Jumat, 06 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

DUA KARUNIA YANG SERING TERLUPA


DUA KARUNIA YANG SERING TERLUPA
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menentukian jumlahnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim (14):34)

“Lalu kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang segala karunia (apa saja).” QS. At-Takatsur (102):8
Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dan memberikan kenikmatan yang begitu banyak, hingga manusia tak pernah mampu menghitungnya. Allah berfirman, “Dan jika kau coba menghitung nikmat Allah, niscaya engkau tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 16:18)
Nikmat Sehat
Di antara kenikmatan Alloh yang sangat banyak adalah kesehatan. Kesehatan merupakan kenikmatan yang diakui setiap orang, memiliki nilai yang besar. Rasulullah telah menyebutkan hal ini dengan sabdanya:
Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman keluarganya, dia memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia ada dalam genggamannya. (Hadits hasan oleh Ibnu Majah, no: 4141)
Faktanya ada orang yang rela mengeluarkan biaya yang besar untuk berobat, ini bukti nyata betapa mahalnya kesehataan yang selama ini Allah berikan kepada kita secara cuma-cuma. Akan tetapi kebanyakan manusia lalai dari nikmat ini, ia baru mengingatnya ketika kesehatan telah hilang digantikan sakit yang menjangkit.
Dikisahkan bahwa seseorang mengadukan kemiskinan dan kesusahannya kepada seorang ‘alim. Maka si ‘alim itu berkata: “Maukah engkau dibayar 10 ribu dirham dengan syarat menjadi buta selamanya?”, dia menjawab: “Tidak”. Si ‘alim itu berkata lagi: “Maukah engkau menjadi bisu dengan imbalan 10 ribu dirham?”, dia menjawab: “Tidak”. Si ‘alim berkata lagi: “Sudikah engkau kehilangan kedua tangan dan kaki dengan ganti 20 ribu dirham?”, dia menjawab: “Tidak”. Si ‘alim berkata lagi: “Relakah engkau jika akalmu dibeli seharga 10 ribu dirham?”, dia menjawab: “Tidak”. “Maka tidakkah engkau malu mengeluhkan Tuanmu (Allah) sedangkan Dia  telah memberikan pinjaman lebih dari 50 ribu dinar padamu?” tukas si ‘alim. (Lihat: Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm: 366)
Banyak Manusia Tertipu
Oleh karena itu seorang hamba hendaklah selalu mengingat nikmat Allah yang berupa kesehatan, seraya bersyukur kepadaNya, dan memanfaatkannya dalam ketaatan kepadaNya. Jangan sampai menjadi orang yang rugi, sebagaimana disebutkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah bersabda: “Ni’mataani maghbunun fiihi katsirun minan naas, as-shihhatu wal faragh.” Artinya, “Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu padanya, yaitu; kesehatan dan waktu luang”. (HR. Bukhari, no: 5933)
Sehubungan dengan hadits ini, Ibnu Hajar menulis dalam Fathul Bari: “Nikmat artinya keadaan yang baik, ada yang mengatakan nikmat adalah manfaat yang diberikan sebagai santunan untuk orang lain”. Kata “maghbuun” secara bahasa artinya tertipu di dalam jual-beli, atau lemah fikiran.
 Al-Jauhari rahimahullah: “Berdasarkan ini, kedua (makna itu) bisa dipakai di dalam hadits ini. Karena orang yang tidak menggunakan kesehatan dan waktu luang secara semestinya, hakikatnya dia telah tertipu, karena dia telah menghamburkannya secara percuma, dan keputusannya dalam hal ini tidaklah terpuji”.
Ibnul Jauzi berkata, “Terkadang manusia itu sehat, tetapi dia tidak longgar, karena sibuk dengan penghidupan. Dan kadang pula manusia itu cukup (kebutuhannya), tetapi dia tidak sehat. Jika keduanya terkumpul, namun dia kalah oleh kemalasan untuk melakukan ketaatan, maka hakikatnya ia telah tertipu. Dengan kata lain, dunia adalah ladang akhirat, ia adalah perniagaan yang keuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa mampu memanfaatkan waktu luang dan kesehatannya dalam ketaatan kepada Allah, maka dialah orang yang beruntung. Dan barangsiapa menggunakan keduanya dalam bermaksiat, maka dia telah tertipu. Karena waktu luang pasti diikuti oleh kesibukan, dan kesehatan pasti diikuti masa sakit, meskipun itu hanya berupa kerentaan. Sebagaimana dikatakan orang “Panjang umur dan tetap bertahan adalah dambaan pemuda. Namun lihatlah apa yang akan diperbuat umur panjang itu padanya? Ia akan mengembalikan pemuda itu menjadi kesusahan hanya untuk berdiri, setelah sebelumnya pernah begitu tegap ”.
Kemudian sabda Rasulullah bahwa kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, ini mengisyaratkan bahwa orang yang ditunjuki (terbimbing) dalam hal itu, jumlahnya sedikit. Kenyataan ini sebagaimana firman Allah, “Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang mampu bersyukur.” (QS. 34:13) “Kebanyakan” di dalam hadits itu sejajar dengan “sedikit” di dalam ayat tersebut.
Bersyukur Bukan Hanya Ucapan
Ibnu Baththaal berkata: “Seseorang tidak dianggap memiliki waktu luang sampai dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Jika dua hal ini telah dimiliki seseorang, maka hendaklah ia berusaha agar tidak tertipu, yaitu lupa bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Sedang inti kesyukuran kepada Allah adalah melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Barangsiapa melalaikan hal itu maka dia adalah orang yang tertipu”.
Ath-Thayyibi berkata, “Rasulullah mempermisalkan manusia ini bagai seorang pedagang yang memiliki modal. ia ingin mendapat keuntungan dengan modal yang tetap utuh. Maka idealnya ia harus memilih orang yang tepat untuk bertransaksi, lalu ia juga harus berlaku jujur dan cerdik agar tidak merugi. Kesehatan dan waktu luang adalah modal, seharusnya dia berdagang dengan Allah dengan keimanan, berjuang menundukkan hawa-nafsu dan musuh agama, agar dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini seperti firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (QS. 61:10) dan ayat-ayat berikutnya. Berdasarkan itu dia hendaknya tidak memperturutkan hawa-nafsu atau berkongsi dengan setan agar modalnya tidak sia-sia berikut keuntungannya.
Ibnu Al-‘Arabi berkata: “Diperselisihkan tentang karunia Allah yang terbesar atas hamba. Apakah itu keimanan, kesehatan atau kesempatan. Namun yang lebih tepat adalah keimanan, karena ia merupakan karunia yang tak terbatas. Adapun kesehatan dan waktu luang, maka keduanya adalah kenikmatan duniawi, dan tidak dihitung sebagai karunia hakiki kecuali jika disertai oleh keimanan. Dan pada kesehatan itulah banyak manusia yang merugi, yakni keuntungan mereka hilang atau berkurang. Barangsiapa mengikuti hawa-nafsunya yang banyak memerintahkan keburukan, selalu mengajak rileks, hingga dia meninggalkan batas-batas (Allah) dan enggan menekuni ketaatan, maka dia telah merugi.” Maka sepantasnya hamba yang berakal bersegera beramal shalih selama kesempatan masih ada. Hanya kepada Alloh kita memohon pertolongan. (Wallahu a’lam)

0 komentar:

Posting Komentar