Jumat, 06 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

Sujud Syahwi


Sujud Syahwi

Banyak orang yang tidak faham tentang sujud sahwi dalam shalat. Di antaranya ada yang meninggalkan sujud sahwi saat diwajibkan, ada yang sujud tidak pada waktunnya. Ada yang melakukan sujud sahwi sebelum sala m, padahal mestinya setelah salam, ada yang sujud setelah salam, padahal semestinya sebelum salam. Karenanya, betapa sangat pentingnya memahami hukum-hukum sujud sahwi, terutama bagi para imam yang dijadikan panutan oleh makmum.
Lalu, apakah sujud sahwi itu? Sujud sahwi adalah nama dua sujud yang dilakukan oleh orang yang shalat untuk menutup kekurangan yang terjadi ketika shalat yang disebabkan karena lupa. Sujud sahwi dilakukan karena tiga sebab:
Adanya Penambahan
Jika seseorang menambahkan sesuatu (misal: ruku dan sujud) dalam shalatnya dengan sengaja, maka batal shalatnya. Berbeda halnya jika ia melakukannya karena lupa, maka tidak lain yang harus ia lakukan adalah dengan sujud sahwi.
Misalnya, orang shalat dzuhur lima raka'at dan tidak ingat penambahannya itu kecuali ketika sedang tasyahhud, maka dia harus menyempurnakan tasyahudnya, lalu salam, kemudian sujud sahwi, lalu salam (lagi). Jika dia ingat setelah salam, maka dia langsung melakukan sujud sahwi dan salam. Jika dia ingat pada saat sedang berada pada raka'at kelima, maka dia harus duduk seketika itu juga, lalu tasyahud dan salam, kemudian sujud sahwi, lalu salam.
Sebagaimana hadits Abdullah bin Mas'ud bahwasanya Rasulullah pernah melakukan shalat dzuhur lima raka'at, maka ditanyakan kepada beliau, "Apakah ditambahkan (sesuatu) dalam shalat?" Beliau bertanya, Apa itu?" Para sahabat menjawab, "Engkau shalat lima raaka'at, "beliau lalu sujud dua kali setelah salam.”
Abu Hurairah, bahwasanya Nabi shalat Dzuhur atau Ashar bersama para sahabat, kemudian salam pada raka'at kedua. Kemudian ada yang segera keluar dari masjid sambil mengatakan, "Shalat telah diqashar" dan Nabi berjalan menuju tiang masjid, lalu bersandar seakan-akan beliau marah. Ada seseorang yang berdiri lalu berkata, "Ya Rasulullah, Apakah engkau lupa atau (memang) shalat diqashar?" Beliau menjawab, "Saya tidak lupa dan juga shalat tidak diqashar." Lelaki itu berkata, "Pasti engkau lupa," maka Rasulullah bertanya kepada para sahabat, "Apakah benar yang dia ucapkan?" Para shahabat menjawab, "Ya." Maka Rasulullah maju, lalu mengerjakan sisa raka'at, lalu salam, kemudiaan melakukan sujud dua kali, lalu salam. [Muttafaq 'alaih]
Adanya yang Tertinggal
Hukumnya sama halnya seperti perkara yang ditambahkan dalam shalat. Jika seseorang sengaja meninggalkan sesuatu dalam shalat, maka batal shalatnya. Terlebih lagi dalam hal takbiratul ihram, shalat akan batal jika ia ditinggalkan baik itu sengaja atau pun karena lupa.
Sebagai contoh dalam kasus adanya yang tertinggal dalam shalat adalah: seseorang bangun dari sujud kedua pada raka'at kedua untuk melanjutkan ke raka'at ketiga; dia lupa tidak melakuakn tasyahud awal, tetapi kemudian ia ingat sebelum bangkit, maka tetaplah ia duduk, lalu membaca tasyahud, Kemudian menyempurnakan shalatnya dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Jika ia ingat setelah beranjak berdiri, tetapi belum tegak sempurna, maka dia harus duduk kembali dan tasyahud, kemudian menyempurnakan shalat dan salam, lalu melakukan sujud sahwi dan salam lagi.
Jika ia ingat setelah tegak berdiri, maka kewajiban tasyahud awalnya gugur, dia tidak perlu kembali, tetap menyempurnakan shalatnya dan melakukan sujud sahwi sebelum salam.
Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Buhainah, bahwasanya Nabi shalat Dzuhur bersama mereka. Beliau bangkit pada raka'a t kedua dan tidak duduk (maksudnya, tidak melakukan tasyahud awal), dan para makmum pun ikut berdiri bersama Nabi, hingga ketika hendak selesai shalat, sedangkan para makmum menunggu salamnya, beliau bertakbir dalam posisi duduk lalu sujud dua kali sebelum salam, kemudian baru salam.
Ragu-Ragu
Syak (ragu) adalah kebimbangan diantara dua hal, mana yang telah terjadi. Syak dalam shalat, tidak lepas dari dua kondisi. Yaitu:
1. Ragu yang cenderung kepada salah satu diantara dua hal (yang membingungkannya). Dalam kondisi seperti ini, dia harus berbuat sesuai dengan kecenderungannya, lalu ia sempurnakan shalatnya dan salam, kemudian melakukan sujud sahwi dan salam lagi.
Misalnya: seseorang shalat Dhuhur, tetapi ia ragu pada salah satu raka'at, apakah ini raka'at ketiga atau kedua? Akan tetapi, menurut dugaannya (yang Iebih kuat), merupakan raka'at ketiga lebih kuat, maka ia harus menjadikannya sebagai raka'at ketiga, lalu shalat satu raka'at lagi dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam.
Hadits Abdullah bin Mas'ud, “Dan apabila salah seorang diantara kalian ragu dal am shalatnya, maka hendaklah dia memilih yang (dianggap) benar, lalu hendaklah ia menyempurnakan shalatnya lalu salam, kemudian sujud dua kali. [HR. Bukhari]
2. Ragu yang tidak memiliki kecendrungan, maka ia harus berbuat sesuai dengan yang diyakini, yaitu raka'at yang sedikit (karena raka’at yang sedikit itu lebih dahulu terjadi) lalu menyempurnakan shalatnya dan melakukan sujud sahwi seb elum salam, lalu salam.
Misalnya: seseorang shalat Ashar, lalu ia ragu dalam salah satu raka'atnya, apakah ini raka'at kedua atau ketiga? Dan dia tidak cenderung kepada salah satunya, maka dia harus menjadikannya sebagai raka'at kedua, lalu tasyahud awal kemudian shalat dua raka'at lagi, dan sujud sahwi dan salam.
Dalilnya, hadits dari Abu Sa'i d al-Khudri, bahwa Nabi bersabda, “Apabila salah satu diantara kalian ragu dalam shalatnya, dia tidak tahu berapa raka'at yang sudah dia laksanakan, tiga atau empat raka'at; maka hendaklah ia membuang keraguan, dan hendaklah ia mendasarkan (perbuatannya) pada apa yang ia yakini, kemudian sujud dua raka'at sebelum salam. Maka jika ternyata ia shalat lima raka’at, hal itu sudah membuat cukup bagi shalatnya; dan jika ia benar menyempurnakan shalat empat raka'at maka jadilah dua kemungkinan sebagai pembuat dongkol dan hina bagi syetan.” [HR. Muslim]
Contoh ragu yang lain: Apabila ada orang datang ke masjid, sadangkan imam dalam keadaan ruku, lalu ia takbiratul ihram dalam keadaan masih berdiri tegak kemudian ruku. Dalam kondisi seperti ini, dia tidak lepas dari tiga keadaan:
• Si makmum ini meyakini, bahwa ia mendapati imam dalam rukunya sebelum i'tidal. Jadi ia mendapatkan satu raka'a t dan kewa jiban membaca al-Fatihah gugur.
• Dia yakin, bahwa imam sudah bangun dari ruku sebelum ia bergabung dengan imam dalam ruku, ini berarti dia tertinggal satu raka'at.
• Dia ragu. Apakah ia mendapati imam dalam raka'atnya sehingga mendapatkan satu raka'at, ataukah imam sudah bangun dari ruku sebelum ia masuk, sehingga tertinggal satu raka'at.
Jika dia memiliki dugaan yang lebih kuat diantara dua dugaan itu, maka dia berbuat sesuai dengan dugaan yang kuat itu, lalu menyempurnakan shalatnya dan salam kemudian melakukan sujud sahwi dan salam lagi.
Jika tidak memiliki dugaan yang lebih kuat diantara dua dugaan itu, maka dia harus mengambil keputusan bahwa dia sudah tertinggal dari raka'at itu, lalu ia sempurnakan shalatnya berdasarkan kayakinannya ini, kemudian melakukan sujud sahwi sebelum salam lalu salam.

0 komentar:

Posting Komentar