Jumat, 06 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

Mewaspadai Thiyarah


Mewaspadai Thiyarah
Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, atau karena binatang lain ataupun dengan benda yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman:
“ Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “ Ini adalah karna usaha kami”, Dan jika mereka di timpa kesusahan mereka melemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang di sekitarnya.” [Q. Al-A’raf: 131]
Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah berkata: “Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa keberuntungan, kemakmuran, keburukan dan bencana yang menimpa kaum Fir’aun serta bencana yang lainnya tidak lain adalah ketetapan Allah yang baik dan yang buruk, semuanya berasal dari Allah Ta’ala. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya sehingga mereka menuduh Musa Alaihis sallam dan pengikutnya sebagai penyebab bencana tersebut.” [Tafsiir Ibnu Jarir ath-Thabari (VI/30-31)]
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin (beliau wafat pada 1421 H) rahimahullah: “Tathayyur adalah menganggap sial atas apa yang dilihat, didengar, atau yang diketahui. Yang dilihat yaitu seperti, melihat sesuatu yang menakutkan. Yang didengar, seperti mendengar burung gagak, dan yang diketahui seperti mengetahui tanggal, angka atau bilangan.
Tathayyur menafikan (meniadakan) tauhid dari dua segi:
Pertama, orang yang bertathayyur tidak memiliki rasa tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla dan senantiasa bergantung kepada selain Allah.
Kedua, ia bergantung kepada sesuatu yang tidak ada hakekatnya dan merupakan sesuatu yang termasuk takhayyul dan keragu-raguan.” [Lihat al-Qaulul Mufiid ‘alaa Kitaabit Tauhiid (I/559-560)]
Ibnul Qayyim rahimahullah kembali menuturkan: “Orang yang bertathayyur itu tersiksa jiwanya, sempit dadanya, tidak pernah tenang, buruk akhlaknya, dan mudah terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengarnya. Mereka menjadi orang yang paling penakut, paling sempit hidupnya dan paling gelisah jiwanya. Banyak memelihara dan menjaga hal-hal yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadanya, tidak sedikit dari mereka yang kehilangan peluang dan kesempatan (untuk berbuat kebajikan-pent.). [Miftaah Daaris Sa’aadah (III/273) ta’liq dan takhrij Syaikh ‘Ali Hasan al-Halabi]
Dahulu kala di antara tradisi bangsa Arab adalah, jika salah seorang dari mereka hendak melakukan sesuatu perkejaan, bepergian misalnya, maka mereka meramal keberuntunganya dengan burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskanya. Jika burung tersebut terbang ke arah kanan, maka ia optimis sehinga melanjutkan pekerjaanya, dan begitu sebaliknya, jika burung tersebut terbang ke arah kiri  maka ia merasa bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkanya.
Begitu pula pada saat ini, yang mana masih banyak sekali orang-orang yang mempercayakan nasib mereka  dikarenakan sesuatu hal. Misalnya: kejatuhan cicak yang kemudian ia berkeyakinan ia kan tertimpa kesialan dikarenakan hal tersebut, begitu pula ketika ia melihat burung Prenjak yang mana ia berkeyakinan akan datang seorang tamu yang membawa keberuntungan, ataupun hal lainya yang mana sejatinya tidak dapat memberikan manfaat dan keburukan walau hanya sedikit.
Nabi Shallallohu 'alaihi wa Sallam menjelaskan kepada kita tentang hukum perbuatan tersebut di dalam sabdanya:
Thiyarah adalah syirik.” [HR.Ahmad dalam Shahihul Jami’ No,3955]
Termasuk dalam kepercayaan yang di haramkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah merasa bernasib sial dengan bulan-bulan tertentu.  Seperti tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Safar yang mana dapat membawa kesialan. Juga kepercayaan bahwa hari Rabu yang jatuh pada akhir setiab bulan  membawa kemalangan terus – menerus.
Termasuk juga merasa sial dengan angka 13, nama-nama tertentu atau orang cacat. Misalnya jika ia pergi membuka tokonya lalu di jalan ia melihat orang buta sebelah matanya, serta merta ia merasa bernasib sial sehingga ia mengurungkan niat untuk membuka tokonya. Juga berbagai kepercayaan yang semisal dengan itu.
Semua hal itu termasuk perbuatan haram dan perbuatan syirik. Rasulullah Shallallohu 'alaihi wa Sallam berlepas diri dari mereka. Sebagaimana disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan Imran bin Husain Radliyallohu 'anhu:
Tidak termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayur, meramal atau meminta diramalkan  (dan saya kira beliau juga bersabda) dan yang menyihir atau yang meminta disihirkan.” [Hadist riwayat Thabrani dalam Al-Kabiir, 18/162, lihat Shahihul Jami’, No: 5435]
Sebagaimana dapat kita saksikan di berbagai media masa tentang banyaknya para tokoh pemerintahan serta para artis yang mana mereka berkunjung ke suatu tempat untuk mencari keberuntung agar terhindar dari kesialan, begitu pula mempercayai nasib dengan tangal lahir yang dicocok-cocokan dengan ramalan bintang dan lain sebagainya.
Dalam Shahiih Muslim disebutkan, dari Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami Radhiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Di antara kami ada orang-orang yang bertathayyur.” Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Itu adalah sesuatu yang akan kalian temui dalam diri kalian, akan tetapi janganlah engkau jadikan ia sebagai penghalang bagimu.” [HR. Muslim (no. 537)]
Dengan ini beliau mengabarkan bahwa rasa sial dan nasib malang yang ditimbulkan dari sikap tathayyur ini hanya pada diri dan keyakinannya, bukan pada sesuatu yang ditathayyurkan. Maka prasangka, rasa takut dan kemusyrikannya itulah yang membuatnya bertathayyur dan menghalangi dirinya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat, bukan apa yang dilihat dan didengarnya.
Pengharaman thiyarah didasarkan pada beberapa hal:
Pertama, dalam thiyarah terkandung sikap bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga ia membagi tawakalnya kepada selain Allah. Yang mana sikap tawakal ini adalah hak Allah semata.
Kedua, thiyarah melahirkan perasaan takut, tidak aman dari banyak hal dalam diri seseorang, sesuatu yang pada gilirannya menyebabkan kegoncangan jiwa yang dapat mempengaruhi proses kerjanya sebagai khalifah di muka bumi.
Ketiga, thiyarah membuka jalan penyebaran khurafat dalam masyarakat dengan jalan memberikan kemampuan mendatangkan manfaat dan mudharat atau mempengaruhi jalan hidup manusia kepada berbagai jenis makhluk yang sebenarnya tidak mereka miliki. Pada gilirannya, itu akan mengantarkan mereka kepada perbuatan syirik besar.

0 komentar:

Posting Komentar