Hadits ke-29
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه - قَالَ: ((جَاءَ أَعْرَابِيٌّ
, فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ , فَزَجَرَهُ النَّاسُ , فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ
- صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه
وسلم - بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ , فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ)) .
Artinya : Dari Anas bin Malik.ra berkata : “ Datang seorang
Arab badui, maka dia langsung kencing di salah satu bagian masjid, maka para
sahabat membentaknya, maka Rosulullah Saw melarangnya, ketika orang itu selesai
kencing maka Nabi Saw meminta seember air kemudian disiramkan pada ( tempat
yang terkena air kencing ).
Anas
bin Malik Ra ini adalah Abu Hamzah Al-Anshory An-Najary Al-Khozrojy. Seorang
pembantu Rosulullah sejak beliau datang ke Madinah sampai wafatnya Rosulullah
Saw. Ketika Rosulullah datang ke Madinah, Anas baru berumur 10 tahun atau 9
atau 8, dalam hal ini ada beberapa pendapat. Ia tinggal di Bashrah sejak
kekhalifahan Umar Ra untuk mengajar umat manusia. Umurnya panjang sampai 130
tahun, ada yang mengatakan kurang dari itu. Ibnu Abdil Barr berkata, ” pendapat
yang paling shohih adalah 99 tahun.” Ia adalah sahabat yang paling terakhir
meninggal di Bashrah yaitu sekitar tahun 91 atau 92 atau 93 H.[1]
Takhrij
:
1.
Bukhory dalam kitab Al-Wudlu’
bab 57, dan 58. Dan dalam kitab Al-Adab bab 35 dan 80.
2.
Muslim dalam kitab Thoharoh
hadits ke 98 s/d 100.
3.
Abu Dawud dalam kitab Thoharoh
bab 132.
4.
At-Tirmidzi dalam kitab Thoharoh
bab 113.
5.
An-Nasa’I dalam kitab Thoharoh
bab 44 dan kitab Al-Miyah bab 3.
6.
Ibnu Majah dalam kitab Thoharoh
bab 78.
7.
Ad-Darimy dalam kitab Al-Wudlu’
bab 62.
8.
Malik dalam al-muwatho’
pada kitab Thoharoh hadits ke 111.
9.
Ahmad pada kitabnya hal.
239,282 dan 503/juz.2. hal. 110, 114, 167,191 dan 116/juz.3.
Syarh
Hadits :
1.
Nabi melarang sahabatnya menghardik orang
badui (dan menurut riwayat bahwa orang badui itu
bernama Dzul Khowaishiroh[2]), itu karena berbagai alasan[3] :
ü
Tidak menyakiti orang. Nabi melarang
sahabatnya agar tidak menghardiknya, agar sibadui itu menuntaskan hajatnya. Karena
jika dihardik sedangkan dia belum tuntas maka akan terasa sakit.
ü
Agar tempat najisnya pada satu
tempat saja. Jika dihardik dalam keadaan belum tuntas hajatnya maka sibadui itu
akan lari dalam keadaan ini akhirnya percikan air kencingnya juga akan menyebar
keseluruh dimasjid
2.
Cara pensucian air kencing.
Ø Pada
kasus air kencing orang dewasa maka cukuplah disiram dengan memperbanyak air
dan menurut para fuqaha’ disunahkan memperbanyak air tujuh kali banyaknya air
kencing.[4]
Ø Tetapi
jika itu air kencingnya anak kecil laki-laki yang belum makan apa-apa kecuali ASI
maka ini caranya cukup dipercikki dengan
air. Sebagaimana dalam dua hadits sebelumnya yaitu hadits dari Ummu Qois binti
Miskhan Ra dan hadits dari Aisyah Ra[5].
Ø Adapun
kencingnya anak perempuan maka hal ini cara pensuciannya adalah di cuci.
Sebagaimana hadits berikut : واحتجوا فى ذلك بما رواه هشام، عن قتادة، عن أبى
حرب بن أبى الأسود، عن أبيه، عن على بن أبى طالب، عن الرسول (صلى الله عليه وسلم) أنه
قال فى الرضيع: تمت يغسل بول الجارية، وينضح بول الغلام[6]
3.
Cara pensucian tanah jika terkena najis
cukuplah disiram dengan air. Dan dikatakan juga bahwa angin dan cahaya matahari
bisa menyucikan najis yang ada pada tanah[7].
4.
Menghormati masjid dan
mensucikannya.
5.
Toleransi Nabi pada orang yang belum mengerti.
Sehingga ketika selesai kencing maka orang badui itu langsung bekata : اللهم ارحمني ومحمدا، ولا
ترحم معنا أحداً كما جاء في صحيح البخاري
6.
Jauhnya wawasan dan cerdasnya Rosulullah dalam memandang tabiat manusia.
7.
Kurangnya pergaulan dapat
menyebabakan kerasnya hati dan kebodohan, seperti orang badui itu.
8.
Halusnya retorika da’wah Nabi dalam
mendidik orang bodoh.[8]
Itulah hikmah-hikmah yang terkandung pada hadits
Wallahu a’lam bis Shawwab
[1] .
subulus salam terjemahan hal.54/juz.1
[2] .
fath al-bary hal.254/juz.1
[3] .
ikhkamul akhkam hal.121/juz.1
[4] . Ikhkamul
Akhkam hal.122/juz.1
[5] . Umdatul
Akhkam hadits ke. 27 dan 28
[6] . Syarakh
Shohih Bukhory Li Ibni Bathal hal.332/juz.1
[7] . Subulus
Salam hal. 34/juz.1
[8] . Taisyirul
‘Alam Syarkhu ‘Umdatul Akhkam hal.58/juz.1
0 komentar:
Posting Komentar