Manakah
Yang Lebih Utama Bagi Musafir: Berpuasa atau Tidak?
Makalah Ke-26
Makalah Ke-26
Para
ulama berselisih pendapat tentang hal ini. Kesimpulan mengenai masalah ini, dan
yang sesuai dengan semua dalil yang berkaitan dengannya, bisa dinyatakan:
Musafir Memiliki
Tiga Kondisi:
1.
Pertama, berat untuk
melaksanakan puasa atau dapat menghalanginya melakukan kebajikan.
Musafir yang dalam
kondisi seperti ini, lebih baik baginya untuk tidak berpuasa. Hal ini
didasarkan pada hadits Jabir ra, ia berkata, “Dalam suatu perjalanannya,
Rasulullah saw melihat orang berdesak-desakan dan seseorang yang sedang
berteduh, maka beliau bertanya, “Kenapa orang ini? Para Sahabat menjawab, Ia
sedang berpuasa. Mendengar hal itu beliau besabda:
ليس من البر الصوم في السفر
“ Bukan merupakan kebajikan berpuasa dalam perjalanan.”[1]
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata, “Kami bersama Rasulullah
saw dalam suatu perjalanan, diantara kami ada yang berpuasa dan ada pula yang
tidak berpuasa. Lalu kami singgah di suatu tempat pada hari yang sangat terik.
Mayoritas dari kami berteduh di bawah jubahnya, dan ada juga yang menggunakan
tangannya untuk menghalangi sengatan matahari. Pada saat itu, mereka yang
berpuasa jatuh lemas, sementara yang tidak berpuasa masih kuat untuk
beraktifitas. Kemudian mereka mendirikan tenda dan memberi minum kendaraannya.
Melihat hal itu Rasulullah saw bersabda:
ذهب المفطرون اليوم بالأجر
" Hari ini orang-orang yang tidak berpuasa telah memperoleh
pahala mereka.”
Dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri ra, Nabi saw mengatakan kepada para
sahabat (mereka berada di medan pertempuran)
إنكم مصبحوا العدو غدا و الفطر أقوى لكم
“Kalian
besok akan berhadangan dengan musuh, dan kalian jauh lebih kuat jika tidak
berpuasa.”
2.
Kedua,
Puasa tidak membebaninya dan tidak juga menghalanginya berbuat kebaikan. Untuk
musafir yang memiliki kondisi seperti ini, sebaiknya ia berpuasa, berdasarkan
keumuman firman Allah swt dalam Qs. al-Baqarah: 184
“ Jika kamu berpuasa itu lebih baik
bagimu.”
Diriwayatkan dari Abu Darda ra, ia berkata, “Kami
pergi bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan di hari yang terik, hingga
seorang meletakkan tangannya diatas kepalanya karena sedemikian panasnya. Tidak
ada seorang pun diantara kami yang berpuasa kecuali Nabi saw dan Ibnu Rawahah.”[2]
Hadits Aisyah ra, Hamzah bin Amr
al-Aslami bertanya, “Apakah aku harus berpuasa ketika melakukan perjalanan? Ia
adalah seorang yang banyak melaksanakan puasa. Rasulullah saw menjawab:
“Jika
kamu suka, silahkan berpuasa dan jika suka, boleh tidak berpuasa.”[3]
3.
Ketiga,
Puasa sangat memberatkannya hingga tidak sanggup menahannya, dan boleh jadi
dapat merenggut jiwanya. Musafir yang memiliki kondisi seperti ini wajib untuk
tidak berpuasa dan haram hukumnya berpuasa. Hal ini berdasarkan hadits Jabir
ra, ia berkata, “Pada tahun penaklukan Makkah, Rasulullah saw pergi menuju kota
Makkah. Ketika beliau dan rombongan sampai di tempat yang bernama Kara’
al-Ghamim, beliau meminta segelas air dan mengangkatnya tinggi-tinggi hingga
orang-orang menoleh kepada beliau, kemudian beliau meminum air tersebut.
Setelah itu, beliau mendapat laporan. Sebagian orang masih ada yang berpuasa.
Mendengar hal itu beliau bersabda:
أولئك العصاة, أولئك العصاة
”Mereka
orang-orang yang durhaka. Mereka orang-orang yang durhaka.”[4]
Sumber:
o
Shahih Fiqih Sunnah, karya Abu Malik Kamal bin as-Sayyid
Salim, jilid II
0 komentar:
Posting Komentar