Hadits ke-15
عن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما قال: "رقيت يوما على
بيت حفصة فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم يقضي حاجته مستقبل الشام مستدبر الكعبة".
Artinya : Dari Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khottob
Rodhiyallohuanhuma ia berkata, “Aku
pernah menaiki rumah Hafshah Rodiyallohuanha karena suatu keperluan. Ketika itu
aku melihat Rasulullah Sallallohualaihiwasallam buang hajat menghadap ke arah
Syam dan membelakangi Ka’bah.”
Makna hadis secara umum :
Dari Abdulloh bin Umar Radiyallohuanhuma berkata : "Suatu hari
saya menuju ke rumah Hafshoh kemudian saya melihat Nabi
Sallallohualaihiwasallam menunaikan
hajat menghadap ke Syam dan membelakangi Ka’bah”.
Dalam
permasalahan ini ada perselisihan pendapat di kalangan ulama :
Ada yang berpendapat perbuatan ini haram secara mutlak, baik di WC (tempat yang tertutup/berbentuk bangunan) maupun di
tempat terbuka.
Karena ada hadis yang melarang buang hajat
menghadap kiblat sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub al-Anshari berkata, Rasulullah Sallallohoalaihiwasallam bersabda:
إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوْهَا وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا
Artinya : “Apabila kalian mendatangi tempat buang air maka janganlah kalian menghadap ke arah kiblat ketika buang air besar ataupun kencing, serta jangan pula membelakangi kiblat. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat.”
Ada yang membolehkan secara mutlak dan ada pula yang merinci. Perselisihan ini terjadi karena selain hadits larangan sebagaimana tercantum di atas, didapatkan pula hadits lain yang menunjukkan kebolehannya seperti hadits Abdullah ibnu Umar ibnu Khottob Rodiyallohuanhuma, ia berkata, “Aku pernah menaiki rumah Hafshah karena suatu keperluan. Ketika itu aku melihat Rasulullah n buang hajat menghadap ke arah Syam dan membelakangi Ka’bah.”
Demikian pula hadits Jabir bin Abdillah al-Anshari, “Sungguh
beliau Sallallohualaiwasallam melarang kami untuk membelakangi dan menghadap
kiblat dengan kemaluan-kemaluan kami apabila kami buang air. Kemudian aku
melihat beliau kencing menghadap kiblat setahun sebelum meninggalnya.”
(HR. Ahmad 3/365 dan dihasankan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam
al-Jami’ush Sahih, 1/493)
Perselisihan yang ada, yang rajih (kuat) adalah pendapat yang
merinci. Bila di luar bangunan seperti di padang pasir, haram untuk menghadap
atau membelakangi kiblat. Sementara di dalam bangunan tidaklah diharamkan. Ini
adalah pendapat al-Imam Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, dan asy-Sya’bi, dan
ini merupakan pendapat jumhur ahli ilmu. (Syarah Shahih Muslim 3/154, Syarah
Sunan an-Nasa’i lis Suyuthi 1/26)
Namun sepantasnya bagi seseorang untuk menghindari arah kiblat
ketika buang hajat di dalam bangunan (WC dan semisalnya), dalam rangka
berhati-hati dari hadits-hadits yang menunjukkan larangan akan hal ini. Juga
karena adanya perselisihan yang kuat dalam permasalahan ini yang didukung oleh
para ulama ahli tahqiq (peneliti). (Taisirul ‘Allam, 1/55)[1]
Hadits – hadits yang melarang buang hajat menghadap atau
membelakangi kiblat di bawa kepada konteks pembahasan buang hajat ditempat
terbuka. Sedangkan hadis- hadis yang membolehkanya menyatakan hal itu terjadi
didalam bangunan. Jadi tidak ada pertentangan antara hadis- yang melarang dan
hadis-hadis yang membolehkan. Ibnu Umar berkata:
انما نهي عن ذلك في الفضاء فاذ كان بينك وبين
القبلة شيء يسترك فلا باس
“Hal itu dilarang ditempat terbuka, lalu jika
antara dirimu dengan kiblat terdapat sesuatu yang menutupimu, maka tidak
apa-apa”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud danlain-lainnya. Asy-Sya’bi ditanya
tentang perbedaan dua hadis- yaitu hadis ibnu umar bahwa dia melihat Nabi buang
hajat menghadap qiblat dan hadis Abu Hurairoh yang melarang – maka Asysyabani menjawab,
keduanya benar, karena hadis Abu Hurairoh berlaku di tempat terbuka”. (Bulughul Marom).
Wallahu A’lam Bis Shawwab
[1]
Taisarul Alam Syarhu Umdatul Ahkam(Juz 1/53) Abdulloh Ibnu Abdurrohman Ibnu
Sholih Ali Basam
2 Bulughul Marom(1/Bab Buang Hajat) Abdul Qodir
Syaibah Al- Hamd
0 komentar:
Posting Komentar