan hal itu. Dalam hal ini banyak sekali hadits yang mencela perbuatan seperti ini. Diantara hadits itu adalah :
1.             Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani:
Dari Jundub bin Abdillah, Rasulullah bersabda, "Permisalan orang yang 'alim yang mengajari manusia suatu kebaikan dan dia sendiri tidak tidak mengamalkannya adalah seperti lentera yang menerangi manusia sementara ia membakar dirinya sendiri."

2.             Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya:
Dari Anas bin Malik, ia berkata, ketika Rasulullah melakukan mi'raj, beliau melewati suatu kaum yang mereka menggunting bibir mereka sendir, lalu Nabi bertanya, "Siapa mereka Ya Jibril?" Jibril menjawab, "Mereka adalah para penceramah dari ummatmu yang memerintahkan kepada kebaikan sementara mereka melupakan diri mereka sendiri, maka apakah mereka tidak berfikir?"  

3.             Hadits riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya, bahwa Rasulullah bersabda:
"Pada hari kiamat nanti didatangkan seorang lelaki yang ia dilemparkan ke dalam neraka, maka terburailah ususnya, dan ia berputar-putar di dalam neraka seperti keledai yang memutar gilingan. Maka berkumpullah ahli neraka, dan mereka berkata kepadanya: “Wahai fulan, apa yang terjadi pada dirimu? Bukankah dahulu kamu ketika di dunia memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar? Maka orang itu berkata: “Aku memerintahkan kalian kepada yang ma'ruf sedangkan aku sendiri tidak melaksanakannya dan aku melarang kalian dari yang munkar sedangkan aku sendiri mengerjakannya". Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits yang semisalnya. 

4.          Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir, bahwa Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya manusia dari ahli jannah melihat kepada manusia yang berada di neraka, mereka bertanya: “Karena apa kalian masuk neraka? Demi Allah, tidaklah kami masuk surga kecuali dengan apa yang kalian ajarkan kepada kami. Maka mereka menjawab, “Sesungguhnya kami mengatakan tetapi kami sendiri tidak mengerjakannya."

Maka, kewajiban utama bagi orang berilmu adalah mengamalkan ilmunya. Hal ini merupakan perkara yang ma’ruf dan pokok bagi penuntut ilmu, karena kewajiban akan ilmu adalah mengamalkannya. Kemudian mengajak manusia kepada kebaikan tanpa meniadakan amalan tersebut karena setiap muslim berkewajiban untuk mengajak kepada yang ma’ruf dan  mencegah dari yang mungkar. Wallahu a’lam..

0 komentar:

Posting Komentar