Kamis, 12 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

Hukum Mengambil Upah Dari Adzan


Spesialis Fikih Makalah Ahad -11
Ahmad khoirul fajrie

بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Mengambil Upah Dari Adzan
Makalah Ke-17
            Diriwayatkan dari Utsman bin  Abil Ash ra ia berkata: “Wahai Rasulullah, angkatlah aku sebgai imam (shalat) bagi kaumku.” Rasulullah saw berkata:
أنت إمامهم, واقتد بأضعفهم, واتخذ مؤذنا لا يأخذ على أذانه أجرا
“ Engkau adalah imam mereka. Sesuaikanlah dengan kondisi orang yang paling lemah dari mereka. Dan angkatlah seorang muadzin yang tidak mengambil upah dari adzan.”[1]
Dalam riwayat lain juga disebutkan dari Yahya al-Bukka’, ia berkata: “Aku pernah mendengar seorang lelaki berkata kepada Ibnu Umar ra, “Aku mencintaimu karena Allah.” Ibnu Umar ra membalasnya: “Aku membencimu karena Allah. Mengapa? Tanyanya. Ibnu Umar berkata: Karena engkau melagukan adzanmu dan engkau mengambil upah darinya.”[2]

Kandungan yang bisa kita petik dari atsar diatas antara lain:
1.      Hendaklah seorang muadzin melaksanakan tugasnya secara suka rela.
Imam asy-Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm (I/84): “Aku sarankan agar para muadzin adalah orang yang sukarela melakukan tugasnya. Imam tidak boleh memberinya upah, demikian pula orang lain, selama mereka masih bisa menemukan muadzin yang rela tidak dibayar dan memiliki sifat amanah, kecuali mereka member harta mereka kepadanya secara pribadi. Menurutku tidak sulit bagi seorang pun yang tinggal di negeri yang banyak penduduknya untuk menemukan muadzin yang amanah., komitmen melakukan tugas dan rela tidak dibayar. Jika ia tidak menemukannya, maka ia boleh mengupah seorang muadzin. Dan upahnya itu tidak boleh lebih dari 1/25 bagian saham fa’I bagi Rasulullah saw. Ia tidak boleh mengupahnya dari harta fa’I lebih dari bagian



tersebut. Karena telah disebutkan criteria orang-orang yang berhak menerima harta tersebut.”
2.      Haram hukumnya mengangkat muadzin yang tujuannya mencari uang berdasarkan hadits Utsman bin Abil Ash. Juga berdasarkan fatwa Ibnu Umar, dan ini tidak dibantah oleh para sahabat yang lainnya seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Sayyidin Naas.[3]
3.      Jika muadzin diberi upah tanpa ia yang memintanya, maka hal itu dibolehkan.
Diriwayatkan dari adh-Dhahhak, bahwa ia membenci muadzin yang mengambil upah dari adzannya. Beliau berkata: “Jika ia diberi tanpa memintanya, maka itu dibolehkan.”[4]
4.      Adapun salah satu realita yang kita hadapi sekarang adalah: Para muadzin yang mengkhususkan diri dengan tugasnya ditanggung kehidupannya oleh instansi atau pihak yang mengatur urusan kaum muslimin, mereka member gaji khusus bagi para muadzin tersebut. Maka dari itu, bagi yang mengkhususkan diri bertugas sebagai muadzin dan mengurus masjid, maka tidaklah mengapa diberi gaji. Terlebih lagi pihak yang membuat peraturan tidak menerima para muadzin sukarelawan. Wallahu A’lam



[1]  Atsar shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (531), at Tirmidzi (209)
[2]  HR. Abdurrazzaq (1825). Atsar ini shahih
[3]  Nailul Authar (II/44)
[4]  Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (I/228)

0 komentar:

Posting Komentar