Hukum Qunut dalam
Shalat Subuh
Makalah Ke-13
Para Ulama berselisih tentang
disyari’atkannya qunut dalam shalat subuh dalam empat pendapat:
Pertama:
qunut adalah sunnah
mu’akkad bersifat rutin, yang dianjurkan untuk senantiasa dikerjakan. Ini
adalah madzhab Malik dan asy-Syafi’i.[1]
Argumen mereka adalah sebagai berikut:
o Hadits Al-Barra’
bin Azib, “bahwa Rasulullah saw qunut dalam shalat subuh (dan maghrib).”[2]
o Hadits Anas
bahwa ia ditanya, “Apakah Nabi saw qunut dalam shalat subuh? “Ia menjawab,
“Ya, ditanyakan kepadanya, “Apakah beliau qunut sebelum ruku’? Ia menjawab,
“sejenak setelah ruku’.”[3]
o Diriwayatkan
dari Anas, ia berkata, “Rasulullah saw senantiasa qunut dalam shalat subuh
hingga meninggal dunia.”[4]
Kedua: qunut dalam shalat subuh dan
selainnya sudah mansukh (dihapus ketentuannya dan bid’ah. Ini adalah madzhab
Abu Hanifah.[5] Ia
berargumen dengan dalil-dalil berikut ini:
o Hadits yang
diriwayatkan dari Ummu Salamah ra, ia berkata, “Rasulullah saw melarang
qunut dalam shalat subuh.”[6]
o Hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Nabi saw tidak qunut kecuali
sebulan, tidak qunut sebelum dan sesudahnya.”[7]
o Hadits yang sama
diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Ia (qunut subuh) adalah bid’ah,
Rasulullah saw tidak pernah melakukannya kecuali sebulan kemudian
meninggalkannya.”[8]
Ketiga, tidak melaksanakan qunut kecuali
dalam qunut nazilah. Ini madzhab Imam Ahmad,[9]
dan sebagian ulama muta’akhirin Hanafiyah.
Keempat, boleh melaksanakan atau
meninggalkannya. Ini pendapat ats-Tsauri, Ibnu Jarir at-Thabari, Ibnu Hazm dan
Ibnu al-Qayyim.[10]
Mereka mengatakan, dari semua riwayat yang ada tentang qunut bisa ditetapkan,
beliau terkadang melakukannya dan terkadang meninggalkannya, untuk mengajarkan
kepada umatnya bahwa mereka boleh memilih; mengerjakan atau meninggalkannya.
Ibnu al-Qayyim berkata, “Ahli hadits bersikap pertengahan
antara mereka yang melarangnya secara mutlak dengan yang menganjurkannya dalam
qunut nazilah selainnya. Ahli hadits lebih tahu tentang hadits daripada kedua
golongan tersebut.
Pendapat yang rajih: Tidak diragukan lagi, melakukan qunut
subuh secara rutin bukan merupakan sunnahnya. Tapi, tidak diragukan lagi,
beliau pernah melakukannya. Jadi, perkara ini masih tetap berkisar diantara dua
kemungkinan: qunut disunnahkan dalam nazilah saja, atau terkadang dikerjakan
dan terkadang ditinggalkan; meskipun yang paling jelas, menurut penulis, dari
isi hadits-hadits yang shahih mengenai persoalan ini bahwa yang paling mendekati
kebenaran ialah tidak melakukan qunut kecuali dalam qunut nazilah. Bukan
berdasarkan hadits yang menjadi argumen kelompok ketiga. Tetapi karena zhahir
hadits-hadits yang mengetengahkan doa Nabi saw dalam shalat subuh semuanya
berisikan doa kutukan terhadap suatu kaum atau mendoakan kebaikan buat kaum
yang lainnya. Wallahu a’lam
Sumber:
o
Shahih Fiqih
Sunnah, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, jilid I.
[1] Al-Mudawwamah (I/100), Al-Adzkar,
An-Nawawi (hal. 69)
[2] Shahih, riwayat Muslim (678)
[3] HR. al-Bukhari (1001) dan Muslim (677)
[4] Hadits Mungkar, riwayat Ahmad (3/162)
[5] Al-Mabsuth (1/165)
[6] Sanadnya rusak, diriwayatkan Ad-Daaruquthni
(2/38)
[7] Sanadnya rusak, riwayat Ath-Thahawi dalam Syarh
al-Ma’ani (1/245)
[8] Sanadnya dha’if, riwayat al-Baihaqi (2/213)
[9] Al-Mughni (2/587)
[10] Zad al-Ma’ad (1/247)
0 komentar:
Posting Komentar