Belajar
dari ibrahim
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap goresan kisah dalam kehidupan
seorang hamba terkandung segudang hikmah yang dapat dipetik. Baik disadari atau
tidak, baik yang diketahui atau tidak, baik hikmah yang telah dijelaskan Allah
melalui lisan Nabi-Nya ataupun tidak. Semuanya harus diyakini bahwa di balik
setiap hal tersebut terdapat hikmah dan pelajaran yang agung. Terlebih lagi
dengan turunnya syariat Allah, yang merupakan pedoman hidup orang-orang yang
mengharapkan kebahagiaan.
Tidak ada satu perkara pun yang
sia-sia atas seorang mukmin yang benar imannya. Sebab, jika ia diberi
kelapangan ia bersyukur dan jika ia diberi kesempitan ia bersabar. Yang
demikian itu adalah baik baginya.
Sebagaimana Allah telah
menceritakan kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail 'alaihis salam di dalam
kitab-Nya, agar manusia bisa mengambil pelajaran darinya dan menghidupkan
sunnahnya. Yaitu ketika Nabi Ibrahim ‘alaihis salam diperintahkan oleh
Allah Ta’ala agar menyembelih buah hatinya Nabi Isma’il ‘alaihis salam.
Allah Ta'ala berfirman dalam surat Ash-Shaffat
ayat ke-102; "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu!" ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Di umurnya yang ke-86 tahun Nabi
Ibrahim ‘alaihis salam dikaruniai seorang putra yang sudah lama ia tunggu-tunggu.
Dia adalah Ismail ‘alaihis salam yang merupakan anak pertama yang
dengannya Nabi Ibrahim diberi kabar gembira. “Maka Kami beri dia (Ibrahim)
kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” [QS. Ash-Shaffat: 101]
Dan ketika Nabi Ismail beranjak dewasa
Allah memerintahkan Ibrahim melalui mimpinya untuk menyembelih putra yang
sangat ia cintai. Yang mana mimpi seorang Nabi adalah merupakan wahyu Allah Ta’ala.
Ibrahim pun dengan penuh rasa sayangnya menceritakan mimpinya itu kepada Ismail,
agar hal itu menjadi lebih ringan baginya sekaligus untuk menguji kesabaran dan
kemauan keras Ismail dalam menta’ati perintah Allah serta ayahnya. Nabi Ibrahim
berkata; “Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana menurutmu!”
Nabi Ismail menjawab; “Wahai ayahku, kerjakanlah
apa yang telah diperintahkan kepadamu.
Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Dengan
kesabarannya Nabi Ismail menta’ati apa yang telah Allah perintahkan kepada
ayahnya, berharap ia akan mendapatkan pahala di sisi Allah atas kesabarannya
itu.
Peristiwa ini merupakan gambaran cinta yang tulus dan ketaatan yang tinggi
seorang hamba kepada Rabbnya sampai merelakan anaknya sendiri untuk dikorbankan
demi menjalankan perintah Rabbnya, karena ia sendiri yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan
Allah Maha Adil sehingga ia yakin bahwa
Allah tidak akan mencelakakan dan
mendhalimi hamba-Nya.
Dan semua itu terbukti, ketika Nabi Ibrahim bersiap-siap untuk menyembelih
anaknya, seketika Allah mengirimkan
seekor qibas yang menggantikan Nabi Ismail. Yaitu tatkala keduanya telah
berserah diri kepada Allah, pasrah atas yang ujian yang menimpa mereka, dan Ibrahim
telah membaringkan putranya di atas wajahnya dengan maksud agar ia tidak
melihat wajah Ismail ketika disembelih. Pada saat itulah Allah
berfirman; “Hai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.”
Maka Allah menggantikan Ismail dengan seekor hewan sembelihan yang besar
sebagai balasan atas kesabaran yang mereka lakukan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim untuk menjalankan perintah Allah
tersebut bukan berarti tidak ada hambatan. Musuh terbesar ummat manusia
yaitu setan dan iblis selalu berusaha mengodanya, namun beliau tetap tegar dan
bersabar.
Itulah tanda kecintaan dan
ketaatan Nabi Ibrahim kepada Rabbnya yang dibuktikan dengan menjalankan
perintah-perintah Allah walaupun
perintah tersebut sangat berat dan harus mengorbankan seorang anak yang
dicintainya. Itulah ujian yang Allah
berikan kepada Nabi Ibrahim untuk memperlihatkan kepada kita tentang
kecintaan dan ketaatannya kepada Allah
melebihi kecintaannya kepada materi dan keduniaan, baik itu harta, anak
ataupun istri.
Demikianlah kisah tentang
kesabaran Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Dalam kisahnya itu terkandung banyak hikmah yang agung. Dari
sini awal mula disyariatkannya udhiyah (ibadah kurban) bagi kaum
muslimin. Sebagaimana Rasulallah SAW diperintahkan untuk mengikuti
ajaran-ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Allah Ta’ala
berfirman, “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama
Ibrahim seorang yang hanif (lurus),” dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Rabb.” [QS. An-Nahl: 123]
Dan diantara hikmah yang dapat dipetik dari kisah
awal mulanya pensyariatan udhiyah ialah:
Pertama, sebagai tanda
syukur kepada Allah yaitu dengan berkurban pada hari nahr (hari raya
idul adha). Sehingga dengan kurbannya itu bisa mencukupi kebutuhan kaum
muslimin. Dalam penyembelihan kurban terdapat upaya menghidupkan sunnah ini dan
menyembelih sesuatu dari pemberian Allah kepada manusia sebagai ungkapan rasa
syukur kepada pemilik dan pemberi kenikmatan. Syukur yang tertinggi adalah
kemurnian ketaatan dengan mengerjakan seluruh perintah-Nya.
Kedua, meneladani
kesabaran Nabi Ibrahim dan putranya Ismail ‘alaihis salam. Dengan
kesabaran yang agung, mereka berhasil melakukan ketaatan kepada Allah dan kecintaan pada-Nya
melebihi kecintaannya pada apa pun. Pengorbanan seperti inilah yang membuktikan
seberapa besar tingkat kesabaran yang mereka miliki. Sehingga Allah menebus
Ismail dengan hewan sembelihan yang besar.
Sudah selayaknya bagi setiap
mukmin untuk mencontoh kesabaran mereka dalam menjalani cobaan yang ada, dan yakinlah bahwa Allah akan mengganti
dengan sesuatu yang lebih baik atas setiap pengorbanan yang dilakukan.
Maka dalam kisah ini terkumpullah dua sifat mukmin yang Allah sangat
ta’jub, syukur dan sabar. Jika
seorang mukmin diberi
kesenangan ia bersyukur, Dan jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar, dan yang
demikian itu baik baginya.
0 komentar:
Posting Komentar