MERAIH HUSNUL KHATIMAH
Husnul Khatimah : Menetapinya seorang hamba sebelum matinya karena
menghindari kemarahan Allah Ta'ala. Taubat dari dosa dan maksiat, mengamalkan
ketaatan dan perbuatan baik, kemudian setelah itu matinya dalam keadaan baik.[1]
Ia adalah akhir kehidupan yang baik, yaitu suatu akhir kehidupan
yang selalu diharapkan manusia sebelum menghadap Allah SWT. Manusia yang
meninggal dalam keadaan husnul khatimah menunjukkan sebagai cermin akan
memperoleh kebahagiaan di alam akhirat.[2]
Sesungguhnya Allah sudah mengingatkan seluruh kaum mukminin di
dalam kitab-Nya akan
pentingnya husnul khatimah. Allah berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam." (Ali Imran : 102)
"Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan (ajal)." (Al
Hijr : 99)
Maka perintah untuk bertaqwa dan beribadah berlaku terus sampai
mati agar meraih husnul khatimah. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menerangkan
bahwa ada sebagian manusia melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan dalam
usianya yang panjang, namun sesaat sebelum kematiannya dia melakukan
perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat yang menyebabkan umurnya diakhiri dengan
su'ul khatimah, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Dalam hadits lain Rasulullah n bersabda :
"Janganlah seseorang di antara kalian mati kecuali dalam
keadaan berprasangka baik kepada Allah." HR. Muslim.[3]
PEDIHNYA MATI.
Rasulullah menyebutkan sakitnya mati dan pedihnya bersabda,
"Rasanya sekitar tiga ratus sabetan pedang."
Ali bin Abi Thalib berkata, "Demi Dzat yang jiwaku di
TanganNya, sungguh sabetan seribu pedang adalah lebih ringan daripada seorang
yang mati di atas tempat tidurnya." Dan masih banyak ungkapan yang semisal
dengannya.
Berbeda dengan orang yang mati di medan perang. Kematian mereka
hanya terasa seperti dicubit dan mereka tidak disiksa di dalam kubur mereka.
Rasulullah n bersabda :
"orang yang mati syahid tiada merasakan sentuhan kematian
melainkan hanya seperti salah seorang di antara kalian merasakan dicubit."
HR. At Tirmidzi, An Nasa'I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban.[4]
Ada riwayat dari Ziyad An Numairi berkata :
"Aku membaca sebagian dari kitab bahwa kematian lebih keras
atas seluruh makhluk."[5]
TANDA-TANDA
HUSNUL KHATIMAH.
Pembuat syari'at yang Maha Bijaksana telah
memberikan tanda-tanda yang jelas yang menunjukkan husnul khatimah (akhir yang
baik) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah Ta'ala dengan limpahan
karunia dan anugerah-Nya. Siapa pun orang yang meninggal dunia
dengan memperlihatkan salah satu dari tanda-tanda tersebut maka kabar gembira
baginya.
Tanda—tanda orang yang mendapatkan kabar gembira itu (husnul
khatimah) :
Pertama : Mengucapkan syahadat pada saat
meninggal dunia.
Yang demikian di dasarkan pada beberapa hadits :
"Barangsiapa yang ucapan terakhirnya kalimat : Lailaaha
illalllah maka dia masuk Surga." HR. Al Hakim dan perawi lainnya.
'Tidaklah satu jiwa meninggal dunia sedang dia bersaksi bahwa tidak
ada ilah selain Allah dan aku sebagai Rasul Allah. Dalam keadaan yang demikian
itu dia kembali kepada hatinya yang benar-benar yakin, melainkan Allah akan
memberikan ampunan kepadanya." HR. Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lainnya.
Kedua : Mengalirnya keringat di dahi.
Yang demikian didasarkan pada hadits Buraidah bin Al Hashib.
"Bahwasanya dia pernah berada di Khurasan, lalu dia menjenguk
salah seorang saudaranya yang tengah sakit dan dia mendapatkannya telah
meninggal dunia. Ternyata dia mendapatkannya keluar keringat di dahinya. Maka
dia berkata, "Allah Maha Besar, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda,
"Kematian orang Mukmin itu ditandai dengan keringat dahi." HR. Ahmad,
An Nasa'i dan lainnya.
Ketiga : Meninggal dunia pada malam jum'at atau siang hari Jum'at.
Yang demikian didasarkan pada hadits :
"Tiadalah seorang Muslim meninggal pada hari Jum'at atau malam
Jum'at melainkan Allah akan melindunginya dari fitnah kubur." HR. Ahmad,
Al Fasawi dan At Tirmidzi.
Keempat : Mati syahid di medan perang.
Firman Allah :
"Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang
diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang
yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari
Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
beriman." (Ali Imran :
169-171)
Mengenai hal ini terdapat beberapa hadits di antaranya :
"Di sisi Allah orang yang mati syahid itu mempunyai enam
kriteria : Diberikan ampunan di awal kucuran darahnya, dia mengetahui tempat
tinggalnya di Surga, dilindungi dari adzab kubur, diberi rasa aman dari
peristiwa besar, dihiasi dengan perhiasan iman dan dinikahkan dengan bidadari
serta diberi kesempatan memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari
kerabatnya." HR. At Tirmidzi dan dia menilainya shahih. Ibnu Majah dan
Ahmad.
Dari seorang sahabat Nabi bahwasanya ada seseorang berkata,
"Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin orang-orang Mukmin itu mendapatkan
fitnah di dalam kubur mereka kecuali orang yang mati syahid?" Beliau
bersabda, "Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah."
HR. An Nasa'i dengan sanad shahih.
Kelima : Mati ketika dalam berperang di jalan Allah.
Dalam hal ini di dasari pada hadits :
"Apa yang kalian kategorikan sebagai orang yang mati syahid di
antara kalian?" mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, barangsiapa
terbunuh di jalan Allah maka dia mati syahid." Beliau bersabda, "
Sesungguhnya jika demikian itu, maka hanya sedikit sekali para syuhada' di
antara umatku." Mereka berkata, "Jika demikian lalu siapakah meraka
itu, wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab, "Barangsiapa terbunuh di
jalan Allah, maka dia itu mati syahid. Barangsiapa meninggal dunia di jalan
Allah maka dia adalah mati syahid. Dan barangsiapa meninggal dunia karena sakit
tha'un (penyakit pes) maka dia itu mati syahid. Dan barangsiapa meninggal dunia
karena sakit perut, maka dia itu mati syahid. Dan orang yang tenggelam pun juga
mati syahid." HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah.
Keenam : Mati karena terserang penyakit Tha'un.
Mengenai hal ini terdapat beberapa hadits :
Dari Hafshah binti Sirin dia bercerita, "Anas bin Malik pernah
berkata kepadaku, "Disebabkan oleh apa Yahya bin Abi Amrah meninggal
dunia?" kukatakan : "Disebabkan oleh penyakit tha'un." Maka dia
berkata, Rasulullah n bersabda, "Penyakit tha'un sebagai penyebab kematian
syahid bagi setiap Muslim.
Dari 'Aisyah bahwasanya dia pernah bertanya kepada Rasulullah
mengenai penyakit tha'un, maka Nabi n memberitahukan, "Sesungguhnya ia
merupakan adzab yang dikirimkan Allah kepada siapa yang dikehendakiNya, lalu
Dia menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang Mukmin. Tidaklah seorang
hamba terserang penakit tha'un, lalu dia tetap tinggal di negerinya dengan
penuh kesabaran seraya mengetahui bahwa dia tidak akan terjangkit penyakit
tha'un itu melainkan telah ditetapkan oleh Allah baginya, melainkan bagiya
pahala seperti pahala orang yang mati syahid." HR. Bukhari dan Al Baihaqi
dan Ahmad.
Ketujuh : Mati yang disebabkan oleh sakit
perut.
Mengenai hal ini ada dua hadits :
"… Dan barangsiapa meninggal dunia karena sakit perut, maka
dia mati syahid." HR. Muslim dan lainnya.
Dan dari Abdullah bin Yasar dia berkata, "Aku pernah
duduk-duduk bersama Sulaiman bin Shurad dan Khalid bin Urfuthah. Lalu mereka
menceritakan bahwasanya ada seseorang yang meninggal dunia. Orang itu meninggal
karena sakit perut. Ternyata keduanya pun ingin menyaksikan jenazahnya, maka
salah satu dari keduanya berkata kepada yang lainnya, "Bukankah Rasulullah
n telah bersabda.
"Barangsiapa meninggal dunia karena sakit perutnya, maka dia
tidak akan diadzab di dalam kuburnya"? Yang lainnya menjawab,
"Benar." Dan dalam sebuah riwayat disebutkan, "Engkau
benar". HR. An Nasa'i, At Tirmidzi dan dia menilainya hasan.
Kedelapan dan kesembilan : Mati karena
tenggelam dan tertimpa reruntuhan.
Dua point di atas didasarkan pada sabda Rasulullah n :
"Para syuhada' itu lima kelompok : Orang yang terserang
penyakit tha'un, orang yang sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang
tertimpa reruntuhan danorang yang mati syahid di jalan Allah." HR. Al
Bukhari, Muslim, At Tirmidzi dan Ahmad dari Abu Hurairah.
Kesepuluh : Seorang wanita yang meninggal dunia
semasa menjalani masa nifasnya atau disebabkan oleh melahirkan.
Bahwa Rasulullah n pernah menjenguk Abdullah bin Rawahah. Dia
bercerita, "Dia tidak lagi bisa beranjak dari tempata tidurnya, maka
beliau bertanya, "Tahukah kalian siapakah para suhada' di kalangan
umatku?" mereka menjawab, "Orang Muslim yang terbunuh sebagai
syahid." Beliau bersabda, "Jika demikian, syuhada' umatku itu sangat
sedikit sekali."
"Terbunuhnya seorang Muslim itu adalah
syahid, orang yang terserang penyakit pun syahid dan wanita yang meninggal
dunia karena anaknya dengan anaknya masih di dalam perutnya juga syahid (dimana
anaknya itu menarik ibunya dengan plasentanya menuju ke Surga)." HR.
Ahmad, Ad Darimi dan Ath Thayalisi dan sanadnya shahih.
Kesebelas dan keduabelas : Mati terbakar
dan terkena penyakit tumor.
Mengenai hal ini terdapat hadits :
"Para syuhada' itu ada tujuh kelompok selain yang terbunuh di
jalan Allah, yaitu : orang yang mati terserang penyakit tha'un adalah syahid,
orang yang mati tenggelam
juga syahid, orang yang terserang tumor juga syahid, orang yang sekit perut pun
syahid, orang yang terbakar juga syahid dan orang yang meninggal dunia karena
tertimpa reruntuhan pun syahid dan seorang wanita yang meninggal dunia yang
sedang mengandung juga syahid." HR. Malik, Abu Dawud, An Nasa'I dan
lainnya. Al Hakim berkata, "Bersanad shahih." Dan disepakati oleh Adz
Dzahabi.
Ketigabelas : Mati karena terjangkit penyakit
Tuberculosis (TBC).
Hal ini didasarkan pada sabda Nabi n :
"Terbunuh di jalan Allah adalah syahid, wanita yang mati
semasa nifas juga syahid, orang yang mati terbakar pun syahid, orang yang mati
tenggelam juga syahid, orang yang mati karena penyakit TBC juga syahid dan
orang yang meninggal karena sakit perut juga syahid." HR. Ath Thabrani
dalam Al Ausath dari Sulaiman yang di dalamnya terdapat Mandal bin Ali yang
mengenai dirinya masih terdapat komentar cukup banyak dan dia juga tsiqah. Al
Albani mengatakan, "Hadits ini diperkuat oleh hadits Rasyid bin Hubaisy.
Keempatbelas : Mati karena mempertahankan harta
yang akan dirampas.
"Barangsiapa meninggal dunia karena mempertahankan hartanya
(dalam sebuah riwayat : "Barang siapa yang hartanya diambil dengan jalan tidak
benar lalu dia menyerang dan kemudian terbunuh) maka dia syahid. HR. Bukhari,
Muslim dan lainnya.
Dari
Abu Hurairah dia bercerita, "Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah
seraya berkata, "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika ada seseorang
yang datang dan ingin mengambil hartaku?" Beliau n menjawab, "Jangan
engkau memberinya." "Bagaimana menurutmu jika dia menyerangku?"
tanyanya. Beliau menjawab, "Serang balik dia!" lebih lanjut dia
bertanya, "Dan bagaimana menurutmu jika dia membunuhku?" Maka beliau
menjawab, "Berarti kamu syahid." Dia bertanya lagi, "Bagaimana
menurut pendapatmu jika aku membunuhnya?" Beliau menjawab, "Orang itu
akan masuk Neraka." HR. Muslim, An Nasa'i dan Ahmad.
Kelimabelas dan
keenambelas : Mati dalam mempertahankan agama dan jiwa raga.
Mengenai hal ini terdapat dua hadits :
"Barangsiapa
terbunuh karena mempertahankan hartanya maka dia syahid. Dan barangsiapa
terbunuh karena mempertahankan keluarganya maka dia syahid. Dan barangsiapa
terbunuh karena mempertahankan agamanya maka dia syahid. Dan barangsiapa
terbunuh karena mempertahankan darahnya maka dia syahid." HR. Abu Dawud,
An Nasa'I, dan At Tirmidzi dan dia menilai hadits ini shahih.
"Barangsiapa
terbunuh karena menuntut atas kedzaliman yang dilakukan kepadanya maka dia mati
syahid." HR. An Nasa'i dan Ahmad.
Ketujuhbelas :
Mati karena berjaga di tapal batas (ribath) di jalan Allah.
Mengenai
hal ini terdapat hadits :
"Berjaga
di tapal batas satu hari satu malam lebih baik daripada puasa satu bulan dengan
qiyamullailnya. Jika dia meninggal dunia, maka (pahala) amal yang pernah
dikerjakannya itu akan terus mengalir kepadanya, rizkinya pun akan terus
mengalir dan dia akan dilindungi dari fitnah." HR. Muslim, An Nasa'I, At
Tirmidzi dan lainnya.
"Setiap
orang yang mati akan disudahi amalnya kecuali yang mati dalam keadaan berjaga
di tapal batas di jalan Allah, dimana amalnya akan terus dikembangkan sampai
hari Kiamat kelak dan dia akan dilindungi dari fitnah kubur." HR. Abu
Dawud, At Tirmidzi dan dia menilai hadits ini shahih dan rawi lainnya.
Kedelapanbelas
: Mati dalam keadaan berbuat amal shalih.
Yang
demikian didasarkan pada hadits :
"Barangsiapa
mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dalam rangka mencari keridhaan Allah maka
hidupnya diakhiri dengan kalimat itu dan dia akan masuk Surga. Dan barangsiapa
berpuasa satu hari karena mencari keridhaan Allah, maka ia dijadikan sebagai
penutupnya bagi hidupnya, dia akan masuk Surga. Dan barangsiapa menyedekahkan
suatu sedekahan karena mencari keridhaan Allah, maka sedekah itu dijadikan
sebagai penutup hidupnya, dia akan masuk Surga." HR. Ahmad dari Hudzaifah.[6]
Meninggal
dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Seperti meninggal dalam keadaan shalat, puasa, haji, berjihad atau berdakwah
kepada Allah.
"Jika
Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, Dia akan mengendalikannya."
Dikatakan, "Bagaimana mengendalikannya?" Beliau bersabda, "Dia
akan selalu beramal shalih sebelum matinya." HR. At Tirmidzi dan Al Hakim.
Kesembilanbelas : Seluruh kaum
Muslimin memujinya dengan kebaikan.
Hadits dari Anas berkata, "Ketika lewat jenazah di depan
orang-orang dan mereka memujinya dengan kebaikannya maka Rasulullah n bersabda,
"Pasti." Kemudian lewat jenazah lainnya dan mereka membicarakan
keburukannya maka Rasulullah n bersabda, "Pasti." Maka Umar bin
Khaththab bertanya, "Apa yang dimaksud dengan pasti?" Beliau n
bersabda, "Barangsiapa yang engkau berikan pujian kebaikan maka wajib baginya
Surga. Dan barangsiapa yang engkau sebut keburukannya maka wajib baginya
Neraka. Sedang kalian sebagai saksi Allah di muka bumi, Sedang kalian sebagai
saksi Allah di muka bumi, Sedang kalian sebagai saksi Allah di muka bumi.
Muttafaq 'alaihi.
Keduapuluh : Sebagian tanda-tanda yang dilihat
sewaktu meninggalnya.
a. Tersenyum di wajahnya.
b. Mengangkat jari telunjuk.
c. Bau harum, bersinar pada wajahnya dan bahagia dengan kabar baik
yang disampaikan oleh Malaikat yang terpancar di wajahnya.[7]
d.
SEBAB
MENDAPATKAN HUSNUL KHATIMAH.
Yang paling penting adalah seorang selalu menetapkan dirinya pada
ketaatan kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya. Asas dari itu semua adalah
merealisasikan Tauhid, menghindari perbuatan-perbuatan yang diharamkan,
bersegera bertaubat dari perbuatan dosa yang mengotorinya, dan yang lebih besar
adalah syirik baik besar maupun kecil. Firman Allah :
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar." (AnNisaa' : 48)
Sebab
lain adalah hendaknya seorang manusia berdo'a kepada Allah agar dimatikan dalam
keadaan iman dan taqwa.
Sebab
lain adalah hendaknya seorang muslin beramal dengan sungguh-sungguh dan
kesungguhannya dalam memperbaiki yang nampak dan tersembunyi.[8]
Sepatutnya
bagi seorang muslim untuk senantiasa mempersiapkan untuk menghadapi kematian
yang datang dengan tiba-tiba, malam atau siang hari dan dalam keadaan tidur
maupun terjaga. Oleh karena itu seorang muslim harus mempersiapkan bekal untuk
menghadapi kematian dengan perkara-perkara sebagai berikut :
Pertama
: Senantiasa beriman dengan kalimat Tauhid dan mengamalkan tuntutannya.
Kedua
: Senantiasa menjaga shalat lima waktu secara berjamaah, diiringi dengan sunah
rawatib, nawafil, qiyamullail, menjaga witir dan menjaga sunah-sunah yang lain.
Ketiga
: Senantiasa membaca Kitabullah, mentadaburi dan mengamalkan isinya. Menjaga
dalam membacanya pada malam dan siang hari serta mengkhatamkan sekali atau dua
kali dalam sebulan.
Keempat
: Membaca perjalanan Rasulullah dan mengikuti apa yang diperintahkan dan
menjauhi apa yang dilarangnya.
Kelima
: Senantiasa bermajelis bersama orang-orang shalih dan mengambil manfaat
darinya untuk memperbaiki agama dan dunianya sesuai yang telah disebutkan dalam
Al Kitab dan As Sunnah.
Keenam
: Bersemangat mendatangi majelis-majelis dzikir dan senantiasa mencarinya.
Ketujuh
: Selalu menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar.
Kedelapan
: Berinfaq di jalan Allah pada semua jalan kebaikan bagi siapa yang diberikan
harta oleh Allah. Jika tidak memiliki harta, maka baginya sedekah dengan
anggota badannya, karena setiap kalimat thayibah sedekah, senyum pada
saudaranya adalah sedekah dan lainnya.[9]
Perlu di ketahui bahwa sesuatu yang nampak dari tanda-tanda ini
atau yang terjadi pada mayit, tidak bisa dipastikan bahwa pelakunya adalah
penghuni Surga, akan tetapi ia mendapatkan kabar gembira dengan itu.
Sebagaimana jika tidak terjadi sesuatu pada si mayit, tidak menjadi hukum
baginya karena ia bukan termasuk orang shalih atau yang semisalnya, semua itu
adalah masalah ghaib, tetapi diharapkan bagi orang yang baik dan ditakutkan
dari orang berdosa.[10]
0 komentar:
Posting Komentar