Hadis
ke 14
Bab
Adab Masuk Wc
عن أبي أيوب الأنصاري رضي الله عنه
قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إذا أتيتم الغائط فلا تستقبلوا
القبلة بغائط ولا بول ولا تستدبروها ولكن شرقوا أو غربوا".
قال أبو أيوب: فقدمنا الشام فوجدنا مراحيض قد بنيت نحو الكعبة فننحرف
عنها ونستغفر الله عز وجل
Yang
Artinya : Dari Abu Ayub Al Anshori Ra. Menuturkan bahwa Rosulullah bersabda, “Jika kalian mendatangi tempat buang air,
maka janganlah buang hajat dan kencing dengan menghadap kiblat akan tetapi
menghadaplah kearah timur atau kebarat”.[1]
Abu Ayub berkata kami pernah datang ke Syam, maka kami melihat
toiletnaya dibangun menghadap kiblat sehinga kami memalingkannya dan memohon
ampun kepada Allah Ta’ala.
Kosa
Kata:
الغائط :
Tempat yang tenang dari sebagian tanah dan menjadikan maksud
untuk Qodo’ hajat
مراحيض : Jamak
dari mirhad, yaitu tempat mandi
شرقوا
أو غربوا : Barat dan timur
Ma’na hadist secara umum:
Nabi Muhammad SAW
memberikan petunjuk tentang adab membuang hajat dengan tidak menghadap
kiblat, yaitu ka’bah. Dan tidak membelakanginya dalam keadaan buang hajat
dikarnakan kiblat tempat yang dimuliakan dan disucikan. Dan bagi mereka yang
berpaling dan timur dan barat, apabila timur atau barat tidak ,menghadap
padanya seperti kiblatnya ahlu Madinah.
Dan ketika para sahabat mereka segera menerima
kebenaran perintah dari Nabi Muhammad Saw. Abu Ayub menyebutkan sesunguhnya
mereka pernah mendatangi Syam dan didapati padanya tempat mandi untuk membuang
hajat, dan dibangun menghadap Ka’bah. Maka mereka langsung memalingkan diri
dari kiblat, akan tetapi kejadian mereka ini dikarenakan lupa dalam menghadap
kiblat yang mereka kira, merekapun langsung berpaling dan mereka memohon ampun
kepada Alloh atas kelalaian mereka.
Penjelasan sebagian dari ulam:
Para
ulama berbeda pendapat, apakah laranngan ini menunjukan haram atau tidak? Ada lima
pendapat :
Pertama ; Larangan itu untuk menjaga kesucian saja, tidak ada ada
perbedaan di tempat terbuka atau di dalam bangunan, maka hukumnya makruh.
Hadits yang melarang itu ditafsirkan demikian, berdasarkan qarinah :
a.
Hadits
jabir, ”Aku melihat beliau, setahun sebelum wafatnya, menghadap kea rah
kiblat (ketika buang air”)[2]
.
b.
Hadits
Ibnu Umar, ”Ia melihat Rosululloh Sholallohu ‘alahi wa Sallam ketika buang
air menghadap Baitul Maqdis dan membelakangi Ka’bah”.[3]
c.
Hadits
Aisyah,”Rubahlah tempat duduk tempatku (untuk buang air) kea rah Kiblat.[4]
d.
Pada
hadits yang pertama kali diceritakan kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa
Sallam, bahwa ada sekelompok kaum yang tidak suka menghadap Kiblat-dengan
kemaluannya-Rosululloh Shalallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,”Aku melihat mereka
menghadapkan tempat dudukku-dalam kamar kecil-ke arah Kiblat”, ini
lafadhnya Ibnu Majah, menurut Adz-Dzahabi dalam kitab Al-Mizan dalam mengenai
biografi Kholid bin Abi Ash-Shalt,”Hadits ini mungkar.”
Kedua ; Hukumnya haram menghadap atau membelakangi Kiblat, sesuai
zhahirnya beberapa hadits tentang larangan tersebut. Sedangkan hadits-hadits
sebagai qorinah yang menunjukkan untuk penyucian, dapat ditafsirkan dalam hal
itu terjadi lantaran ada udzur, dan itu hanya cerita shahabat yang tidak
berlaku untuk umum.
Ketiga ; Bahwa membuang air dengan menghadap atau membelakangi Kiblat hukumnya
mubah, dengan alasan bahwa hadits-hadits yang menunjukkan larangan itu di
nasakh oleh hadits-hadits yang menjukkan kebolehannya, Karena di dalamnya
disebutkan taqyid (pembatasan), “setahun sebelum belia wafat” atau yag
semacamnya, dan hal itu diperkuat oleh keterngan dalam Asy-Syarh.
Keempat ; Menghadap dan membelakangi Kiblat kalau ditempat terrbuka
hukumnya haram, tetapi dalam bangunan hukumnya boleh, karna hadits-hadits yang
membolehkan adalah ketika di dalam bangunan, maka hadits tersebut di pahami
bahwa larangan itu ketika di tempat terbuka. Sedangkan hadits-hadits yang
menunjukkan larangan bersifat umum. Setelah di takhshis (dikhususkan) dengan
kebolehan di dalam bangunan dengan hadits-hadits yang menceritakan perbuatan
beliau –yang sudah di jelaskan sebelumnya-, maka keharamannya itu hanya berlaku
di tempat terbuka.
Ibnu
Umar berkata, “Hal tersebut hamnya dilarang di tempat terbuka, maka apabila
antara kamu dengan arah Kiblat ada sesuatu yang dapat menghalangimu, maka tidak
apa-apa.” [5](
Pendapat ini tidak jauh (dari kebenaran), karena adanya beberapa hadits yang
melarang dalam hal ini, di samping
terdapat beberapa hadits yang membolehkannya.
Kelima ; Menghadap ke arah Kiblat hukumnya haram, tapi membelakanginya
boleh, baik di tempat terbuka atau dalam bangunan, pendapat ini tidak dapat di
terima, karena ada hadits yang menunjukkan larangan pada kedua tempat tersebut.
Inilah
Lima pendapat yang terdapat dalam masalah ini, dan yang paling mendekati
kebenaran adalah pendapat yang keempat.
Telah
dikemukakan alas an dari Asy-Sya’bi, sebab adanya larangan menghadap dan
membelakangi Kib;at di tempat terbuka,”Karena di padang sahara itu tidak
sepi dari malaikat atau manusia, ataupun bangsa jin yang sedang sholat, yang
terkadang auratnya bias kelihatan oleh mereka.” [6]
(HR. Al-Baihaqi)
Asy-Sya’bi
pernah ditanya tentang perbedaan antara dua hadits, yakni hadits dari Ibnu
Umar, yang mengatakan bahwa dia melihat Rosululloh (ketika buang air)
membelakangi Kiblat, dan Hadits dari abu Hurairah yang melarang perbuatan
tersebut? Ia menjawab, ”Keduanya betul , larangan dalam haits Abu Hurairah
itu untuk tempat terbuka, karena ada hamba Alloh baik malaikat maupaun jin yang
sedang melaksanakan sholat, maka janganlah salah seorang menghadap kepada
mereka atau membelakanginya ketika buang air besar dan kecil. Adapun mengenai
jambanmu, maka sama dengan rumah yang sengaja dibangun dan tidak memilki
Kiblat.”
Ini
khusus untuk Ka’bah saja, dan Baitul Maqdis disamakan dengan Ka’bah,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “Rosululloh Shalallohu
‘alaihi wa Sallam melarang menghadap dua Kiblat ketika buang air besar dan
kecil” (Dha’if Abi Dawud), hadits ini lemah dan tidak dapat mengubah hukum
asal. Pendapat yang lebih lemah dari itu adalah yang mengatakan makruh menghadap matahari dan bulan.
Kesimpulan
:
1.
Larangan
menghadap kiblat dan membelakanginya dalam keadaan buang hajat.
2.
Perintah
berpaling dari kiblat dalam keadaan Qodo’ hajat.
3.
Hikmah
memuliakan Ka’bah,
4.
Maksud
dengan istighfar didalam teks hadist istighfar dengan hati bukan dengan lisan
karna menyebut nama Allah dengan lisan dalam keadaan aurat terbuka dan Qoda’ hajat dilarang.
Sumber
:
1.
Umdatul Ahkam, Syaikh Abdul Ghoni Al Maqdisi
2.
Taisiru A’lam fi syarh umdatul ahkaml, Abdullah bin Abdurrahman bin
sholih ali bisam
3.
Subulus salam, Syarah Bulughul Maram (Muhammad bin Ismail Al-Kahni Al-Amir
Ash-Shan’ani)
0 komentar:
Posting Komentar