Jumat, 06 September 2013

Posted by UKM Al-Islam 0 Comments Category:

WARISAN KHUNTSA’


WARISAN KHUNTSA’

Arti Khuntsa’
1.       Bahasa Arab, diambil dari kata khanatsa  berarti “lunak” atau “melunak”. Misalnya, khanatsa wa takhonnatsa, yang berarti apabila ucapan atau cara berjalan seorang laki lkai menyerupai wanita; lembut dan melenggak lenggok. Karenanya dalam hadits shahih dikisahkan bahwa Rasulullah bersabda ;
لعن الله المخنثين من الرجال و المترجلات من النساء
“Allah melaknat laki laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki laki.”
2.       Menurut para fuqoha, adalah orang yang mempunyai alat kelamin laki laki dan kelamin wanita (hermafrodit) atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin sama sekali (khuntsa musykil).
3.       Secara hokum harus dibedakan antara waria dan khuntsa’ al musykil. Waria adalah orang yang secara fisik berjenis kelamin pria akan tetapi secara hormonal / kejiawaan berperilaku sebagai seorang perempuan.

Kejelasan jenis kelamin seseorang akan mempertegas status hukumnya sehingga ia berhak menerima harta waris sesuai bagiannya. Bila urine nya keluar dari sebagaimana kaum laki laki maka ia divonis sebagai laki laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divionis sebagai wanita. Namun bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa’ musykil. Dan ia akan tetap musykil hingga datang masa akil baligh.

Sebelum Islam, seorang yang bernama Amir bin adz Dzarb pernah memutuskan kepada kaumnya tentang hukum khuntsa'. Dia berkata, " Wahai kaumku, lihatlah jalan keluarnya air seni, bila keluar dari penis maka ia sebagai laki laki. Tetapi jika keluar dari vagina, ia dinyatakan sebagai perempuan." Ternyata vonis ini diterima secara aklamasi.

Ketika Islam datang, dikukuhkan vonis tersebut. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ketika ditanya tentang hak waris seseorang yang dalam keadaan demikian, maka beliau menjawab dengan sabdanya, “Lihatlah dari tempat keluarnya air seni.”

Perbedaan Ulama Mengenai Hak Waris Khuntsa’
Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama mengenai pemberian hak waris kepada banci musykil ini;
1.       Madzhab Hanafi, berpendapat bahwa hak waris banci adalah yang paling (lebih) sedikit bagiannya di antara keadaannya sebagai laki laki atau wanita. Dan ini merupakan salah satu pendapat Imam Syafi’I dan mayoritas sahabat.
2.       Madzhab Maliki, berpendapat pemberian hak waris kepada para banci hendaklah tengah tengah di antara kedua bagiannya. Maksudnya, mula mula permasalahnnya dibuat dalam dua keadaan, kemudian disatukan dan dibagi menjadi dua. Maka hasilnya menjadi hak / bagian banci.
3.       Madzhab Syafi’I, berpendapat, bagian setiap ahli waris dan banci diberikan dalam jumlah yang paling sedikit.  Karena pembagian seperti ini lebih meyakinkan bagi tiap tiap ahli waris. Sedangkan sisanya (dari harta waris yang ada) untuk sementara tidak dibagikan kepada masing masing ahli waris hingga telah nyata keadaan yang semestinya. Inilah pendapat yang dianggap paling rajih (kuat) di kalangan madzhab Syafi’i.

Cara Pembagian Warisannya
Ø  Jika dapat diperjelas jenis kelaminnya, maka pembagainnya sesuai dengan jenis kelamin tersebut.
Ø  Hak waris yang diberikan kepadanya hendaklah yang paling sedikit di antara keduanya (keadaan bila ia sebagai laki laki dan sebagai wanita).
Ø  Untuk sementara sisa harta waris yang menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan tertentu di antara ahli waris. Atau sampai banci itu meninggal hingga bagiannya berpindah kepada ahli waris.
Ø  Jika banci dinilai sebagai wanita bagiannya lebih sedikit, maka hak waris yang diberikan kepadanya adalah hak waris wanita. Dan jika dinilai sebagai laki laki dan bagiannya ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai laki laki.
Ø  Bila ternyata dalam keadaan di antara kedua status ditiadakan haknya, maka diputuskan bahwa banci tidak mendapatkan hak waris.
Ø  Dalam madzhab Imam Syafi’I, bila dalam suatu keadaan salah seorang dari ahli waris gugur haknya dikarenakan adanya banci dalam salah satu dari sua status (yakni sebagai laki laki atau wanita) maka gugurlah hak warisnya.

Contoh Masalah
1.       Seorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki laki, seorang anak perempuan dan seorang anak banci. Bila anak banci ini dianggap sebagai anak laki laki, mak apokokmasalhnya dari lima (5). Sedangkan bila dianggap sebagai wanita maka pokok masalahnya dari empat (4). Kemudia kita menyatukan (al jami’ah) antara dua masalah seperti dalam masalah al munasakhat. Bagian anak laki laki adalah 8, sedangkan bagian anak perempuan empat (4) dan bagian anak banci lima (5). Sisa harta waris yaitu tiga (3)  kita bekukan sementara hingga keadaannya secara nyata telah terbukti.
2.       Seseorang wafat meninggalkan seorang suami, ibu, dan saudara laki laki banci. Pokok masalhnya dari enam (6) bila banci itu dikategorikan sebagi wanita, kemudian di- ‘aul kan. Dan al jami’ah (penyatuan) dari keduanya menjadilah pokok masalahnya dua puluh empat (24). Sedangkan pembagiannya seperti berikut : suami Sembilan (9) bagian. Ibu enam (6) bagian. Saudara laki laki banci tiga (3) bagian, dan sisanya kta bekukan. Inlah tabelnya :



6
8

6
24
Suami ½
3
Suami ½
3
9
Ibu 1/3
2
Ibu 1/3
2
6
banci
3
Banci kandung
1
4

Pada table tersebut sisa harta yang ada yaitu lima (5) bagian dibekukan secara sementara dan akan dibagikan kembali ketika keadaan yang sebenarnya telah benar benar jelas.

3.       Seorang wafat dan meninggalkan suami, saudara kandung perempuan dan saudara laki laki seayah banci. Maka pembagiannya sebagai berikut, maka pembagiannya sebagai berikut :
Bila benci dikategorikan sebagai laki laki maka pokok masalahnya dua (2) sedangkan bila dikategorikan sebagai perempuan maka pokok masalhnya dari tujuh (7), dan penyaatuannya dari keduanya menjadi empat belas (14).
Bagian suami enam (6), saudara kandung perempuan enam (6) bagian. Sedangkan banci tidak diberi haknya. Adapun sisanya yaitu dua (2) bagian dibekukan. Ini tabelnya;


2
6
7
14
Suami ½
1
Suami ½
3
9
Sdr. Kdg. Pr 1/2
1
Sdr. Kdg. Pr ½
3
6
Banci lk
-
Sdr. Pr. Seayah 1/6
1
-


Sumber :
1.       Al Mawarits Fisy Syarii’ati Islamiyyah, Muhammad Ali Ash Shobuni
2.       Hukum Waris Islam, Suhrawardi K. Lubis, S.H.  dan Komis Simanjuntak, S.H.
3.       Ilmu Waris , Drs. Fatchurrahman

0 komentar:

Posting Komentar