Thibbun Nabawi Gerbang Kejayaan Dunia Kedokteran
Oleh: Ust. Iskandar Dzulqarnain, A.Kp
Istilah atau sebutan “Thibbun
Nabawi” sebenarnya tidak ada pada zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Nabi sendiri tidak pernah membuat klasifikasi bahwa ini termasuk
Thibbun Nabawi dan itu bukan. Istilah Thibbun Nabawi dimunculkan oleh para
dokter muslim sekitar abad ke-13 Masehi untuk memudahkan klasifikasi ilmu
kedokteran. Istilah Thibbun Nabawi dipakai untuk menunjukkan ilmu-ilmu
kedokteran yang berada dalam bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang dibandingkan dengan ilmu-ilmu
kedokteran yang tumbuh liar sehingga banyak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Sunnah, seperti yang terjadi pada zaman sebelum datangnya Islam.
Maka definisi Thibbun Nabawi
adalah apa yang dipergunakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diperintahkannya dan
dianjurkannya terkait dengan kesehatan
dan gaya hidup. Meskipun demikian bukan berarti yang datang bukan dari nabi
itu dilarang, karena semua pengobatan bisa bernilai Thibbun nabawi asalkan :
-
Menggunakan zat / materi
yang halal dan thoyyib
-
Tata cara pengobatanya
tidak melanggar syari’at
-
Tidak mengandung unsur yang
haram dan syirik
-
Serta menyandarkan
kesembuhan hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata.
Ibnu kholdun dalam “Muqoaddimah”nya
mengatakan bahwa kedokteran Islam, yang juga disebut Thibbun Nabawi atau
kedokteran Nabi, muncul sebagai hasil integrasi ilmu kedokteran Yunani, Persia,
India, Cina, dan Mesir, yang kemudian dipandu dengan wahyu Nabi sehingga
terjaga dari kesyirikan, tahayyul dan khurafat, serta dipenuhi keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Saat itu
di Yunani Cina, Arab dan India sudah banyak teori tentang kedokteran. Sebagian
di antaranya dikoreksi oleh Al-Qur’an dan sebagian lainnya dibenarkan, seperti
bekam dan Kay Al-Wasimy. Dari Persia Nabi mengambil ilmu tentang
farmasi, apotik, dan penggunaan obat dari rumput-rumputan, benda-benda tambang,
tumbuh-tumbuhan atau hewan, serta harum-haruman (arometerapi) dan bebatuan
berkhasiat (baca; herba tren istilah sekarang). Dari Mesir Nabi mengambil ilmu
tentang pengobatan mata, bedah,
operasi, lasoh, siyasur, dan syifa’. Dari beberapa kawasan tersebut, Nabi
mengambil ilmu-ilmu kedokteran. Ilmu-ilmu yang sesuai dengan ajaran Islam terus
dikembangkan dan didukung dengan beberapa hadits dan ayat-ayat Al-Qur’an yang bertentangan
dilarang dan yang lain dibiarkan saja.
Apa Keistimewaan Thibbun
nabawi ?
Ibnul Qayyim berkata: “metode
pengobatan nabi bersifat qoth’i (pasti) dan ilahi karena bersumber dari wahyu, merupakan
pelita kenabian dan kesempurnaan akal. Adapun pengobatan lainnya kebanyakan
berlandaskan perkiraan, dugaan dan percobaan.”
Thibbun Nabawi sebenarnya
merupakan perpaduan berbagai disiplin ilmu kedokteran. Ilmu ini pula yang
dikembangkan umat Islam ke seluruh dunia, dari Arab ke Eropa dan ke seluruh
negara-negara barat hingga abad ke-17. Saat itu tidak ada pemisahan antara ilmu
kedokteran modern dan ilmu kedokteran tradisional. Baru pada awal abad ke-19,
orang-orang Yahudi dan Nasrani menghapuskan ilmu kedokteran yang bernilaikan
Islami dan berdasarkan wahyu ilahi dari kurikulum-kurikulum sekolah mereka di
negara-negara Eropa. Mereka kemudian mengembangkan ilmu kedokteran yang sudah
terpisah dari nilai-nilai Islam tadi sehingga maju seperti sekarang ini. Lalu
mereka mengatakan bahwa ilmu kedokteran barat yang maju itu milik mereka, dan
itulah yang mereka sebut ilmu kedokteran yang modern. Sedang yang lainnya, yang
menurut mereka ketinggalan zaman, yakni yang penuh dengan nilai-nilai Islam,
mereka sebut kedokteran tradisional, sebagai milik orang Islam. Padahal
sekarang ini sudah banyak riset membuktikan
bahwa ilmu kedokteran yang mereka anggap tradisional itu mampu menyelasaikan
problem kesehatan yang tidak diatasi dengan kedokteran modern. Jadi sebenarnya
pembagian ilmu kedokteran antara yang modern dan tradisional itu merupakan
usaha-usaha orang Yahudi dan Nasrani untuk menjauhkan kaum muslimin dari ilmu
kedokteran yang bersumberkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Sebagai bukti bahwa kedokteran
modern – yang mereka anggap berasal dari Eropa – sebenarnya sudah dikembangkan
oleh para sahabat Nabi, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan generasi berikutnya adalah
bahwa:
1. Dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits
banyak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran.
2. Sebelum abad ke-18, belum ada
buku tentang obat-obatan mata yang ditulis oleh orang-orang Eropa. Mereka
mengambilnya dari buku-buku karangan orang Islam seperti Al-Masail fi Ath-Thibb
(Masalah-masalah Pengobatan), yang ditulis oleh Hunain bin Ishaq Al-'Ubbadi
pada tahun 810-878 M.
3. Pada zaman perang salib, para
pasien Kristen, lebih suka mengambil dokter-dokter muslim daripada
dokter-dokter Kristen. Ini karena pada saat itu orang Islam lebih pintar dan
ahli dalam pengobatan. Tsabit bin Qurroh, seorang tabib, banyak mengobati
tentara-tentara yang luka. Ia melihat sendiri bagaimana dokter-dokter Perancis
mengobati dengan kejam hingga banyak yang gagal. Sehingga Raja Louis IX setelah
selesai perang salib begitu tertarik dengan Rumah Sakit Nurudin di Damaskus. Maka
ia pun mendirikan sebuah rumah sakit yang bernama Les Quinze Vingt, yang
sekarang menjadi rumah sakit mata terkenal di Eropa.
4. Istilah-istilah bahasa Arab
telah menduduki bagian penting dalam ilmu kedokteran. Sebagian dokter yang
tinggal di Italia bagian utara telah menulis buku-buku mereka dengan tetap
menuliskan istilah-istilah arabnya. Beberapa istilah seperti sirup dari Syarab,
alkohol dari Al-Kuhul, alkali dari Al-Qoli, borax dari Buroq, elixir dari
Al-Iksir dan lain-lainnya.
Demikianlah, para dokter muslim
saat itu mengembangkan ilmu kedokteran Nabi secara kaffah dan menyeluruh tidak
hanya yang tradisional, namun juga kedokteran modern, serta tidak memisahkan
antara keduanya. Kaum Muslimin juga meletakkan ilmu kedokteran dengan
nilai-nilai ilahiyah, dalam bingkai Al-Qur’an dan Al-Hadits, sehingga
berkembanglah ilmu kedokteran dengan pesat hingga menembus belahan Eropa yang
saat itu masih gelap gulita jauh dari cahaya ilmu pengetahuan.
(Diintisarikan dari mukaddimah buku “Keajaiban Pengobatan Nabi” dengan
sedikit penyuntingan)
Wallahu a’lam bish showab
0 komentar:
Posting Komentar