Rabu, 22 Mei 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

ADAT DAN SYARI’AT

ADAT DAN SYARI’AT
Bagi masyarakat dunia timur terutama, adat istiadat merupakan alat penting guna menjaga dan melestarikan budaya. Mereka begitu menjunjung dan mengagungkannya sebagai sebuah norma dan nilai sosial juga pandangan hidup.
Bahkan hampir tidak ada sedikitpun perkara atau masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak terlepas dari adat istiadat, terlebih lagi dalam prosesi ritual-ritual sakral. Akan tetapi tidak sedikit dijumpai dari sekian adat istiadat yang ada di bumi nusantara ternyata bercampur aduk dengan bid’ah bahkan kesyirikan. Sebagai contoh, keberagaman ritual adat istiadat yang melekat di tanah Jawa ternyata masih  sangat banyak yang kental dengan budaya klenik dan primbon, ada mithoni dilaksanakan ketika kandungan ibu telah mencapai usia 7 bulan,  sekaten yang diadakan pada hari ke7 pada bulan syawal, brojotan yaitu suatu acara kematian, bahkan ada ritual mengarak seekor kerbau yang sangat dikultuskan pada malam satu suro keliling kota, ada juga padusan atau kalau di tanah minang lebih dikenal dengan mandi balimau yaitu ritual mandi besar yang dilakukan sehari sebelum memasuki bulan ramadlan secara beramai-ramai di sungai, danau atau pemandian umum yang konon katanya sebagai penyuci atas dosa-dosa yang diperbuat, bahkan tidak habis pikir diantara mereka malah ada yang berkeyakinan bahwa barang siapa yang tidak melaksanakan ritual ini puasanya tidak sah dan pahalanya tidak akan diterima.
Seakan-akan merekalah yang berhak untuk meletakkan dasar-dasar syari'at kemudian memasukkan adat istiadat mereka yang bathil itu sebagai bagian yang tak terpisahkan dari syari'at islam menjadi rukun suatu amaliah ibadah mungkin bahkan syarat sahnya suatu ibadah.
Bukankah ini adalah bid’ah yang sangat jelas dan nyata?bukankah ini termasuk mengakali syari'at islam?bukankah syari'at islam telah sempurna diturunkan kepada Rosulullah shollallahu alaihi wasallam, Imam Malik rohimahullah berkata:
"Barangsiapa mengada-adakan dalam Islam suatu bid'ah dia melihatnya sebagai suatu kebaikan maka dia telah menuduh Muhammad menghianati risalah, karena Allah telah berfirman: "Pada  hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Ku ridhoi Islam menjadi agamamu." Maka sesuatu yang tidak ada ajarannya pada hari itu (saat hidup Rasul), tidak ada pula ajarannya pada hari ini." (Dakwatul Kholaf Ila Thoriqis Salaf, Muhammad bin Ali bin Ahmad Bafadhl)
Selain itu, permasalahannya adalah mereka para pelaku adat-adat ini sangat meluhurkan kebiasaan semacam itu bahkan mereka lestarikan sehingga mengakar kuat dari generasi ke generasi dan akan terus dilanggengkan yang entah sampai kapan akhirnya, Ayyub As-sikhtiyani rohimahullah berkata:
"Tidaklah seorang yang melakukan bid'ah semakin bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kebid'ahannya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah." (Al-Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'Anil Ibtida', Imam As-Suyuti, hal: 66)
Namun syari’at islam dalam memandang segala hal sangatlah proposional, maka tidaklah semua adat kebiasaan tertolak mutlak dalam islam. Hal ini perlu pengkajian ulang karena dalam ilmu ushul fiqh adat terbagi menjadi dua shohih(baik) dan fasad(rusak/batil) yang masing-masing memiliki porsi tersendiri dalam pandangan dinul islam.

A. Adat yang Sejalan dengan Agama
Imam Ibnu Taimiyah berkata :
"Asal dari adat itu tidak di larang kecuali apa yang dilarang oleh Allah"( Kitab Semua Bid'ah Sesat, hal: 42)
Di kalangan ahli syari’ah istilah populer tentang masalah adat ini, antara lain: al-'adatu muhakkamah. Maknanya, bahwa sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan di tengah masyarakat itu bisa dijadikan dasar hukum.
Contohnya, masyarakat Indonesia sudah saling mengenal sebuah kebiasaan dalam transaksi jual beli di warung makan atau restaurant, umumnya orang Indonesia terbiasa makan terlebih dahulu lalu selesai makan baru bayar. Akan tetapi berbeda halnya ketika  di Sudan, karena masyarakat Sudan memiliki kebiasaan yang berlainan dengan adat orang Indonesia yaitu bayar dulu baru makan. Begitu juga dalam prosesi pernikahan pada sebuah masyarakat tertentu dibolehkan bagi pengantin pria untuk langsung membawa pulang pengantin wanita walaupun maharnya masih hutang, tapi di daerah lain adat yang berlaku kebalikan dari yang pertama.
Permasalahan semacam ini tidak ada dasarnya bila dilihat dari nash Quran atau Sunnah, melainkan didapat dari hasil pengamatan empiris pada kebiasaan yang terjadi pada sebuah masyarakat dari daerah yang saling berbeda. Namun dalam implementasinya, kebiasaan itu bisa dijadikan sebagai hukum yang di atasnya disandarkan hukum itu.

B. Adat yang Bertentangan dengan Agama
Namun ada juga adat dan kebiasaan tertentu yang secara qath'i bertentangan dengan agama. Dari segi aqidah Islam banyak adat yang memang bertentangan. Misalnya, sebagaimana beberapa ritual kebiasaan yang telah dipaparkan didepan. Semua itu adalah contoh adat istiadat yang bertentangan dengan aqidah Islam. Adat istiadat seperti ini secara mutlak memang bertabrakan langsung dengan aqidah atau syariah Islam. Sehingga meninggalkannya merupakan hal yang mutlak kewajibannya.

Sikap Seorang Muslim.
Maka sebagai seorang muslim hendaknya kita tetap mengutamakan syari’at Allah dan rosul-Nya di atas kepentingan-kepentingan lainnya, sehingga jikalau kita telah mengetahui adanya sebuah kemungkaran pada suatu hal, entah itu keyakinan yang mendasari pemikiran kita, ataupun adat yang ada di sekitar kita, maka dengan mudah dan ringan kita bisa mengambil sikap tegas dengan menyingkirkan semua itu dan menggantinya dengan yang lebih baik yaitu syari’at islam. Dan hendaknya kita terus ber’azm (berkeinginan kuat) serta mengoptimalkan segala sarana apalagi di zaman gadget seperti sekarang ini, dalam rangka meningkatkan khazanah ilmu agama kita agar kita tidak tersesat di jalan yang salah dan agar kita mengetahui hakikat kebenaran itu sendiri, karena kalau bukan orang yang alim yang mengetahui hakikat diin ini siapa lagi yang akan merubah segala kemungkaran tersebut.
Wallahua’lam

Qoul salaf:
Asy-Sya'bi v berkata:
عَلَيْكَ بِآثَارِ السَّلَفِ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ وَإِيَّاكَ وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهَا لَكَ بِالْقَوْرِ (إعلام الموقعين 1/152)
"Berpeganglah kepada peninggalan para salaf walaupun karenanya kamu ditolak oleh orang banyak, jauhilah pendapat para tokoh, walaupun mereka menghiasi perkataan mereka." (I'lamul Muwaqi'in, Ibnu Qoyim Al-Jauziyah 1/152)

0 komentar:

Posting Komentar