Jumat, 06 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

BANGSA ARAB DALAM MEMPUSAKAI


BANGSA ARAB DALAM MEMPUSAKAI
                Orang Arab jahiliyyah adalah bangsa yang gemar mengembara dan berperang. Kehidupan mereka sedikit banyak bergantung kepada hasil jarahan dan rampasan perang, di samping ada juga yang bergantung dari hasil perniagaan. Dalam bidang muamalat, mereka bergantung teguh kepada tradisi tradisi yang diwariskan nenek moyang mereka. Dalam tradisi pembagian harta pusaka terdapat sesuatu ketentuan bahwa anak anak yang belum dewasa dan kaum perempuan dilarang mempusakai. Beberapa kalangan dari mereka beranggapan bahwa wanita adalah wujud peninggalan yang dapat diwariskan dan diwarisi. Sebagai bukti dari adanya kejadian seorang yang bernama Mihsham bin Abu Qois, sesaat setelah ayahnya meninggal ia berhasrat menikahi janda ayahnya. Kemudian janda tersebut menghadap Rasulullah untuk diperkenankan kawin dengan Mihsham. Rasul belum bisa memberikan jawaban spontan, maka turunlah ayat An Nisa’ 19
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw @Ïts öNä3s9 br& (#qèO̍s? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. (
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa”
Hasrat Mihsham dan adanya pelarangan Rasul menunjukkan adanya tradisi seperti ini dan sudah biasa dilakukan oleh bangsa Arab jahiliyyah bahkan sudah mendarah daging.

Sebab Memusakai Pada Zaman jahiliyyah
1.       Pertalian kerabat (القرابة)
Sebab pertama ini juga mengandung dua syarat lain yang membolehkan mendapatkan warisan, yaitu kerabat tersebut haruslah sudah dewasa dan laki laki. Kerabat yang belum memenuhi kriteria tersebut tidak dibenarkan mewarisi harta peninggalan. Anak anak tidak mendapatkan warisan karena ketidak sanggupannya berperang, sedangkan wanita dengan kelemahannya dalam perang disisihkan dari pewarisan.
Orang yang pertama memberikan pusaka kepada anak anak perempuan jahiliyyah adalah Dzul Majasid bin Jusyam bin Ghunm bin Habib. Ia memberikan warisan kepada anak anaknya baik laki laki maupun perempuan. Dalam tradisi jahiliyyah, seorang yang diadopsi berubah status menjadi anak kandung, laki laki diberi bagian dua kali lipat anak perempuan. Dan anak zina dinasabkan kepada ayahnya sehingga mereka memiliki hak mempusakai.
2.       Janji prasetia (المحالفة)
Sebab yang menjadikan pusaka mempusakai terjadi dan memiliki kekuatan hukum bila salah satu pihak telah mengikrarkan janji setia kepada pihak lain dengan ucapan
دمي دمك وثأري ثأرك و حربي حربك و سلمي سلمك و ترثني و أرثك وتطلب بي و أطلب بك و تعقل وأعقل عنك
“Darahku darahmu, pertumpahan darahku pertumpahan darahmu, perjuanganku perjuanganmu, perangku perangmu, damaiku damaimu, kamu mewarisi hartaku aku mewarisi hartamu, kamu dituntut darahmu karena tindakanmu padaku, aku dituntut darahku atas tindakanku padamu, kamu wajib membayar denda sebagai pengganti nyawaku, akupun wajib membayar denda sebagai pengganti dari nyawamu.”
Atau dengan ucapan lain seraya meletakkan tangan di atas pihak lain
عقدني وعاهد على النصرة والمعاينة
“Berprasetia dan berjanjilah padaku untuk saling ti\olong menolong dan bantu membantu.”
Bagian pusaka melalu perjanjian setia adalah 1/6 hanya untuk laki laki dewasa. Sebagian mufassirin yang meyakini bahwa ayat muhkam tidak ada yang dimansukh membenarkan pusaka mempusakai karena janji prasetia, seperti dalam An Nisa’ 33
tûïÏ%©!$#ur ôNys)tã öNà6ãZ»yJ÷ƒr& öNèdqè?$t«sù öNåkz:ÅÁtR 4 ¨bÎ) ©!$# tb%Ÿ2 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« #´Îgx©
“Dan (jika ada) orang-orang yang kamu Telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”
3.       Pengangkatan anak (التبني)
Yang dimaksud dalam sebab ini adalah pengangkatan anak yang dinasabkan kepada bapak adopsi, bukan kepada bapak asli. Hal ini masih berlaku sampai beberapa saat di zaman awal Islam. Bila ayah angkat meninggal, maka anak tersebut berhak menerima warisan.

Sebab Sebab Mempusakai Pada Zaman Awal Islam
Saat Islam masih muda, disamping adanya pertalian nasab ada 3 macam sebab pusaka mempusakai :
1.       Pengangkatan Anak
Nabi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul pernah mengambil anak angkat, yaitu Zaid bin Haritsah setelah dibebaskan dari status budaknya.
2.       Hijrah Dari Makkah Ke Madinah Dan Persaudaraan Antara Muhajirin Dan Anshor
Dalam surat Al Anfal ayat 72, sebagian mufassir semisal ibn Abbas, Al Hasan, Mujahid, Qotadah menafsirkan perwalian dalam ayat tersebut ialah hak mempusakai yang timbul oleh kekerabatan menurut anggapan hukum, yaitu ikatan muhajirin dan anshor.

                Setelah datangnya Islam dan semakin lenyapnya syari’at, perkembangan pusaka mempusakai menuju kesempurnaan dengan beberapa penghapusan tradisi  Arab jahiliyyah, yaitu :
  1. Sebab mempusakai yang berdasarkan ikatan persaudaraan dinasakh dengan Al Ahzab ayat 6
  2. Sebab mempusakai yang hanya berdasarkan kelaki lakian yang mampu berjuang dibatalkan dengan An Nisa’ ayat 7 dan 127
  3. Pengesahan anak anak sebagai ahli waris dengan an Nisa’ ayat 11
  4. Sebab mempusakai yang berdasarkan janji setia dinasakh dengan Al Anfal ayat 75, namun tetap berlaku dalam Madzhab Hanafi bila tidak ada ahli waris yang tersisa
  5. Mempusakai berdasarkan anak adopsi dihapus dengan Al Ahzab ayat 4, 5 dan 40. Karena adopsi tidak memiliki hubungan kerabat
  6. Tidak mengandung unsur sewenang wenang kepada ahli waris
  7. Tidak menyerahkan harta untuk diwasiatkan seluruhnya (seperti bangsa Yunanu dan Romawi Kuno) namun maksimal hanya 1/3
  8. Tidak meranag ayah dan leluhur yang lebih daripadanya untuk mewarisi
  9. Tidak mengistimewakan peninggalan hanya pada satu macam ahli waris, misalnya hanya memilih sulung dari beberapa anak laki laki. Islam menyamakannya.

“i am stongly disposed to believe that no possible question could occur on the Muhammadan law of succession which might not be rapidly and correctly answered”
(Sir William John)

“saya cenderung untuk mempercayai bahwa tidak satu masalahpun mungkin timbul dalam lapangan hukum waris Islam yang tidak dapat dijawab dengan tepat”

Wallahu a’lam
Sumber : Ilmu Waris, Drs Fatchur Rahman

0 komentar:

Posting Komentar