LARANGAN - LARANGAN DALAM WASIAT
1.
Larangan mewasiatkan harta
lebih dari sepertiga
Dari Sa’ad bin Abi Waqosh ia berkata,
“Aku bertanya kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah bolehkah aku mewasiatkan
seluruh hartaku?” Rasul menjawab, “Tidak boleh!” Aku bertanya lagi, “Separuh?”
Rasul menjawab, “Tidak boleh!” Aku bertanya lagi, “Sepertiga?” Rasul menjawab :
فالثلث
و الثلث كثير إنك أن تدع ورثك أغنياء خير من أن تدعهم عالة يتكففون الناس في
أيديهم
“Sepertiga boleh, sepertiga itupun banyak! Engkau tinggalkan ahli
warismu dalam keadaan berkecukupan lebih baik daripada engkau tinggalkan dalam
keadaan kekurangan sehingga terpaksa menadahkan tangan meminta minta kepada
orang lain.”[1]
Ø
Larangan mewasiatkan seluruh harta atau separuhnya atau lebih dari
sepertiga, karena sepertiga itupun sudah banyak.
Ø
Dianjurkan mewasiatkan kurang dari sepertiga, berdasarkan riwayat
shahih dari ‘Abdullah bin ‘Abbas bahwa ia berkata, “Alangkah baik bila
orang-orang menguranginya sampai seperempat karena Rasulullah bersabda :
فالثلث
و الثلث كثير
Semakin sedikit dari sepertiga, semakin
afdhal jika ahli warisnya orang orang fakir. Jika mereka orang berkecukupan
maka tidak mengapa sepertiga. Wallaahu a’lam.
At Tirmidzi berkata dalam sunannya
(IV/431): “Inilah yang dipilih oleh ahli ilmu, yaitu tidak boleh seseorang
mewasiatkan hartanya lebih dari sepertiga. Sebagian ahli ilmu menganjurkan
mewasiatkan harta kurang dari sepertiga berdasarkan sabda Nabi.”
Ø
Hikmah syar’I dari larangan mewasiatkan harta lebih dari sepertiga
adalah meninggalkan ahli waris dalam keadaan berkecukupan tanpa harus meminta
minta
Ø
Tidak boleh merugikan ahli waris
Ø
Jika seseorang mewasiatkan sepertiga hartanya, ahli waris tidak
boleh menolaknya
2.
Tidak ada wasiat bagi ahli
waris
Dari Abu Umamah al Bahili ia berkata,
“Aku Mendengar Rasulullah berkhutbah pada haji wada’ :
إن
الله قد اعطى كل ذي حق حقه فلا وصية لوارث
"Sesungguhnya
Allah telah memberikan kepada tiap tiap orang haknya, maka tidak ada wasiat
bagi ahli waris.”[2]
Ø
Hadits di atas memansukhkan
(menghapus hukum) ayat wasiat, yaitu firman Allah Al Baqoroh ayat 180
|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sÎ)
u|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·öyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷yÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (
$)ym
n?tã
tûüÉ)FßJø9$#
ÇÊÑÉÈ
“Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf[3]
(Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Abdullah bin Abbas berkata, “Dahulu
harta menjadi hak anak dan wasiat bagi kedua orang tua. Lalu Allah menghapus
apa saja yang Dia kehendaki. Allah menetapkan bagian laki-laki dua kali lipat
bagian wanita dan menetapkan kedua orang tua masing masing mendapat seperenam.
Allah menetapkan bagi istri seperdelapan atau seperempat dan bagi suami
setengah atau seperempat.[4]
Ini merupakan penegasan dari Habrul
Immat bahwa ayat wasiat telah dimansukhkan (dihapus) hukumnya dengan hadits
marfu’ di atas sebagaimana ditetapkan dalam ilmu hadits dan ushul fiqh.
Demikianlah ditegaskan oleh al hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (V/372)
karena tidak mungkin hal tersebut ditetapkan kecuali berdasarkan nash. Wallahu
a’lam.
Ø
Tidak boleh menggabungkan
antara wasiat dan warisan, karena Allah telah memberikan masing-masing orang
apa yang menjadi haknya
Ø
Ahli ilmu berbeda pendapat
tentang wasiat bagi ahli waris apabila diizinkan oleh ahli waris lainnya
§
Sebagian ulama berpendapat
itu bathil/ tidak sah.
§
Kebanyakan lainnya
berpendapat boleh/ sah. Mereka berdalil dengan hadits hadits yang tidak shahih,
di antaranya hadits Abdullah bin Abbas yang marfu’ berbunyi, “Tidak boleh
diberikan wasiat kepada ahli waris kecuali para ahli waris lainnya menyetujui.”[5]
Maka tetaplah hadits
itu sebagaimana makna dzohirnya yaitu
tidak ada wasiat bagi ahli waris. Barang siapa mensyaratkan persetujuan ahli
waris, maka syarat tersebut bathil (tidak sah). Karena syarat tersebut tidak
ada dalam kitabullah. Wallahu a’lam.
3.
Larangan memberi wasiat
pada saat sekarat (menghadapi sakaratul maut)
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& $£JÏB Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö7s% br& uÎAù't ×Pöqt w Óìøt/ ÏmÏù wur ×'©#äz wur ×pyè»xÿx© 3 tbrãÏÿ»s3ø9$#ur ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËÎÍÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki
yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak
ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir Itulah
orang-orang yang zalim.” (al baqoroh : 254)
(#qà)ÏÿRr&ur `ÏB $¨B Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö6s% br& ÎAù't ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# tAqà)usù Éb>u Iwöqs9 ûÓÍ_s?ö¨zr& #n<Î) 9@y_r& 5=Ìs% X£¢¹r'sù `ä.r&ur z`ÏiB tûüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÊÉÈ
`s9ur t½jzxsã ª!$# $²¡øÿtR #sÎ) uä!%y` $ygè=y_r& 4 ª!$#ur 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÊÈ
“Dan
belanjakanlah sebagian dari apa yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya
Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang
dekat, yang menyebabkan Aku dapat bersedekah dan Aku termasuk orang-orang yang
saleh?" Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang
apabila Telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha mengenal apa yang kamu
kerjakan.” (Al Munafiqun : 63-64)
Dari Abu Hurairah ia berkata, “seorang
laki laki bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, sahadaqoh apakah yang paling
afdhal?” Nabi Menjawab :
أن
تصدق و أنت صحيح حريص تأمل الغني وتغشى الفقر ولا تمهل حتى إذا بلغت الحلقوم قلت لفلان
طذا و لفلان كذا قد كان لفلان
“shadaqoh yang
engkau keluarkan pada saat engkau sehat dan kuat engkau berharap kaya dan takut
miskin, janganlah kamu tunda hingga nyawa sudah sam[ai kerongkongan baru engkau
katakan : untuk si fula[6]n
ini, untuk si fulan ini, padahal harta itu menjadi hak si fulan[7].”[8]
ÉA$yJsù úïÏ%©!$# (#rãxÿx. y7n=t7Ï% tûüÏèÏÜôgãB ÇÌÏÈ Ç`tã ÈûüÏJuø9$# Ç`tãur ÉA$uKÏe±9$# tûïÌÏã ÇÌÐÈ
ßìyJôÜtr& @à2 <ÍöD$# öNåk÷]ÏiB br& @yzôã sp¨Zy_ 5OÏètR ÇÌÑÈ Hxx. ( $¯RÎ) Nßg»oYø)n=s{ $£JÏiB cqßJn=ôèt
“Mengapakah
orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu (36) Dari kanan dan dari kiri
dengan berkelompok-kelompok (37) Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu
ingin masuk ke dalam syurga yang penuh kenikmatan?, (38) Sekali-kali tidak!
Sesungguhnya kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani) (39) “
Kemudian Rasulullah meludah pada telapak tangannyalalu
berkata :
قال الله : ابن آدم أنى تعجزوني وقد خلقتك
من مثل هذه حتى إذا سويتك وعدلتك مشيت بين بردين وللأرض منك وئيد فجمعت ومنعت حتى
إذا بلغت الترقي قلت أتصدقت وأنى أوان الصدقة
“Allah
berfirman: hai anak Adam, bagaimana mungkin kamu bisa melemahkan aku sedangkan
Aku-lah yang menciptakan kamu dari tanah seperti ini. Hingga apabila Aku
menyempurnakan ciptaanmu kemudian kamu berjalan dengan mengenakan dua pakaian
bergaris sedangkan bumi terus mengeluhkan perbuatannmu. Kamu terus mengumpulkan
harta akan tetapi kamu menahannya. Hingga apabila nyawa sudah sampai
kerongkongan barulah kamu berkata ‘Aku bershodaqoh’ padahal bukan waktunya
bershodaqoh.”[9]
Kandungan bab :
1.
Larangan menunda-nunda wasiat
hingga kondisi sekarat sementara nyawa sudah sampai di kerongkongan. Karena
biasanyahal itu akan menimbulkan kerugian dalam wasiat disebabkan keterikatan
hak ahli waris dengan hartanya. Oleh karena itu sebagian salaf berkomentar
tentang orang-orang kaya “Mereka dua kali durhaka kepada Allah dalam harta
mereka. Pertama, mereka bakhil saat harta itu berada di tangan mereka, yakni
ketika mereka masih hidup. Kedua, mereka menghamburkannya ketika harta itu
terlepas dari tangan mereka, yakni setelah mati.”
2.
Jika orang yang memberi
wasiat merugikan pihak ahli waris, maka mereka boleh menolaknya, yaitu apabila
wasiat tersebut lebih dari sepertiga
3.
Orang yang berwasiat
menshodaqohkan harta atau membebaskan budak karena kematian sama seperti orang
yang memberi hadiah setelah kenyang, ia tidak merasakan hikmah shadaqoh.
4.
Mengeluarkan shodaqoh dan
menunaikan hutang ketika masih hidup dan sehat lebih utama daripada saat sakit
dan setelah mati.
Abe Hudan Al Hasny
Sumber :
Ensiklopedi Larangan Menurut Al Qur’an dan As Sunnah, Syaikh Salim Bin
‘Ied Al Hilali, Jilid 2. Hlm. 447
[1] HR. Al Bukhori 1295 dan Muslim 1628
[2] Hadits Shahih, Abu Dawud 2870 dan 3565
[3] Ma'ruf
ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta
orang yang akan meninggal itu. ayat Ini dinasakhkan dengan ayat mewaris.
[4] HR. Bukhori (2747)
[5] Didhoifkan oleh Baihaqi (VI/264
[6] Orang yang diberi wasiat
[7] Ahli waris
[8] Bukhori (1419) dan Muslim (1032)
[9] Hadits hasan, diriwayatkan oleh ibnu Majah
(2707) Ahmad (IV/210)
0 komentar:
Posting Komentar