DUA KARUNIA
YANG SERING TERLUPA
“Dan Dia telah
memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.
dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menentukian
jumlahnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).” (QS.
Ibrahim (14):34)
“Lalu kamu pasti akan ditanyai pada hari itu
tentang segala karunia (apa saja).” QS. At-Takatsur (102):8
Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dan memberikan kenikmatan yang begitu banyak, hingga manusia tak pernah mampu
menghitungnya. Allah berfirman, “Dan jika kau coba menghitung nikmat Allah,
niscaya engkau tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 16:18)
Nikmat Sehat
Di antara kenikmatan Alloh yang sangat banyak adalah kesehatan. Kesehatan
merupakan kenikmatan yang diakui setiap orang, memiliki nilai yang besar.
Rasulullah telah menyebutkan hal ini dengan sabdanya:
Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat
badannya, aman keluarganya, dia memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka
seolah-olah seluruh dunia ada dalam genggamannya. (Hadits hasan oleh Ibnu
Majah, no: 4141)
Faktanya ada orang yang rela mengeluarkan biaya yang besar untuk berobat,
ini bukti nyata betapa mahalnya kesehataan yang selama ini Allah berikan kepada
kita secara cuma-cuma. Akan tetapi kebanyakan manusia lalai dari nikmat ini, ia
baru mengingatnya ketika kesehatan telah hilang digantikan sakit yang
menjangkit.
Dikisahkan bahwa seseorang mengadukan kemiskinan dan kesusahannya kepada
seorang ‘alim. Maka si ‘alim itu berkata: “Maukah engkau dibayar 10 ribu dirham
dengan syarat menjadi buta selamanya?”, dia menjawab: “Tidak”. Si ‘alim itu
berkata lagi: “Maukah engkau menjadi bisu dengan imbalan 10 ribu dirham?”, dia
menjawab: “Tidak”. Si ‘alim berkata lagi: “Sudikah engkau kehilangan kedua
tangan dan kaki dengan ganti 20 ribu dirham?”, dia menjawab: “Tidak”. Si ‘alim
berkata lagi: “Relakah engkau jika akalmu dibeli seharga 10 ribu dirham?”, dia
menjawab: “Tidak”. “Maka tidakkah engkau malu mengeluhkan Tuanmu (Allah)
sedangkan Dia telah memberikan pinjaman lebih
dari 50 ribu dinar padamu?” tukas si ‘alim. (Lihat: Mukhtashar Minhajul
Qashidin, hlm: 366)
Banyak Manusia
Tertipu
Oleh karena itu seorang hamba hendaklah selalu mengingat nikmat Allah yang
berupa kesehatan, seraya bersyukur kepadaNya, dan memanfaatkannya dalam
ketaatan kepadaNya. Jangan sampai menjadi orang yang rugi, sebagaimana disebutkan
dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah bersabda: “Ni’mataani maghbunun
fiihi katsirun minan naas, as-shihhatu wal faragh.” Artinya, “Ada dua nikmat
yang kebanyakan manusia tertipu padanya, yaitu; kesehatan dan waktu luang”.
(HR. Bukhari, no: 5933)
Sehubungan dengan hadits ini, Ibnu Hajar menulis dalam Fathul Bari: “Nikmat
artinya keadaan yang baik, ada yang mengatakan nikmat adalah manfaat yang diberikan
sebagai santunan untuk orang lain”. Kata “maghbuun” secara bahasa artinya
tertipu di dalam jual-beli, atau lemah fikiran.
Al-Jauhari rahimahullah:
“Berdasarkan ini, kedua (makna itu) bisa dipakai di dalam hadits ini. Karena
orang yang tidak menggunakan kesehatan dan waktu luang secara semestinya, hakikatnya
dia telah tertipu, karena dia telah menghamburkannya secara percuma, dan keputusannya
dalam hal ini tidaklah terpuji”.
Ibnul Jauzi berkata, “Terkadang manusia itu sehat, tetapi dia tidak
longgar, karena sibuk dengan penghidupan. Dan kadang pula manusia itu cukup
(kebutuhannya), tetapi dia tidak sehat. Jika keduanya terkumpul, namun dia
kalah oleh kemalasan untuk melakukan ketaatan, maka hakikatnya ia telah
tertipu. Dengan kata lain, dunia adalah ladang akhirat, ia adalah perniagaan
yang keuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa mampu memanfaatkan waktu
luang dan kesehatannya dalam ketaatan kepada Allah, maka dialah orang yang
beruntung. Dan barangsiapa menggunakan keduanya dalam bermaksiat, maka dia
telah tertipu. Karena waktu luang pasti diikuti oleh kesibukan, dan kesehatan
pasti diikuti masa sakit, meskipun itu hanya berupa kerentaan. Sebagaimana
dikatakan orang “Panjang umur dan tetap bertahan adalah dambaan pemuda. Namun
lihatlah apa yang akan diperbuat umur panjang itu padanya? Ia akan
mengembalikan pemuda itu menjadi kesusahan hanya untuk berdiri, setelah sebelumnya
pernah begitu tegap ”.
Kemudian sabda Rasulullah bahwa kebanyakan manusia tertipu pada keduanya,
ini mengisyaratkan bahwa orang yang ditunjuki (terbimbing) dalam hal itu,
jumlahnya sedikit. Kenyataan ini sebagaimana firman Allah, “Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang mampu bersyukur.” (QS. 34:13) “Kebanyakan” di dalam hadits
itu sejajar dengan “sedikit” di dalam ayat tersebut.
Bersyukur
Bukan Hanya Ucapan
Ibnu Baththaal berkata: “Seseorang tidak dianggap memiliki waktu luang sampai
dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Jika dua hal ini telah
dimiliki seseorang, maka hendaklah ia berusaha agar tidak tertipu, yaitu lupa
bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Sedang inti kesyukuran
kepada Allah adalah melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
Barangsiapa melalaikan hal itu maka dia adalah orang yang tertipu”.
Ath-Thayyibi berkata, “Rasulullah mempermisalkan manusia ini bagai seorang
pedagang yang memiliki modal. ia ingin mendapat keuntungan dengan modal yang
tetap utuh. Maka idealnya ia harus memilih orang yang tepat untuk bertransaksi,
lalu ia juga harus berlaku jujur dan cerdik agar tidak merugi. Kesehatan dan
waktu luang adalah modal, seharusnya dia berdagang dengan Allah dengan
keimanan, berjuang menundukkan hawa-nafsu dan musuh agama, agar dapat meraih
kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini seperti firman Allah, “Hai orang-orang yang
beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan
kamu dari azab yang pedih? (QS. 61:10) dan ayat-ayat berikutnya. Berdasarkan
itu dia hendaknya tidak memperturutkan hawa-nafsu atau berkongsi dengan setan
agar modalnya tidak sia-sia berikut keuntungannya.
Ibnu Al-‘Arabi berkata: “Diperselisihkan tentang karunia Allah yang terbesar
atas hamba. Apakah itu keimanan, kesehatan atau kesempatan. Namun yang lebih
tepat adalah keimanan, karena ia merupakan karunia yang tak terbatas. Adapun
kesehatan dan waktu luang, maka keduanya adalah kenikmatan duniawi, dan tidak dihitung
sebagai karunia hakiki kecuali jika disertai oleh keimanan. Dan pada kesehatan
itulah banyak manusia yang merugi, yakni keuntungan mereka hilang atau
berkurang. Barangsiapa mengikuti hawa-nafsunya yang banyak memerintahkan keburukan,
selalu mengajak rileks, hingga dia meninggalkan batas-batas (Allah) dan enggan
menekuni ketaatan, maka dia telah merugi.” Maka sepantasnya hamba yang berakal
bersegera beramal shalih selama kesempatan masih ada. Hanya kepada Alloh kita
memohon pertolongan. (Wallahu a’lam)
0 komentar:
Posting Komentar