بسم الله الرحمن الرحيم
Bab:Imamah
Makalah Ke-22
Keutamaan Imam.
1. Imamah dalam shalat merupakan wilayah (kepemimpinan) syari’at
yang memiliki keutamaan.
Hal itu
didasarkan pada sabda Nabi Muhammad saw
“ Hendaklah
yang mengimami suatu kaum itu orang yang paling baik bacaan kitabullah
(al-Qur’annya).”[1]
2. Imam dalam shalat menjadi panutan dalam kebaikan.
Hal itu
ditunjukkan oleh keumuman firman Allah swt dalam menyifati hamba-hamba Allah
yang (‘Ibadurrahman), dan mereka mengatakan dalam do’a mereka kepada Rabb yang
Maha Penyayang:
“Dan
orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Furqaan: 74)
3. Do’a Nabi saw agar para imam selalu mendapatkan bimbingan.
Dari Abu
Hurairah ra, dia bercerita: “Rasulullah saw bersabda:
الإمام ضامن والمؤذن مؤتمن, اللهم أرشد
الأئمة واغفر للمؤذنين
“ Seorang imam itu bertanggung jawab dan seorang muadzin bisa
dipercaya. Ya Allah bimbinglah para imam dan berikanlah ampunan kepada para
muadzin.”[2]
·
Hukum meminta
menjadi imam dalam shalat.
Jika
dalam urusan ini didasarkan pada niat yang baik dan benar maka tidaklah dilarang.
Yang demikian itu didasarkan pada hadits ‘Utman bin Abi al-‘Ash ra dia berkata:
“Wahai Rasulullah, jadikanlah aku imam bagi kaumku.” Maka belaiu bersabda:
“Engkau imam bagi mereka. Berpedomanlah pada yang paling lemah diantara mereka.
. .”[3]
·
Siapakah yang
paling pantas dan berhak menjadi imam,
Apakah mereka yang paling fasih bacaan al-Qur’annya ataukah mereka
yang paling fakih dalam urusan agama?
Dalam urusan ini ahlul ilmi terbagi menjadi dua
pendapat:
Pendapat pertama: mereka mengatakan yang paling
fasih dalam hal bacaan lebih utama dijadikan sebagai imam. Jumhur ulama
memberikan penjelasan dalam hal al-aqra’ (الأقراء ) mereka mengatakan yang dimaksud dalam
hal ini adalah mereka yang paling bagus dalam hal bacaan, dan berkata sebagian
pengikut Hanabilah: mereka mengatakan adalah yang paling banyak hafalannya.
Ini adalah pendapat madzhab Abi Hanifah dan
para sahabatnya, ats-Tsauri dan Ahmad. Dalil-dalil yang mereka gunakan antara
lain sebagai berikut:
1.
Hadits Abu Mas’ud
al-Anshari ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “ yang berhak menjadi
imam pada suatu kaum adalah mereka yang paling fasih dalam membaca kitab Allah,
apabila mereka dalam hal bacaan mempunyai tingkatan yang sama, maka yang berhak
menjadi imam adalah mereka yang lebih mengerti sunnah, dan jika dalam hal
sunnah mereka satu tingkatan, yang menjadi imam adalah orang yang pal;ing dulu
berhijrah, dan jika dalam hijrah mereka satu tingkatan juga, orang yang menjadi
imam adalah yang paling dulu memeluk islam diantara mereka (dalam sebuah
riwayat disebutkan: yang paling tua. Janganlah seseorang menjadi imam terhadap
orang lain di tempat kekuasaannya dan jangnlah seseorang duduk di tempat
kehormatan orang lain kecuali atas izinnya.”[4]
2.
Hadits ‘Amru bin Salamah
bahwa nabi saw pernah bersabda, “ . . . Dan hendaklah imam diantara kalian
adalah yang paling banyak hafalan al-Qur’annya.” [5]
Pendapat kedua: mereka
mengatakan bahwa orang yang fakih dalam agama lebih utama dari pada orang yang
fasih bacaannya. Ini adalah pendapat imam Malik, Syafi’i.
Dengan demikian, dari penjelasan
diatas bahwa ada lima tingkatan pengangkatan seseorang menjadi imam shalat:
yang dikedepankan pertama kali adalah yang paling banyak hafalan al-Qur’annya,
lalu yang paling mengerti sunnah, lalu yang paling dulu berhijrah, kemudian
yang paling dulu memeluk islam, dan terakhir yang paling tua usianya.
·
Macam-macam imam
dalam shalat.
1. Imamah orang yang buta. Yang demikian itu didasarkan pada hadits
Anas ra: “Nabi saw pernah mengangkat Ibnu Ummi Maktum sebagai wakil beliau untuk
mengimami orang-orang, padahal dia seorang yang buta.”[6]
2. Imamah seorang budak dan hamba
sahaya.
Hal itu didasarkan pada hadits Ibnu Umar ra, dia
bercerita: “Ketika kaum Muhajirin yang pertama sampai di Aqabah, sebuah tempat
di Quba’, sebelum kedatangan Rasulullah saw, mereka diimami oleh Salim , maula
(hamba sahaya yang telah dimerdekakan) Abu Hudzaifah, dan dia adalah orang yang
paling banyak hafalan al-Qur’annya.”
Dalam
riwayat lain juga disebutkan, bahwa Nabi saw pernah bersabda:
“Hendaklah orang yang paling baik
bacaan kitabullah diantara mereka yang menjadi imam bagi mereka. Seorang budak
juga tidak dilarang untuk mengikuti shlalat berjama’ah tanpa alasan.”[7]
3. Imamah seorang anak kecil yang sudah mumayyiz.
Yang demikian itu di didasarkan hadits ‘Amr bin Salamah
pernah mengimami kaumnya, sedang pada waktu usia beliau adalah enam atau tujuh
tahun. Karena ‘Amr bin Salamah adalah orang yang paling banyak hafalan
Al-Qur’annya.
4. Imamah orang yang fasik.
Adalah sah hukumnya, menurut jumhur ulama (madzhab Abi
Hanifah,dan madzhab asy-Syafi’i.
Hal
itu didasarkan keumuman hadits yang menjelaskan bahwa orang yang paling berhak
menjadi imam adalah mereka yang paling baik dan banyak hafalan al-Qur’annya.
Demikian juga hadits Abu Hurairah ra, dari Nabi saw beliau
bersabda: “(Para imam) itu shalat bersama kalian (makmum). Jika mereka (para
imam) benar, (pahala) bagi kalian (dan bagi mereka), dan jika mereka salah,
pahala bagimu dan dosa atas mereka.”[8] Wallahu
A’lam.
Sumber:
1. Shahih Fikih Sunnah, karya
Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, jilid I.
2. Ensiklopedi
Shalat Menurut al-Qur’an dan As-Sunnah, karya Dr. Sa’id bin ‘Ali Wahf
al-Qahthani.
[1] HR. Muslim, kitab: al-Masaajid wa
Mawaadi’ush Shalaah, bab: Man Ahaqqu bil Imamah. No. 673
[2] HR. Abu Dawud, no. 517. Dishahihkan oleh
al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud (1/105)
[3] HR. Abu Dawud, no.531.
[4] HR. Muslim (672) dan Nasa’i (2/77)
[6] HR. Abu Dawud, no. 2931. Dan dishahihkan oleh
al-Albani di dalam kitab shahih sunnan Abu Dawud (2/566)
[7] HR. Al-Bukhari, no. 692.
[8] HR. Al-Bukhari, no. 694
0 komentar:
Posting Komentar