Jumat, 06 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

LARANGAN - LARANGAN DALAM WASIAT


LARANGAN - LARANGAN DALAM WASIAT

1.       Larangan mewasiatkan harta lebih dari sepertiga
Dari Sa’ad bin Abi Waqosh ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah bolehkah aku mewasiatkan seluruh hartaku?” Rasul menjawab, “Tidak boleh!” Aku bertanya lagi, “Separuh?” Rasul menjawab, “Tidak boleh!” Aku bertanya lagi, “Sepertiga?” Rasul menjawab :
فالثلث و الثلث كثير إنك أن تدع ورثك أغنياء خير من أن تدعهم عالة يتكففون الناس في أيديهم
“Sepertiga boleh, sepertiga itupun banyak! Engkau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan lebih baik daripada engkau tinggalkan dalam keadaan kekurangan sehingga terpaksa menadahkan tangan meminta minta kepada orang lain.”[1]

Ø  Larangan mewasiatkan seluruh harta atau separuhnya atau lebih dari sepertiga, karena sepertiga itupun sudah banyak.
Ø  Dianjurkan mewasiatkan kurang dari sepertiga, berdasarkan riwayat shahih dari ‘Abdullah bin ‘Abbas bahwa ia berkata, “Alangkah baik bila orang-orang menguranginya sampai seperempat karena Rasulullah bersabda :
فالثلث و الثلث كثير
Semakin sedikit dari sepertiga, semakin afdhal jika ahli warisnya orang orang fakir. Jika mereka orang berkecukupan maka tidak mengapa sepertiga. Wallaahu a’lam.

At Tirmidzi berkata dalam sunannya (IV/431): “Inilah yang dipilih oleh ahli ilmu, yaitu tidak boleh seseorang mewasiatkan hartanya lebih dari sepertiga. Sebagian ahli ilmu menganjurkan mewasiatkan harta kurang dari sepertiga berdasarkan sabda Nabi.”
Ø  Hikmah syar’I dari larangan mewasiatkan harta lebih dari sepertiga adalah meninggalkan ahli waris dalam keadaan berkecukupan tanpa harus meminta minta
Ø  Tidak boleh merugikan ahli waris
Ø  Jika seseorang mewasiatkan sepertiga hartanya, ahli waris tidak boleh menolaknya

2.       Tidak ada wasiat bagi ahli waris
Dari Abu Umamah al Bahili ia berkata, “Aku Mendengar Rasulullah berkhutbah pada haji wada’ :
إن الله قد اعطى كل ذي حق حقه فلا وصية لوارث
"Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap tiap orang haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.”[2]

Ø  Hadits di atas memansukhkan (menghapus hukum) ayat wasiat, yaitu firman Allah Al Baqoroh ayat 180
|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sŒÎ) uŽ|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·Žöyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷ƒyÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ ( $ˆ)ym n?tã tûüÉ)­FßJø9$# ÇÊÑÉÈ

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[3] (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

Abdullah bin Abbas berkata, “Dahulu harta menjadi hak anak dan wasiat bagi kedua orang tua. Lalu Allah menghapus apa saja yang Dia kehendaki. Allah menetapkan bagian laki-laki dua kali lipat bagian wanita dan menetapkan kedua orang tua masing masing mendapat seperenam. Allah menetapkan bagi istri seperdelapan atau seperempat dan bagi suami setengah atau seperempat.[4]

Ini merupakan penegasan dari Habrul Immat bahwa ayat wasiat telah dimansukhkan (dihapus) hukumnya dengan hadits marfu’ di atas sebagaimana ditetapkan dalam ilmu hadits dan ushul fiqh. Demikianlah ditegaskan oleh al hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (V/372) karena tidak mungkin hal tersebut ditetapkan kecuali berdasarkan nash. Wallahu a’lam.

Ø  Tidak boleh menggabungkan antara wasiat dan warisan, karena Allah telah memberikan masing-masing orang apa yang menjadi haknya
Ø  Ahli ilmu berbeda pendapat tentang wasiat bagi ahli waris apabila diizinkan oleh ahli waris lainnya
§  Sebagian ulama berpendapat itu bathil/ tidak sah.
§  Kebanyakan lainnya berpendapat boleh/ sah. Mereka berdalil dengan hadits hadits yang tidak shahih, di antaranya hadits Abdullah bin Abbas yang marfu’ berbunyi, “Tidak boleh diberikan wasiat kepada ahli waris kecuali para ahli waris lainnya menyetujui.”[5]
Maka tetaplah  hadits itu sebagaimana makna dzohirnya  yaitu tidak ada wasiat bagi ahli waris. Barang siapa mensyaratkan persetujuan ahli waris, maka syarat tersebut bathil (tidak sah). Karena syarat tersebut tidak ada dalam kitabullah. Wallahu a’lam.

3.       Larangan memberi wasiat pada saat sekarat (menghadapi sakaratul maut)
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& $£JÏB Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö7s% br& uÎAù'tƒ ×Pöqtƒ žw ÓìøŠt/ ÏmŠÏù Ÿwur ×'©#äz Ÿwur ×pyè»xÿx© 3 tbrãÏÿ»s3ø9$#ur ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËÎÍÈ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim.” (al baqoroh : 254)

(#qà)ÏÿRr&ur `ÏB $¨B Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö6s% br& šÎAù'tƒ ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# tAqà)usù Éb>u Iwöqs9 ûÓÍ_s?ö¨zr& #n<Î) 9@y_r& 5=ƒÌs% šX£¢¹r'sù `ä.r&ur z`ÏiB tûüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÊÉÈ
`s9ur t½jzxsムª!$# $²¡øÿtR #sŒÎ) uä!%y` $ygè=y_r& 4 ª!$#ur 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÊÈ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan Aku dapat bersedekah dan Aku termasuk orang-orang yang saleh?" Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila Telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan.” (Al Munafiqun : 63-64)

Dari Abu Hurairah ia berkata, “seorang laki laki bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, sahadaqoh apakah yang paling afdhal?” Nabi Menjawab :
أن تصدق و أنت صحيح حريص تأمل الغني وتغشى الفقر ولا تمهل حتى إذا بلغت الحلقوم قلت لفلان طذا و لفلان كذا قد كان لفلان

“shadaqoh yang engkau keluarkan pada saat engkau sehat dan kuat engkau berharap kaya dan takut miskin, janganlah kamu tunda hingga nyawa sudah sam[ai kerongkongan baru engkau katakan : untuk si fula[6]n ini, untuk si fulan ini, padahal harta itu menjadi hak si fulan[7].”[8]

ÉA$yJsù šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. y7n=t7Ï% tûüÏèÏÜôgãB ÇÌÏÈ Ç`tã ÈûüÏJuø9$# Ç`tãur ÉA$uKÏe±9$# tûïÌÏã ÇÌÐÈ
ßìyJôÜtƒr& @à2 <͐öD$# öNåk÷]ÏiB br& Ÿ@yzôムsp¨Zy_ 5OŠÏètR ÇÌÑÈ Hxx. ( $¯RÎ) Nßg»oYø)n=s{ $£JÏiB šcqßJn=ôètƒ

“Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu (36) Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok (37) Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam syurga yang penuh kenikmatan?, (38) Sekali-kali tidak! Sesungguhnya kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani) (39) “

Kemudian Rasulullah meludah pada telapak tangannyalalu berkata :
قال الله : ابن آدم أنى تعجزوني وقد خلقتك من مثل هذه حتى إذا سويتك وعدلتك مشيت بين بردين وللأرض منك وئيد فجمعت ومنعت حتى إذا بلغت الترقي قلت أتصدقت وأنى أوان الصدقة

“Allah berfirman: hai anak Adam, bagaimana mungkin kamu bisa melemahkan aku sedangkan Aku-lah yang menciptakan kamu dari tanah seperti ini. Hingga apabila Aku menyempurnakan ciptaanmu kemudian kamu berjalan dengan mengenakan dua pakaian bergaris sedangkan bumi terus mengeluhkan perbuatannmu. Kamu terus mengumpulkan harta akan tetapi kamu menahannya. Hingga apabila nyawa sudah sampai kerongkongan barulah kamu berkata ‘Aku bershodaqoh’ padahal bukan waktunya bershodaqoh.”[9]

Kandungan bab :
1.         Larangan menunda-nunda wasiat hingga kondisi sekarat sementara nyawa sudah sampai di kerongkongan. Karena biasanyahal itu akan menimbulkan kerugian dalam wasiat disebabkan keterikatan hak ahli waris dengan hartanya. Oleh karena itu sebagian salaf berkomentar tentang orang-orang kaya “Mereka dua kali durhaka kepada Allah dalam harta mereka. Pertama, mereka bakhil saat harta itu berada di tangan mereka, yakni ketika mereka masih hidup. Kedua, mereka menghamburkannya ketika harta itu terlepas dari tangan mereka, yakni setelah mati.”
2.         Jika orang yang memberi wasiat merugikan pihak ahli waris, maka mereka boleh menolaknya, yaitu apabila wasiat tersebut lebih dari sepertiga
3.         Orang yang berwasiat menshodaqohkan harta atau membebaskan budak karena kematian sama seperti orang yang memberi hadiah setelah kenyang, ia tidak merasakan hikmah shadaqoh.
4.         Mengeluarkan shodaqoh dan menunaikan hutang ketika masih hidup dan sehat lebih utama daripada saat sakit dan setelah mati.

Abe Hudan Al Hasny
Sumber :
Ensiklopedi Larangan Menurut Al Qur’an dan As Sunnah, Syaikh Salim Bin ‘Ied Al Hilali, Jilid 2. Hlm. 447





[1]  HR. Al Bukhori 1295 dan Muslim 1628
[2]  Hadits Shahih, Abu Dawud 2870 dan 3565
[3]  Ma'ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang akan meninggal itu. ayat Ini dinasakhkan dengan ayat mewaris.
[4]  HR. Bukhori (2747)
[5]  Didhoifkan oleh Baihaqi (VI/264
[6]  Orang yang diberi wasiat
[7]  Ahli waris
[8]  Bukhori (1419) dan Muslim (1032)
[9]  Hadits hasan, diriwayatkan oleh ibnu Majah (2707) Ahmad (IV/210)

0 komentar:

Posting Komentar