Qunut
dalam Shalat Witir
Makalah
Ke-12
Kata Qunut
digunakan untuk beberapa makna, diantaranya: berdiri, diam, rutin beribadah,
do’a, tasbih dan khusyu’. Menurut istilah , ialah nama untuk suatu doa yang
diucapkan dalam shalat pada waktu tertentu di saat berdiri.[1]
Qunut pada
shalat witir disyari’atkan secara umum, menurut mayoritas ulama, berbeda dengan
pendapat Malik.[2]
Namun mereka berselisih mengenai apakah qunut tersebut wajib ataukah anjuran,[3]
apakah dilakukan sepanjang tahun ataukah pada bulan ramadhan saja,[4]
apakah dilakukan setelah ruku’ ataukah sebelum ruku’.[5]
Adapun yang benar adalah sebagai berikut:
1. Dianjurkan
qunut—terkadang—kapan saja pada setiap waktu di sepanjang tahun. Dasar mengenai
hal ini ialah hadits al-Hasan bin Ali, ia berkata, “Rasulullah saw mengajariku
beberapa kalimat yang aku baca dalam shalat witir:
اللَّهُمَّ
اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى
فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ
وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ إِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ
يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
“Ya
Allah, berilah aku petunjuk bersama hamba-hamba yang telah engkau beri
petunjuk. Berilah aku keafiatan bersama hamba-hamba yang telah engkau beri
keafiatan. Lindungilah aku bersama hamba-hamba yang engkau lindungi. Berkahilah
apa yang engkau berikan kepadaku. Jauhkan aku dari kejelekan yang telah engkau
takdirkan. Seseungguhnya engkaulah yang telah menetapkannya dan tidaklah engkau
dikenai ketetapan. Sungguh tidak akan terhina hamba yang engkau cintai,
Mahasuci Engkau, wahai Rabb kami, dan Maha Tinggi.”[6]
2. Qunut dalam
witir sebelum ruku’ dan sesudah membaca surat adalah lebih utama. Dasarnya
hadits Ubay bin Ka’ab, “Bahwasanya Rasulullah saw mengerjakan shalat witir,
lalu beliau qunut sebelum ruku’,”
3. Doa yang
disunnahkan pada shalat witir, dengan doa yang pernah diajarkan oleh Nabi saw
pada al-Hasan bin Ali:
اللَّهُمَّ
اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ
“Ya
Allah, berilah aku petunjuk bersama hamba-hamba yang telah engkau beri
petunjuk. . .”
4. Tidak
disunnahkan memperpanjang do’a qunut. Karena doa qunut yang diriwayatkan dari
Nabi adalah tidak panjang.
5. Bolehkah
melagukan doa qunut? Tidak dinukil dari Nabi saw dan dari sahabat beliau. Ibnu
Hammam berkata, “Aku tidak melihat melagukan doa, seperti yang dilakukan Qura’
pada zaman sekarang ini. Muncul dari orang yang memahami doa dan
permohonan. Itu tidak lain hanyalah sejenis senda gurau. Andaikata dalam sebuah
realitas, ada seseorang yang meminta suatu keperluan kepada raja, lalu ia
menyampaikan permintaanya itu dengan melagukannya, seperti menaikkan dan menurunkan
suara, melepas dan mengembalikan suara seperti bernyanyi, maka tentunya ia
dianggap melecehkan dan bermain-main. Sebab meminta itu semestinya dengan cara
merendahkan diri, bukan dengan bernyanyi.”[7]
6. Dianjurkan
mengangkat tangan ketika membaca doa qunut. Diriwayatkan dari Anas, yang
mengisahkan doa Nabi saw terhadap para pembunuh Qurra’ (para penghafal Qur’an),
“Aku melihat Rasulullah saw setiap kali melaksanakan shalat subuh, mengangkat
kedua tangannya untuk mendoakan kehancuran atas mereka.”[8]
7. Tidak disyariatkan
mengusap wajah dengan kedua tangan setelah membaca doa qunut. Karena tidak
adanya dalil atas hal itu. Al-Baihaqi berkata dalam Sunan-nya (II/212),
“Adapun mengusapkan kedua tangan pada wajah setelah selesai membaca doa maka
aku tidak pernah menghafalnya dari seorang salaf pun berkenaan dengan doa
qunut.” Syaikhul Islam berkata (XXII/519), “Adapun tentang mengusap wajah
dengan kedua tangan, tidak ada hadits dari beliau kecuali satu atau dua hadits
yang tidak bisa dijadikan hujjah. Wallahu a’lam.
Sumber:
o
Kitab Shahih Fiqih Sunnah, karya Abu Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim, jilid 1
[1] Al-Futuhaat ar-Rabbaniyyah ala al-adzkar
an-Nawawiyah (II/286)
[2] Pendapat yang masyhur dari beliau adalah
makruhnya qunut pada shalat witir. Dalam sebuah riwayat dari beliau, boleh
berqunut pada separuh terakhir bulan ramadhan. al-Kafi, Ibnu Abdil
Barr.
[3] Abu Hanifah berpendapat wajib, berbeda dengan
dua orang sahabatnya (Abu Yusuf dan Muhammad) dan jumhur ulama. al-Badaa’i
(I/273)
[4] Menurut ulama Hanafiyah, disepanjang tahun.
Menurut Syafi’iyah, pada separuh akhir bulan ramadhan saja. Ada pendapat lain,
yaitu dikerjakan di sepanjang bulan ramadhan. Menurut
[5] Menurut ulama Hanafiyah, sebelum ruku’.
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, setelah mengangkat kepala dari ruku’.
[6] HR. Abu Dawyd (1425)
[7] Fath al-Qadir (I/370-371)
[8] HR. Ahmad (III/137)
0 komentar:
Posting Komentar