Jagalah Keluarga
Kita dari Api Neraka
(Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.)[At-Tahrim:6]
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang
tanggungjawabnya”.(Hadits shahih, Riwayat Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, dan
At-Tirmidzi, dari Ibnu Umar)
Topik utama kita kali ini menekankan pentingnya menjaga keluarga terutama pendidikan terhadap anak sebagai
salah satu anggota keluarga, sebagai bekal keselamatan dunia akhirat. Anak bagi orang tua merupakan buah hati
yang menyejukkan pandangan. Dibalik itu, anak adalah amanat
yang dibebankan atas orang tua. Tidak boleh disia-siakan dan di sepelekan.
Pelaksana amanah harus menjaga dengan baik kondisi titipan agar tidak rusak.
Sebab orang tua kelak akan dimitai tentang pertanggungjawabannya.
Anak terlahir dalam keadaan fitrah. Kewajiban orang tua merawatnya
agar tidak menyimpang dari jalan yang lurus, dan selamat dari api neraka.
Selain itu, anak yang shalih akan menjadi modal investasi bagi kedua orang
tuanya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan
bakarnya dari manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras, lagi
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.(At-Tahrim: 6)
Ali Radhiallaahu anhu berkata dalam menafsiri ayat ini: “Didik
dan ajarilah mereka”. Adh-Dhahak dan Muqatil berujar: “Wajib atas
seorang Muslim untuk mendidik keluarganya seperti kerabat, budak perempuan dan
budak laki-lakinya tentang perintah dan larangan Allah”.
Maka, mulai sekarang hendaknya para orang tua sadar terhadap
kewajiban mereka untuk mendidik anak-anak mereka agar menjadi hamba Allah yang
taat. Memilihkan pendidikan anak yang kondusif untuk perkembangan iman dan
otaknya. Bukannya membiarkan anak-anak mereka begitu saja tanpa pengawasan
terhadap bacaan yang mereka gemari, apa saja yang suka mereka saksikan dan
aktivitas yang mereka gandrungi. Kelalaian dalam hal ini, berarti penyia-nyiaan
terhadap amanat Allah.
Ingatlah akibat yang akan menimpa kita dan keluarga kita yang
tersia-siakan pendidikan agamanya! Nerakalah balasan yang pantas bagi
orang-orang yang melalaikan kewajibannya. Termasuk anak kita yang malang.!!!
Sesungguhnya neraka itu terlalu dalam dasarnya untuk diukur, tiada
daya dan upaya bagi mereka untuk meloloskan diri dari siksanya. Kehinaan dan
kerendahanlah yang selalu menghiasi roman muka mereka. Keadaan seperti ini tak
akan kunjung putus, jika tidak ada sedikitpun iman dalam dada mereka. Alangkah
besarnya kerugian mereka. Begitu banyak penderitaan yang harus mereka pikul.
Inilah kerugian nyata dan hakiki, ketika orang tercampakkan ke dalam lubang
neraka Jahanam.
Untuk menegaskan tentang kedahsyatan siksa neraka, kami kutip
firman Allah Subhannahu wa Ta'ala : “Setiap kulit mereka hangus, kami ganti
kulit mereka dengan kulit yang lain supaya mereka merasakan adzab”.
(An-Nisaa’: 56).
Dan juga sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang
menunjukkan tentang siksaan neraka yang paling ringan, yaitu siksa yang
ditimpakan atas Abu Thalib yang artinya: Dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu,
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: “Penduduk neraka yang paling
ringan adzabnya adalah Abu Thalib. Dia memakai 2 terompah dari api neraka (yang
berakibat) otaknya mendidih karenanya”. (HR. Muttafaqun ‘Alaih).
Dengan penjelasan di atas, kita sudah sedikit banyak paham tentang
tempat kembalinya orang yang mendurhakai Allah. marilah kita mulai dengan
memberikan perhatian yang besar terhadap Tarbiyatul Aulad, yaitu proses
pendidikan anak kita. Al-Qur’an telah mengulas tentang sejarah seorang ayah
yang mendidik anaknya untuk mengenal kebaikan. Itulah Luqman, yang dimuliakan
Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan pencantuman perkataannya ketika mendidik
keturunannya dalam Al-Qur’an. Secara luas itu termaktub dalam surat (QS. Luqman
12-19).
Dalam surat tersebut, Luqman memulai mengajari anaknya dengan
penanaman kalimat tauhid yang hakikatnya memurnikan ibadah hanya untuk Allah
saja, dilanjutkan dengan kewajiban berbakti dan taat kepada orang tua selama
tidak menyalahi syariat. Wasiat berikutnya adalah berkaitan dengan penyemaian
keyakinan tentang hari pembalasan, penjelasan kewajiban menegakkan shalat.
Setelah itu amar ma’ruf dan nahi mungkar yang berperan sebagai faktor penting
untuk memperbaiki umat, tak lupa beliau singgung, beserta sikap sabar dalam
pelaksanaannya. Berikutnya beliau mengalihkan perhatiannya menuju adab-adab
keseharian yang tinggi. Di antaranya larangan memalingkan wajah ketika
berkomunikasi dengan orang lain, sebab ini berindikasi jelek, yaitu cerminan
sikap takabur (sombong). Beliau juga melarang anaknya berjalan dengan congkak
dan sewenang-wenang di muka bumi sebab Allah Ta'ala tidak menyukai orang-orang
yang sombong. Beliau juga mengarahkan anaknya untuk berjalan dengan sedang
tidak terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Sedang nasehat yang terakhir
berkaitan erat dengan perintah untuk merendahkan suara, tidak berlebih-lebihan
dalam berbicara.
Demikianlah wasiat Luqman terhadap anaknya, yang sarat dengan
mutiara yang sangat agung dan berfaedah bagi buah hatinya untuk meniti jalan
kehidupan yang dipenuhi duri, agar bisa sampai ke akhirat dengan
selamat.Cukuplah kiranya kisah tadi sebagai suri tauladan bagi para pemimpin
keluarga. Memenuhi kebutuhan sandang dan pangan yang memang penting. Namun
ingat, kebutuhan seorang anak terhadap ilmu dan pengetahuan lebih urgen
(mendesak).
Orang tua wajib memenuhi kebutuhan ruhani sang anak, jangan sampai
gersang dari pancaran ilmu dien. Perkara ini jauh lebih penting dari sekedar
pemenuhan kebutuhan jasmani karena berhubungan erat dengan keselamatannya di
dunia dan akhirat. Hal itu dapat terealisir dengan pendidikan yang
berkesinambungan di dalam maupun di luar rumah. Masalahnya, model pendidikan
yang ada saat ini hanya menelorkan generasi-generasi yang materialistis, gila
dunia. Karena itu kita harus menengok dan menggali metode-metode pendidikan
yang dipakai Salafus Shalih yang ternyata telah terbukti dengan membuahkan
insan-insan yang cemerlang bagi umat ini.
0 komentar:
Posting Komentar