Hadits ke-35
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ :
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ - رضي الله عنه - قَالَ : (( يَا رَسُولَ اللَّهِ ,
أَيَرْقُدُ أَحَدُنَا وَهُوَ جُنُبٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ , إذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ
فَلْيَرْقُدْ ((
Artinya
: Abdullah bin Umar menuturkan bahwa Umar bin Al-Khotob Ra mengatakan, “Wahai
Rosulallah, apakah salah seorang diantara kami diperbolehkan tidur dalam
keadaan junub? “ Nabi menjawab, “ Boleh, jika dia sudah berwudhu maka dia boleh
tidur meskipun dalam keadaan junub."
Asalnya
dalam Ash Shohain[1]
,Tetapi tanpa penambahan kata (jika dia mau ), hanya saja, pentashihan dari
orang yang menyebutkannya, ia meriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih dari
kitabnya sudah cukup untuk menjadi
pegangan. Dan diperkuat dengan hadist, “ Dan beliau tidak menyentuh air,” dan
tidak membutuhkan penakwilan At-Tirmidzi. Juga memperkuat hukum asal, yakni
tidak diwajibkan berwudhu bagi orang yang ingin tidur dalam keadaan junub,
sebagai mana pendapat jumhur ulama.[2]
Berwudhu ketika
hendak tidur setelah melakukan hubungan badan, hukumnya sunah muakkad
(sunah yang ditekankan). Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah
beberapa hadis berikut:
Pertama: Hadis
dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa apabila Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam hendak makan atau tidur, sementara beliau sedang junub,
maka beliau mencuci farji-nya dan berwudhu sebagaimana wudhu ketika
shalat.[3]
Kedua: Riwayat
dari Ibnu Umar, bahwa Umar bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Wahai Rasulullah, apakah seseorang boleh tidur dalam keadaan junub?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, boleh, apabila
dia berwudhu.” Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Ya boleh, dan dia berwudhu dahulu jika mau.” [4]
Ketiga: Hadis
dari Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal yang tidak
didekati malaikat: bangkai orang kafir, laki-laki yang melumuri dirinya dengan
parfum wanita, dan orang junub sampai dia berwudhu.” [5]
Setelah menyebutkan beberapa
hadis di atas, Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan, “Hadis di atas
menunjukkan tidak wajibnya berwudhu untuk orang junub, dan ini adalah
pendapat mayoritas ulama.”[6]
Kesimpulan:
Boleh bagi orang yang junub mengakhirkan mandinya[7]
Hal ini karena adanya riwayat Ghudhaif ibnul Harits, ia berkata: “Aku pernah
bertanya kepada Aisyah Ra: “Apakah engkau melihat Rasulullah sallalahu
alaihi wa sallam mandi janabah di awal atau di akhir malam?” Aisyah radiyallahu
anha menjawab: “Terkadang beliau mandi di awal malam dan terkadang beliau
mandi di akhir malam.” Ghudhaif berkata: “Allahu Akbar! Segala puji bagi Allah
yang telah menjadikan kelapangan dalam perkara ini.”
Ketika men-syarah (menerangkan) hadits Abu Hurairah z yang
telah disebutkan di atas, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t berkata: “Hadits
ini menunjukkan bolehnya meng-akhirkan mandi dari awal waktu diwajib-kannya
mandi tersebut.” [8]
Referensi:
1.
Umdatul
Ahkam, Syaikh Abdul Ghoni Al Maqdisi
2.
Subulus
Salam Syarah Bulugul Maram, Muhammad Jabir As Qolani
3.
Fathul
Bari, Ibnu Hajar Al-Asqolani.
0 komentar:
Posting Komentar